Thursday, December 12, 2024
Home > Cerita > Berlatih Sabar

Berlatih Sabar

SAYA sangat kagum pada seseorang yang pernah saya kenal belasan tahun lalu. Wajahnya selalu tersenyum, berkata-kata suaranya selalu lembut, dan bersikap optimistis. Satu kalimatnya yang inspiratif adalah “Kalau ada yang berkata buruk tentang kita, ucapkanlah Alhamdulillah, banyak manfaat yang akan kita peroleh.”

Waktu itu saya berpikir, bagaimana mungkin saya mampu bersikap seperti itu. Ada orang yang mengumpat kita tapi kita malah seperti mengiyakannya. Bukankah itu malah membuat si orang itu semakin tidak tahu diri? Bukankah dengan demikian si orang itu akan semakin menjadi-jadi? Dan kita akan semakin sakit hati?

Tentu saja kalau kita tidak dapat menahan emosi, efek buruk itulah yang terjadi. Kita akan marah, balik mencaci, bahkan juga melakukan hal negatif lainnya, menampar, memukul, dsb. Tetapi coba saja pikir lebih lanjut, apa yang kita peroleh kalau terpancing marah?

Tidak ada sisi positifnya. Malah mungkin kita terkena pidana bila sudah menyakiti secara fisik. Kalau kita diam saja, itu sebenarnya sudah lebih baik. Mendiamkan hal buruk bisa meredakan suasana, seperti menahan diri agar suatu yang lebih buruk tidak berlanjut. Tapi mungkin masih tersisa amarah dan dendam dalam hati kita, karena ada yang ditahan, seperti lava mendidih yang dicegah keluar dari mulut gunung.

Dengan mengucapkan Alhamdulillah dalam suasana buruk maka ada beberapa keuntungan yang didapat sekaligus. Ke dalam diri sendiri seketika kita lalu mengingat Sang Pencipta, otomatis emosi akan mereda. Kita akan berserah diri, membiarkan Dia yang menilai kita karena Dia lah yang paling benar dalam menilai kita manusia. Barangkali saja benar apa yang diucapkan tentang kita, maka kita akan bersikap reflektif, otokritik, menjadi tahu diri, dan berterima kasih bahwa ada yang mengingatkan. Tetapi sekaligus kita memiliki tempat mengadu, bersandar, sehingga tidak merasa sendirian.

Sementara ke luar, ketika mengucapkan Alhamdulillah orang malah akan terperangah karena kita seperti menyiramkan air sejuk ke bara api. Orang yang mengatakannya kemungkinan mengalami dua hal: mereda kemarahannya karena melihat kita tidak konfrontatif, atau malah malu hati karena kita bersikap begitu tenang dan sabar. Atau kalaupun kita mengucapkan di dalam hati, akan terlihat bahwa wajah kita tidak bersikap marah, menantang, dan malah cenderung pasrah, diam, menahan diri. Tidak tercipta suasana konflik.

Tentu saja sama sekali tidak mudah untuk sampai tahap seperti sudah dijalani orang tersebut, seorang ibu dengan satu anak yang menjalani apapun takdir yang diberikan Tuhan kepadanya tidak pernah mengeluh.

Dia selalu bersyukur dan tidak pernah terlihat kesal apalagi marah. Ya memang marah itu tidak perlu. Dan biasanya kita pun menyesal, beberapa saat setelah marah. Cobalah, tahan marah beberapa jam, setelah berlalu kita tengok ke belakang, maka kita akan merasa rugi dan malu. Jadi, buat apa marah. Lebih baik jadi orang sabar.

Hidup di Jakarta dengan mayoritas warganya “sakit jiwa” karena tuntutan kebutuhan material, kondisi lingkungan, lalu lintas, dan hubungan antarmanusia yang kadang penuh pamrih, tentu kita harus belajar banyak agar menjadi orang sabar. 

Tiap menit, tiap jam, tiap hari kita harus mengasah diri. Tentu saja mulailah dengan ucapan bersyukur, Alhamdulillah, setiap menghadapi kondisi apapun yang kita alami setiap saat.

Mudah-mudahan Anda bisa. Akan banyak manfaatnya, karena akan membuat kita semakin nyaman hidup, apapun kejadian yang kita alami, apapun kondisi yang melingkupi. Karena pada dasarnya dengan sabar, hidup itu indah. (Bung Mim).

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru