Mimbar-Rakyat.com (Kuningan) – Warnai Hari Pahlawan Nasional, empat ekor monyet berkumpul di sekitar pohon Ficus Benjamina yang menjulang tinggi di tengah kota Kuningan.pad Rabu (10/10/2021) pukul 10.00 WIB.
Berdasarkan keterangan dari Petugas Satpol PP Penindak Internal (PTI), Ade Rudianto mengatakan awal mula sosok kera itu berkeliar di areal pertokoan Jalan Sudirman, yakni berada di atas genteng toko serba ada. “Awalnya telihat satu ekor, kemudian monyet itu turun menyebrang jalan diikuti oleh yang lainnya,” tutur Ade.
Gerombolan monyet itu menarik perhatian warga, beberapa pengguna jalan sempat merasa takut diserang oleh primata tersebut. “Ya beberapa warga ketakutan. Kebetulan tadi saya bertugas di Jalan Siliwangi, yang akhir berjaga – jaga di sekitar pertokoan itu, mengantisipasi adanya penyerangan,” ungkap Ade.
Rupanya satwa primata itu, memburu pohon – pohon besar yang ada di tengah kota kuningan. “Itu ada empat monyetnya, coba hitung, sepertinya dia nyasar,” ujar pria pengguna jalan.
“Bukan, itu mereka betah di pohon besar, dia sedang cari makan, tuh lihat,” jawab supir delman.
Mereka pun berusaha membuat kera – kera itu, turun namun sepertinya teduhnya pohon beringin yang telah berumur ratusan tahun itu membuat kera liar kerasan. “Sampai jam 12 siang, saya masih siaga tapi tetap monyet – monyet itu tak mau turun, mereka terlihat mencari makan di pohon itu,” kata Ade yang membenarkan tanggapan dari pengemudi delman.
Fenomena kera liar turun di tengah kota ini rupanya mendapat perhatian dari penggiat lingkungan. “Keberadaan satwa liar di tengah kota menjadi tanda lingkungan hidup masih stabil atau tidak,” ujar Nanang Subarnas, yang merupakan Sekretaris Gema Jabar Hejo DPD Kuningan.
Dikatakan Nanang kera-kera yang terpaksa ‘mengungsi’ ke tengah kota melakukan penyerangan karena faktor kelaparan. “Terlempar dari habitat asal, tentu menjadi beban tersendiri bagi kera-kera tersebut,” sambungnya.
“Ya jadi memang ini habitatnya berkurang, otomatis makanan juga nggak ada. Jadi menyerang warga itu akhirnya,” sebutnya.
Selain itu, Nanang menyebutkan kera-kera yang masuk ke permukiman warga itu adalah kera yang terusir dari habitatnya. Pasalnya kera-kera itu hidup dalam koloni atau kelompok yang saling bersaing satu sama lain.Jadi dia itu ada kloni atau kelompok gitu ya. ” Mereka membentuk koloni, dengan jumlah 20-25 ekor satu koloni, kemudian ada koloni kedua, ketiga dan seterusnya. Mereka itu saling serang antar koloni, yang kalah minggir keluar dari habitatnya, akhirnya masuk ke permukiman masyarakat,” katanya. (Dien)