Tuesday, April 01, 2025
Home > Berita > Astra Mengasah “Mutiara” dengan Catur Dharma Oleh A.R. Loebis

Astra Mengasah “Mutiara” dengan Catur Dharma Oleh A.R. Loebis

Lebih dari 2.000 pelari memeriahkan kegiatan lari 3K dan 6K bertema Inspirasi 60 Tahun Astra yang dipusatkan di area Astra Biz Center, BSD City, pada 12 November 2017. (astra)

MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Ritno Kurniawan merupakan sosok luar biasa, walau pernah diusir masyarakat karena dianggap intel kepolisian yang memata-matai serta mencoba menghalangi mereka mencari nafkah untuk keluarga.

Ritno ketika baru lulus kuliah di Universitas Gadjah Mada pada 2012 amat sedih, karena ia menyaksikan di Lubuk Alung setiap hari ada sekitar 10-15 pohon besar ditumbangkan dan dihanyutkan di sungai yang airnya jernih.

Apa sebenarnya yang terjadi? Apalagi kalau bukan pembalakan liar.  Suatu saat daratan ini akan botak dan gersang sedangkan air sungai menjadi kusam dan kering. Itu yang ada dalam pikiran pemuda asal Padang Pariaman, Sumatera Barat itu.

Ritno merasa gelisah. Nah, rasa gelisah inilah ternyata  merupakan titik api yang melahirkan ide untuk melakukan sesuatu, bukan untuk diri sendiri melainkan untuk kemaslahatan orang banyak.

Ritno ditampik kehadirannya, tapi pemuda itu pastilah tahu apa yang harus dilakukan, di antaranya berbaur dengan masyarakat setempat dan mendatangi para tetua desa, tokoh adat dan tokoh masyarakat setempat.

Usaha keras ini mulai berbuah, ia diterima di tengah masyarakat dan akhirnya dengan ditemani hanya empat pemuda desa, ia membuka jalan setapak menuju air terjun Nyarai.

Ia membuat sendiri selebaran dan dibagikan kepada para pendatang ketika berlangsung balap sepeda tour de Singkarak.  Apa sebenarnya yang ingin dilakukan Ritno? Ia ingin agar orang datang ke tempat indah air terjun Nyarai dan untuk itu perlu pemandu jalan.

Jadi Ritno ingin agar pada pembalak liar beralih dari pekerjaan merusak lingkungan itu menjadi pemelihara lingkungan dan mencari nafkah dari usaha itu. Dalam hitungan bulan, ada sekitar 20-30 wisatawan yang datang.

Dengan usaha gigih, Ritno mendirikan komunitas kelompok sadar wisata dengan nama LA (Lubuk Alung) Adventure dengan pemandu sudah berjumlah 170 orang.

Kisah Ritno yang amat menarik seperti cerita pendek ini, merupakan penggalan dari perjalanan panjangnya  melakukan inovasi dan menumbuhkan inspirasi di bidang lingkungan.

Nah, masih ada kisah yang tak kalah menariknya dari bidang kesehatan yang dilakoni Ronaldus Asto Dadut (Tambolaka, NTT) dan Triana Rahmawati (Surakarta, Jawa Tengah),  kemudian bidang pendidikan melalui Jamaluddin (Gowa, Sulawesi Selatan),  bidang kewirausahaan lewat Anjani Sekar Arum (Malang, Jawa Timur), bidang teknologi dilakukan Bambang Sardi (Palu, Sulawesi Tengah)  serta bidang lingkungan (kategori kelompok)  di Bengkulu.

Kesehatan dan penjual manusia

Asto amat prihatin dengan kehidupan buruh migran di kawasan Sumba Barat Daya yang dipulangkan dari Malaysia sehingga mendirikan semacam jaringan untuk memberi pencarahan tentang masalah kesehatan serta bahayanya penjualan orang (human-trafficking).

Mahasis­wa Fakultas Kesehatan Masyarakat Univer­sitas Nusa Cendana itu pun mendirikan komunitas yang diberi nama Jaringan Relawan untuk Kemanu­siaan (J-RUK) Sumba pada 2012 dengan gerakan Stop Bajual Orang.

