Thursday, December 12, 2024
Home > Cerita > Dari “Sang Arsitek Sultra Raya” melihat aspal Buton,  Oleh Widodo Asmowiyoto

Dari “Sang Arsitek Sultra Raya” melihat aspal Buton,  Oleh Widodo Asmowiyoto

Widodo Asmowiyoto. (mr)

Pada perayaan HPN 2022 di Kendari, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara menulis buku berjudul “Sang Arsitek Sultra Raya”.

Sesuai judulnya, “Sang Arsitek Sultra Raya” setebal 180 halaman ini,  mengungkapkan kiprah atau Jejak Langkah Sang Arsitek yang tidak lain adalah Gubernur Provinsi Sulawesi Tenggara, H. Ali Mazi, SH.

Agak unik, ternyata Ali Mazi kelahiran Pasarwajo – kini Kabupaten Buton – 25 November 1961, pernah menjadi Gubernur Sultra periode 18 Januari 2003 hingga 18 Januari 2008 dan kembali menduduki kursi Gubernur Sultra periode kelima September 2018 hingga 5 September 2023. Atau ada jeda waktu sepuluh tahun dari periode pertama dengan periode kedua.

Tim penulis buku ini antara lain Ilham Q. Moehiddin (juru bicara Gubernur Provinsi Sultra), La Fariki (perekayasa ahli madya di Badan Penelitian dan Pengembangan Provinsi Sultra), La Ode Yogi Ambar Sakti Nebansi (tim gubernur untuk percepatan pembangunan Provinsi Sultra) dan Hj. Suhaeny (kepala Bidang Perencanaan dan Penganggaran, Dinas Pendidikan Provinsi Sultra).

Dalam kata sambutannya, Gubernur Ali Mazi mengatakan, “Saya menyampaikan terima kasih kepada tim yang menghimpun ide-ide saya berikut proses pelaksanaan ide dan realisasinya mulai 2003-2008 ketika saya memimpin daerah ini bersama Wakil Gubernur Yusran Silondae dan periode 2018-2023 bersama Wakil Gubernur Lukman Abunawas.

“Tidak mudah menghimpun data dan informasi yang berserakan di mana-mana, namun motivasi membuat mereka mampu mewujudkan tulisan bersejarah ini,” ungkap Gubernur.

Banyak hal diungkapkan oleh tim penulis dalam buku yang menurut hemat saya termasuk langka ini. Saat membaca daftar isi, saya segera tertarik untuk membaca topik terakhir berjudul “Aspal Buton Menuju Aspal Terbaik Dunia”.

Mengapa? Memang ada beberapa alasan. Pertama, nama Pulau Buton dan potensi aspalnya sudah saya baca saat saya masih menjadi pelajar Sekolah Rakyat tahun 1960-an atau sekitar 60 tahun lalu.

Ini merupakan bukti bahwa pelajaran Ilmu Bumi atau Geografi sedikit atau banyak telah menginspirasi pelajar Sekolah Dasar. Saking tertariknya dengan aspal Buton, saat masih sebagai anak-anak itu saya sering mengamati pengerjaan pengaspalan Jalan Raya Solo-Purwodadi, Provinsi Jawa Tengah. Kebetulan memang lokasi rumah orangtua saya sangat dekat dengan jalan besar di utara Kota Solo itu.

Kedua, lebih dari 40 tahun lalu dalam acara penataran pers kampus tingkat nasional di daerah Puncak (Tugu), Bogor, saya berkenalan dengan seorang peserta dari Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad), Bandung yang ternyata berasal dari Buton.

Sejak hijrah ke Kota Bandung pertengahan tahun 1983, alhamdulillah saya sering berjumpa kembali dengan mahasiswi itu yang belakangan juga menjadi wartawan Harian Pikiran Rakyat.

Ketiga, saya ingat bahwa sebenarnya Kota Kendari, Sultra, telah disepakati oleh Rapat Pleno PWI Pusat menjadi tuan rumah HPN 2021. Namun karena sedang merajalelanya pandemi Covid 19 sepanjang 2020-2021 maka kemudian HPN 2021 dialihkan ke Jakarta. Kalau saja waktu itu HPN jadi berlangsung di Kendari, problem pemasaran aspal Buton dapat dipastikan bisa dijadikan topik aktual dalam rangkaian acara diskusi atau seminar HPN.

Keempat, pada tahun-tahun terakhir ini negara kita masih sangat gemar melakukan impor produk yang sebetulnya bangsa kita sendiri mampu memproduksinya. Misalnya impor garam, kedelai, dan lain-lain. Terus terang saya kaget, setelah membaca buku “Sang Arsitek Sultra Raya” ini, pemasaran aspal Buton ini nyaris bernasib seperti garam dan kedelai.

Bagaimana alur cerita aspal Buton ini?

Aspal Buton merupakan jenis aspal alami yang secara spesifik terdapat di Pulau Buton. Potensinya sebesar 694 juta ton, tetapi perlu dilakukan validasi terhadap data cadangan terbukti dan cadangan tertambang oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Sekalipun potensinya sangat besar, penggunaan aspal Buton masih belum maksimal karena pemenuhan kebutuhan nasional masih didominasi impor aspal minyak.

