MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Sebanyak enam orang dan satu kelompok menerima apresiasi Semangat Astra Terpadu Untuk (SATU) Indonesia Awards 2015.
Mereka adalah pemuda-pemudi berusia di bawah 35 tahun yang telah memberikan kontribusi positif untuk masyarakat di sekitarnya meliputi bidang pendidikan, lingkungan, UKM, kesehatan, teknologi.
Para dewan juri pada kegiatan itu adalah Prof. Emil Salim, Prof. Nila Farid Moeloek, Prof. Fasli Jalal, Tri Mumpuni dan Dr. Onno Purbo, yang membutuhkan diskusi cukup panjang untuk menentukan para penerima apresiasi pada tiap bidang.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nila Moeloek mewakili dewan juri SATU Indonesia Awards 2015 saat menghadiri acara penjurian SATU Indonesia Awards 2015 beberapa waktu lalu mengatakan, SATU Indonesia Awards tidak hanya memberikan apresiasi, tapi seluruh kerja keras yang telah dilakukan para pemuda-pemudi dipublikasikan ke seluruh masyarakat Indonesia.
“Harapannya, virus-virus kebaikan ini dapat disebarkan dan menginspirasi generasi muda, sehingga nyala lilin-lilin kebaikan di Indonesia semakin terang,” ujarnya.
Pada acara penganugerahan apresiasi SATU Indonesia Awards 2015 (21/10) di gedung Astra International, Presiden Direktur PT Astra International Tbk Prijono Sugiarto mengatakan, “Hari ini, kita kembali menyaksikan hadirnya para pejuang muda dari pelosok nusantara. Mereka dengan segenap tenaga dan pikiran telah memberikan kontribusi nyata untuk kemajuan wilayah masing-masing.”
“Saya mengucapkan selamat kepada seluruh penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2015. Teruskan kiprah anda di setiap bidang. Bangsa Indonesia akan terus menunggu hasil karya nyata anda di tiap-tiap daerah,” ujarnya.
Head of Public Relations PT Astra International Tbk, Yulian Warman, menyatakan dalam siaran persnya minggu ini, ada dua penerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2015 di bidang pendidikan, karenaa dewan juri menilai ketulusan dan dampak dari program yang dijalankan sama kuatnya, sehingga keduanya dinilai berhak untuk menerima apresiasi SATU Indonesia Awards 2015.
Ia adalah Tutus Setiawan (35), penyandang tuna netra sejak usia delapan tahun, yang memiliki kepedulian cukup mendalam terhadap kemajuan teman sesama tuna netra. “Saya mendirikan komunitas ini sejak 2003. Waktu itu saya masih kuliah. Saya melihat permasalahan teman disabilitas tunanetra di Surabaya sangat banyak. Kami sering mengalami diskriminasi dalam banyak hal,” ujar Tutus yang kini sudah menyelesaikan pendidikan S2 di Unesa (Universitas Negeri Surabaya).
Tutus mengajak empat orang temannya sesama tunanetra, yaitu Sugi Hermanto, Atung Yunarto, Tantri Maharani dan Yoto Pribadi untuk mendirikan LPT (Lembaga Pemberdayaan Tunanetra). Lembaga itu menjadi wadah bagi tunanetra di Surabaya untuk terus belajar dan berlatih meningkatkan kemampuannya agar bisa eksis di masyarakat.
Lainnya, wanita asal Banda Naira, Maluku, Risna Hasanudin, yang prihatin dan miris melihat nasib anak-anak Papua, khususnya perempuan Arfak, saat mendatangi Kampung Kobrey, Manokwari, Papua. Perempuan kelahiran 1 Februari 1988 ini sarjana lulusan FKIP Universitas Pattimura Maluku.
Keprihatinannya telah mengantarkan Risna menetap di Kampung Kobrey dan membantu anak-anak dan perempuan Arfak agar tak menjadi generasi tertinggal. Ia mendirikan rumah belajar (Rumah Cerdas Perempuan Arfak Papua Barat), untuk mencerdaskan perempuan Arfak.
Bidang Lingkungan
Kreator Desa Wisata Tanon, Trisno – Semarang, Jawa Tengah Trisno, pria kelahiran Dusun Tanon, Semarang 12 Oktober 1981 ini adalah pemuda pertama di kampungnya yang berhasil menyelesaikan pendidikan sarjana. Setelah menamatkan kuliahnya di Universitas Muhammadiyah Surakarta, jurusan Sosiologi, Trisno bertekad kembali ke kampungnya yang miskin.
Sebagian besar penduduk Dusun Tanon adalah peternak sapi perah dan petani. Tapi Trisno lebih memilih fokus mengembangkan dusunnya dengan beralih ke pariwisata. Terobosan yang ia lakukan dengan mengajak para warga untuk sadar wisata dan mengolah dusun mereka menjadi dusun
wisata. Dalam tiga tahun perjalanannya, Desa Wisata Tanon sudah menghasilkan Rp 250 juta, itu belum termasuk pendapatan perorangan dari hasil penjualan produk mereka.
Bidang UKM
“Raja Perak” dari Malang, Faishal Arifin , berbekal ilmu kerajinan perhiasan yang didapat saat merantau ke Kalimantan, membuat Faishal memberanikan diri untuk menawarkan produk kerajinan perhiasan berbahan dasar emas dan perak ke rumah-rumah dan kantor-kantor, dengan hanya bermodalkan katalog pada 2009.
Keberhasilannya pada usaha kerajinan perhiasan berbasis hand made itu karena kecerdikan Faishal melihat peluang, selain jiwa kewirausahaannya yang mulai tumbuh sejak di bangku kuliah. Kegigihannya dalam berusaha sebagai entrepreneur muda telah membuahkan hasil, pria berusia 28 tahun ini kini telah memiliki usaha beromzet hingga Rp 350 juta per bulannya.
Bidang Kesehatan
Pelopor Relawan Kesehatan, Dani Ferdian – Bandung, Jawa Barat, dokter Dani Ferdian adalah penggagas Volunteer Doctors (Vol D), sebuah sekolah nurani tenaga kesehatan. Vol D memiliki keunikan tersendiri dibanding lembaga sosial lainnya, karena di sini yang dibangun adalah karakter para calon dokter dan tenaga kesehatan.
Sampai kini sudah ada sekitar 1.000 dokter dan tenaga kesehatan yang tergabung di Vol D sejak dirintis pada 2009. Tujuannya, jika kelak 10 atau 20 tahun kemudian mereka menempati posisi strategis dengan keahliannya masing-masing bisa membuat perubahan nyata. Terutama perubahan dengan mengabdi langsung kepada masyarakat, memiliki jiwa sosial dan kepekaan yang lebih tinggi lagi. Makin banyaknya lintas fakultas dan kampus yang tergabung di Vol D, Dani optimistis Indonesia sehat pada masa datang akan tercapai.
Bidang Teknologi