Di Surakarta,  Triana Rahmawati menunjukkan kepeduliannya terhadap orang bermasalah kejiwaan (ODMK) yang banyak ia temui di sekitaran kampus Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Bersama dua teman kampusnya, Febrian­ti Dwi Lestari dan Wulandari, gadis kelahiran 15 Juli 1992 itu, membentuk Embrio Griya Sc­hizofren dengan filosofi Social, Humanity Friendly pada tahun 2013.

Di bidang pendidikan, ada mutiara lain bernama Jamaluddin. Ia lahir di Desa Kanre­apia di Gowa, Sulawesi Selatan, merupakan dataran tinggi dengan tanah yang subur.  Meskipun secara ekonomi desa ini mencukupi, namun ting­kat pendidikan masyarakat masih rendah. Banyak anak baru SD kelas dua sudah putus sekolah kemu­dian memilih bekerja.

Jamaluddin tergerak hatinya untuk memberikan edukasi tentang pen­tingnya pendidikan dan literasi. Pada 2011, ia mengenalkan pentingnya membaca dan berorganisasi ke­pada para petani dan hal itu terus dilakukan hing­ga akhirnya pada 2016 terwujud Ruman Koran sebagai tempat para petani membaca, menggali informasi, pengetahuan, berdiskusi, serta belajar mengeja dan membaca buku melalui surat kabar harian.

Di bidang kewirausahaan,  ada mutiara yang terasah di Malang, bernama Anjani Sekar Arum, yang mendirikan sanggar dan galeri batik Andaka di Kota Batu, Malang. Ia mendesain sendiri motif kain batik Bantengan dan dalam rentang empat tahun mengadakan pameran di Praha, Republik Ceko.

Dua pekan menuju hari H, Anjani hanya sanggup membuat 10 lembar kain. Ternyata tidak mudah mencari pembatik yang tekun dan bagus. Tak lantas patah semangat mencari pembatik, pada 2015 ia bertemu dengan Aliya, gadis berusia sembilan tahun yang tertarik mempelajari cara membatik. Sejak itu, Anjani memilih melatih anak-anak menjadi pembatik di sanggarnya.

Sampai kini, sudah 58 anak yang belajar di sanggarnya, 28 di antaranya menjadi pembatik aktif. Setiap bulan, Sanggar Andana rata-rata menghasilkan 45 lembar kain batik dan setiap lembar dijual Rp300 ribu-750 ribu. Dari setiap kain yang terjual, Anjani hanya mengambil 10 persen. Uang itu digunakannya untuk membeli kain, pewarna, dan perlengkapan lain. Selebihnya menjadi hak para pembatik anak-anak.

Di bidang teknologi, dari ratusan mutiara yang terasah, muncul yang berkilau namanya Bambang Sardi dari Palu, Sulawesi Tengah.  Selama setahun, Bambang Sardi mencoba metode baru pembuatan minyak kelapa murni (virgin coconut oil/VCO). Dosen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Tadulako, Palu, ini menggunakan metode fermentasi anaerob dan tidak menggunakan pemanasan dalam pembuatan VCO.

Selama ini, masyarakat Sulawesi Tengah memakai cuka dan pemanasan untuk memproduksi VCO. Pria 31 tahun ini tertantang mengoptimalkan pemanfaatan kelapa yang melimpah ruah di daerahnya. Setelah melakukan percobaan berulang kali, Bambang akhirnya bisa memproduksi VCO pada 2016.

Selain para mutiara murni yang bercahaya tadi, ada juga mutiara kelompok, yang melakukan penyuluh penangkapan ikan sidat ramah lingkungan (PPILAR) di  Bengkulu.

Tiga pemuda bergabung dalam PPILAR itu adalah Randi Putra Anom, Akri Erfianda dan Rego Damantara.  Sejak 2016, mereka mensosialisasikan penangkapan ikan sidat ramah lingkungan dengan alat tradisional, bubu, kepada nelayan  di Desa Rawa Makmur dan Arga Makmur.

Ikan sidat masih hidup ketika ditangkap dan harganya mahal, Rp45.000 per kilogram. Kualitasnya pun lebih baik, dan ikan sidat bisa dibesarkan hingga layak konsumsi (200 gram). Sebelumnya, sejak 2006, kebanyakan nelayan menggunakan setrum sehingga ikan hasil tangkapan mereka mati dan harganya hanya Rp20 ribu per kilogram.

Kini sudah 20 nelayan yang bergabung di PPILAR, 15 orang di Kota Bengkulu, di Bengkulu Utara sebanyak dua orang, dan di Bengkulu Selatan sebanyak tiga orang. Rata-rata, seorang   nelayan bisa menangkap 15-25 kg ikan sidat per minggu.

Dari mana asal mutiara itu?

Para mutiara pencerah, motivator, inspirator, itu muncul dari lumpur setelah adanya niat salah satu perusahaan di Indonesia, yang sejak 28 Oktober 2009 melakukan gebrakan mengejawentahkan program CSR dalam bentuk  slogan Semangat Astra Terpadu Untuk Indonesia (SATU Indonesia).

Landasan munculnya SATU Indonesia, karena Astra ingin menjadi perusahaan kebanggaan bangsa; potensi yang dimiliki perusahaan harus dapat menciptakan nilai tambah bagi masyarakat sekitar;  dan tak kalah pentingnya, Astra ingin menjadi contoh (role model) bagi perusahaan lain.

Selain tujuh pemenang tingkat nasional, untuk 2017 Astra memberikan apresiasi kepada mutiara dari masing-masing provinsi.  Ada 82 anak muda dari 30 provinsi di seluruh Indonesia yang berhasil mendapatkan penghargaan dalam lima bidang kategori SATU  Indonesia Awards 2017.

Pada penyelenggaraan tahun ini,  jumlah pendaftar mencapai 3.234 orang, naik 38 persen dibandingkan 2016.

Salah seorang juri, Prof Emil Salim, menjelaskan, perjalanan menyeleksi para peserta cukup panjang. “Kami tidak mencari orang yang bekerja secara biasa. Tapi mencari tokoh yang menginspirasi banyak orang, karena kecintaan terhadap pekerjaannya.”

“Kata kunci bagi tim juri adalah melihat keaslian ide dan tingkat kesulitan yang dialami mereka. Kemudian seberapa besar manfaat langsung bagi orang lain, seberapa besar kemudahan yang dapat ditiru. Jadi bukan manfaat kepada para motivator dan inovator saja,” kata Emil Salim pada temu media di kantor Astra, 18 Oktober 2017.

***

Ungkapan tak kenal maka tak sayang pantas diucapkan kepada Astra, karena kerja keras selama 60 tahun terasa masih berupa sebutir pasir di tengah padang luas, sehingga masyarakat harus mengenal dulu “Indonesia Mini” yang sudah berusia lanjut ini.

Kalau manusia berusia 60 tahun fisiknya pasti sudah mulai renta, namun Astra yang 2017 ini berusia 60 tahun malah semakin menguatkan sepak terjangnya dan melebarkan sayap ke seantero pelosok negeri, sehingga layaklah moto perusahaan ini yang mengusung pilar utama “kebanggaan bangsa” ( Pride of the Nation) menuju 2020.

Kok frasa ini terdengar megah benar seolah perusahaan ini berada di atas angin. Apa sih yang sudah dilakukan perusahaan otomotif  ini?

Mari sejenak belajar kenal dengan Astra yang kini sudah memiliki 218.773 lebih karyawan di 212 anak perusahaan di Indonesia, dengan latar belakang budaya dan etnis yang berbeda.

Perusahaan yang didirikan William Soeryadjaya pada 1957 ini ternyatan memiliki “roh” yang disebut “Catur Dharma”,  yang menjadi landasan norma dan budaya perilaku perusahaan. Ada orang yang bertanya apa sih catur dharma Astra itu?

Ada empat rumusan “roh” itu, yaitu, menjadi milik yang bermanfaat bagi bangsa dan negara, memberikan pelayanan terbaik  kepada pelanggan,  menghargai individu dan membina kerja sama dan senantiasa berusaha mencapai yang terbaik.

Ini merupakan falsafah perusahaan, kristalisasi dari keinginan William yang mendambakan Astra harus mampu menciptakan lapangan kerja sebanyak mungkin, menjadi agen pembangunan ekonomi nasional, memfasilitasi terjadinya peralihana teknologi, serta membayar pajak.

“Selama enam dekade, catur dharma telah membuktikan bahwa dia adalah past, present dan future identitas perusahaan,” (Astra, p 476) dan ketika Presiden Direktur Astra International Prijono mengawali langkah strategis membangun  Astra 2020, pada awal 2010, meminta melakukan penghayatan ulang catur dharma di seluruh Astra.