Di Buton terdapat tujuh jenis aspal, yakni 1) B 5/20 Buton Granular Asphalt (BGA), 2) B 50/30 Lawele Granular Asphalt (LGA), 3) Premix Performance Grade (PG) 70, 4) Premix PG 76, 5) Premix, 6) Cold Paving Hot Mix Asbuton (CPHMA), dan 7) Asbuton murni. Dengan kapasitas terpasang sebanyak 1.995.000 ton per tahun, target produksi di Indonesia pada tahun 2021 baru sepertiganya, yakni sebesar 705.300 ton per tahun.

Pada tahun 2021, pemanfaatan aspal Buton sebagai produk dalam negeri dengan nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri 30-89% diharapkan dapat meningkat. Untuk mewujudkannya, diperlukan usaha dari berbagai aspek, dari sektor hulu (industri pertambangan) sampai sektor hilir (industri pengolahan tambang).

Terkait sektor industri, hal yang perlu diperhatikan adalah kesiapan mengolah aspal Buton menjadi produk yang sesuai dengan permintaan konstruksi jalan. Dengan demikian dapat digunakan untuk kebutuhan jangka panjang negara bagi pembangunan jalan desa, kabupaten / kota, dan provinsi di Indonesia.

Sektor lainnya adalah para pengguna, baik gubernur dan bupati setempat sebagai pengambil kebijakan maupun para pelaksana pembangunan dapat menggunakan aspal Buton. Selanjutnya, sektor penyaluran dan distribusi produk atau infrastruktur pelabuhan dan jalan di Buton.

Hingga tahun 2025 diharapkan terjadi peningkatan kapasitas aspal Buton sebesar 33% sehingga aspal Buton akan mampu memenuhi kebutuhan aspal nasional sebesar 49,36%. Adapun sisanya sebesar 37,08% diisi oleh aspal minyak Pertamina dan 13,61% diisi oleh aspal minyak impor.

Skema tersebut akan terus direvisi melalui kebijakan substitusi, semisal kebutuhan aspal Buton guna membangun jalan nasional akan meningkat dari 70.000 ton hingga 400.000 ton. Dengan demikian jumlah produksi aspal Buton akan ditingkatkan dari 200.000 ton menjadi 3.400.000 ton pada tahun 2025, dan substitusi terhadap aspal minyak sebesar 25% setiap tahun.

Kebijakan tersebut selaras dengan pandangan Presiden Joko Widodo tentang perlunya optimalisasi sumber daya alam untuk pemanfaatan di dalam negeri sekaligus menekan kebutuhan impor aspal minyak yang nilai impornya telah mencapai USD 700 juta. Pada tahun 2021 lalu, Menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), Basuki Hadimuljono berkomitmen untuk mengurangi impor aspal minyak sebanyak 500 ton.

Menteri ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), Arifin Tasrif telah menjelaskan langkah-langkah untuk mewujudkan aspal Buton menjadi tuan rumah di negara sendiri.

Antara lain membuat SNI (Standar Nasional Indonesia) agar aspal Buton dapat maksimal. Sesudah tahun 2025 dikaji lagi dan dilakukan eksplorasi tambahan agar menjadi cadangan, sekaligus mensubstitusi impor.

Dalam waktu tidak lama lagi, aspal Buton siap memasuki pasar internasional. Setelah digunakan untuk pembangunan infrastruktur jalan nasional sejak 2019, pada tahun 2021 lalu Pemerintah Pusat memproyeksikan agar aspal Buton siap diekspor ke sejumlah negara pemesan.

Penghasil aspal alam ketiga terbesar dunia

Sejauh ini, aspal Buton yang depositnya melimpah itu telah menjadikan Indonesia sebagai penghasil aspal alam terbesar ketiga di dunia setelah Pitch Lake di Trinidad dan Athabasca di Kanada. Sedangkan Korea dan Jepang adalah dua negara importir aspal Buton. Di dalam negeri, pemerintah telah memilih aspal Buton sebagai aspal yang telah dan akan digunakan dalam proyek 1.000 kilometer jalan nasional.

Kementerian Dalam Negeri juga telah turut mendukung dengan kebijakan yang tertuang di dalam Permendgari No. 24 Tahun 2020, yang dengan tegas mengatur seluruh pemerintah daerah di Indonesia mengutamakan aspal Buton sebagai jaminan program pembangunan.

Seiring dengan perbaikan kualitas yang terus dilakukan, Gubernur Ali Mazi optimistis dengan makin meluasnya penggunaan aspal Buton dapat menambah pendapatan daerah Sulawesi Tenggara yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat.

Begitulah sekilas perjalanan sejarah suka duka hampir satu abad aspal di Buton, sebuah pulau terbesar di Kepulauan Sulawesi.

Pada tahun 1926 tercatat penguasa kolonial di Nusantara telah membangun jalan dengan aspal Buton. Saat ini, penggunaan aspal Buton masih belum maksimal karena pemenuhan aspal nasional masih didominasi impor aspal minyak. Secara bertahap, setiap tahun, kebutuhan aspal minyak itu akan disubstitusi 25% dengan aspal Buton.

Lebih jauh, dengan 16 perusahaan yang bergerak dalam industri aspal Buton di Indonesia dewasa ini, pada tahun 2024 nanti negara kita juga akan mampu menjadi eksportir aspal Buton murni yang setara dengan aspal minyak.

Tentu saja hal ini adalah sejalan dengan dan berkah dari rencana pengembangan ekspansi pabrik full extraction, yang proses produksinya menggunakan high technology industry. (Penulis adalah wartawan senior dan asesor Uji Kompetensi Wartawan PWI Pusat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru