Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Selama ini bea materai Rp6 ribu per lembar tapi tak lama lagi akan naik menjadi Rp10 ribu sedangkan dokumen yang nilainya di bawah Rp5 juta tidak perlu menggunakan meterai.
Komisi XI DPR dan Pemerintah menyepakati Rancangan Undang-Undang (RUU) Bea Meterai untuk diteruskan ke pembahasan tingkat dua atau disahkan menjadi UU dalam Paripurna DPR.
Ini nanti akan mengganti UU Nomor 23 Tahun 1985 tentang Bea Meterai, yang hanya mengatur dokumen dalam bentuk kertas dan belum mengatur dokumen elektronik.
Dalam raker bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, awal minggu ini, seperti dilaporkan antaranews, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bea meterai yang sebelumnya Rp3 ribu dan Rp6 ribu kini diubah menjadi satu tarif yaitu Rp10 ribu mulai 1 Januari 2021.
Hal itu seiring dengan pembahasan RUU tentang Bea Meterai oleh Panja DPR RI yang dilakukan selama dua hari, 31 Agustus dan 1 September 2020, telah selesai sehingga siap untuk dibawa ke rapat paripurna DPR RI.
“UU ini akan berlaku mulai 1 Januari 2021, jadi tidak berlaku secara langsung pada saat diundangkan,” kata Menteri.
Sri Mulyani menyatakan bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) termasuk dokumen yang nilainya di bawah atau sama dengan Rp5 juta tidak perlu menggunakan meterai.
“Ini adalah salah satu bentuk pemihakan. Ini kenaikan dari yang tadinya dokumen di atas Rp1 juta harus berbiaya meterai,” ujarnya.
Ia melanjutkan RUU Bea Meterai yang berisi 32 pasal tersebut juga berisi mengenai penyetaraan pengenaan pajak atas dokumen, baik dalam bentuk kertas maupun digital.
“Ini sesuai dengan perubahan zaman sehingga kita berharap dengan adanya UU ini kita bisa memberikan kesamaan perlakuan untuk dokumen kertas dan nonkertas,” katanya.
Kemudian, UU yang sudah 34 tahun belum pernah direvisi itu turut memberikan kepastian hukum bagi dokumen elektronik untuk menggunakan meterai elektronik sesuai dengan perkembangan teknologi.
“Untuk saat terutang dan subjek bea meterai secara terperinci per jenis dokumen dan penyempurnaan administrasi pemungutan bea meterai ini juga diharapkan memberikan kepastian hukum,” jelasnya.
Pembebasan bea materai
Selanjutnya, RUU Bea Meterai ini mengatur mengenai pembebasan bea meterai terhadap penanganan bencana alam serta kegiatan bersifat keagamaan dan sosial dalam rangka mendorong program pemerintah dalam melakukan perjanjian internasional.
Penyempurnaan sanksi administratif dan ketidakpatuhan pemenuhan pembayaran bea meterai juga diatur dalam RUU itu dan sanksi pidana pun tidak luput disempurnakan dalam RUU Bea Meterai untuk meminimalkan sekaligus mencegah tindak pidana di bidang perpajakan.
“Juga dilakukan penyempurnaan termasuk mengenai pengedaran, penjualan, pemakaian meterai palsu serta bekas pakai,” katanya.
Ia mengatakan berbagai kebijakan dalam RUU Bea Meterai yang sebentar lagi menjadi UU ini mulai diberlakukan pada awal Januari 2021 agar pemerintah dapat menyiapkan seluruh peraturan perundang-undangan di bawahnya.
Ketua Komisi XI DPR RI Dito Ganinduto mengatakan, RUU tersebut pada pembicaraan tingkat satu telah disetujui oleh hampir semua Fraksi di Komisi XI DPR RI. Dari sembilan fraksi, tercatat hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) yang memberikan catatan.
“RUU Bea Meterai tadi telah kita sepakati bersama pemerintah, dalam hal ini Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM, untuk kemudian kita sampaikan kepada Pimpinan DPR untuk dilakukan pembahasan tingkat dua di Paripurna nanti untuk disahkan,” kata Dito. (an/arl)