Ini semua dapat diejawentahkan karena para petinggi di perusahaan ini memiliki kesamaan visi-misi untuk maju, inovasi terus berlanjut dan tidak ada waktu istirahat untuk menikmati kesuksesan masa lalu.

Terpenting,  Astra menerapkan jenjang karir yang benar pada para karyawan yang diistilahkan dengan “road-map” serta pengembangan aspek kepemimpinan dengan istilah Man Management Astra (MMA).

“Organisasi hanyalah benda mati. Manusia di dalamnyalah yang menggerakkan organisasi itu   menjadi biasa-biasa saja atau panutan bagi yang lain,” (Astra, p. 325). Ini bukan hanya berupa kata-kata di atas kertas bagi Astra, melainkan diwujudkan dalam kerja nyata.

Dalam 60 tahun berjalan,  Astra berbuat banyak bagi lingkungan, salah satunya SATU Indonesia yang amat menggugah yang kita baca pada awal tulisan ini.

“Mereka memiliki kontribusi positif terhadap lingkungan sekitar tanpa memikirkan keuntungan pribadi.  Astra mengapresiasi tindakan mereka melalui ajang ini dan akan mendampingi pengembangan kegiatan selanjutnya,” ujar Prijono.

Usaha keras para mutiara Indonesia itu pun mendapat imbalan amat memadai. Head of Public Relations Astra Yulian Warman mengatakan,  setiap pemenang SATU Indonesia Awards 2017 diberi dana bantuan minimal Rp60 juta.

Bagian Social Responsibility Astra Riza Deliansyah menekankan, masih banyak pemuda di pelosok nusantara yang sebenarnya memiliki program pemberdayaan bagi masyarakat tapi belum terjangkau oleh program ini.

“Hal ini terlihat dari tidak meratanya penyebaran pendaftar di 34 provinsi di Indonesia. Mereka akan kita gali dan asah dari tahun ke tahun,” kata Riza, dengan menambahkan, hingga 2016 saja sudah berhasil dincetak 39 orang pemenang apresiasi program SATU Indonesia.

Tapi tunggu dulu,  masih ada beberapa program ungguan Astra, salah satunya seperti yang dilakoni Menteri Pemberdayaan Perempuan & Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise, yang meresmikan Festival Kampung Berseri Astra (KBA) Enggros, Jayapura, Papua.

Desember 2017,  Astra juga mendonasikan 2.000 tas dan 500 sepatu bagi anak-anak di Kabupaten Asmat, pemberian 1.500 kacamata bagi anak-anak di Kabupaten Boven Digoel, beasiswa, tas dan kacamata bagi masyarakat Enggros. Astra juga meresmikan Ruang Bermain Ramah Anak dan Pusat Informasi Sahabat Anak.

Sejak 2013 hingga akhir Desember 2017, Astra telah mendirikan 71 KBA di 34 provinsi di seluruh Indonesia. Secara keseluruhan, jumlah pemberian kacamata mencapai 21.654 buah serta 25.039 tas dan sepatu untuk anak-anak di berbagai wilayah 3T (terluar, terdepan dan tertinggal).  Ini merupakan bagian dari program cerdas, hijau, kreatif dan sehat yang disinergikan Astra dengan masyarakat.

Ini semua terejawentahkan, karena adanya wujud komitmen perusahaan Astra dan 212 anak perusahaannya, serta sembilan yayasan sosial, untuk memperkuat langkah nyata grup Astra dalam meraih cita-cita “sejahtera bersama bangsa.”

Tapi yang jelas, kerja keras Astra selama 60 tahun terasa masih berupa sebutir pasir di tengah padang luas,  karena besarnya “kolam” bangsa yang penuh dengan mutiara belum terasah,   sehingga perusahaan ini pun berusaha menularkan apa yang mereka lakukan kepada perusahaan lain.

Selain Astra, entah perusahaan mana lagi yang telah melakukan filosofi “sejahtera bersama bangsa”,  yang ikut menggali dan mengasah mutiara bangsa,  yang pada ujungnya ikut menyejahterakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Cara berpikir perusahaan ini amat sederhana:  Bila Astra dapat membuat bangsa ini sejahtera, imbal baliknya,  bangsa akan membuat bisnis Astra tumbuh.

Seandainya perusahaan-perusahaan lain itu mau ikut berlomba mengasah mutiara bangsa, maka ribuan jenis Ritno-Ritno akan muncul menyinari bangsa ini.  (arl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru