Sebentar lagi Ramadan 1443 H akan berakhir. Wajar kiranya bagi mereka yang menjalani ibadah wajib ini untuk melakukan evaluasi diri. Hasil evaluasi itu lebih ditujukan untuk introspeksi diri. Syukur jika di hari-hari sisa waktu ini kita masih mampu melakukan perbaikan.
Manfaat hasil perbaikan itu sebetulnya bukan untuk diri sendiri. Tetapi juga untuk keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Artinya, jika kita berhasil dalam ibadah saum, Insya Allah juga akan berdampak positif bagi lingkungannya. Terkecil adalah lingkungan keluarga, sedangkan lingkungan yang lebih luas adalah masyarakat, bangsa dan negara.
Ibarat seekor ulat yang bertapa, pada awalnya sosok dirinya adalah kasar, tetapi pada akhir pertapaannya ulat itu akan menjadi kupu-kupu yang penampilannya sangat indah dan menawan. Jika ulat yang bertapa itu jumlahnya banyak, maka kelak kupu-kupunya juga banyak. Jika terbang ke mana pun, rombongan kupu-kupu itu akan memperindah pemandangan alam. Menambah keelokan pemandangan sebuah taman. Dampak lanjutannya adalah menambah kedamaian, kesejukan, dan ketenteraman kehidupan bersama.
Apakah kondisi ideal itu hanya merupakan angan-angan atau hanya berupa mimpi, ataukah dapat menjadi kenyataan? Jawabannya bisa dianalisis dari kriteria sukses ibadah saum Ramadan.
Barometer sukses saum Ramadan
Pada minggu pertama Ramadan lalu saya mengikuti pengajian Ahad Subuh di masjid kompleks perumahan di Bandung. Mubalignya Dr. H. Ahmad Humaidi, MAg, seorang ustadz yang cukup terkenal di Bandung Raya bahkan Jawa Barat. Dia selama ini juga merupakan pimpinan komunitas mubalig dan sering membimbing ibadah umrah dan haji. Ilmu, wawasan, dan pengalamannya sangat luas.
Dalam makalahnya Ustadz Ahum – demikian dia biasa dipanggil – merinci beberapa kriteria sukses menjalani ibadah saum Ramadan itu. Ayat-ayat Al Quran yang dijadikan kriteria itu juga berasal dari Al Quran yang terjemahannya disusun oleh Kementerian Agama RI.
Pertama, menjaga komitmen tauhid. Dasarnya adalah Surat Al Baqarah ayat 1-5. Ringkasnya, pemeluk Islam jangan meragukan Al Quran yang merupakan petunjuk bagi mereka yang bertakwa dan beriman kepada yang gaib, melaksanakan salat, dan menginfakkan sebagian rezekinya.
Kedua, menjaga kesinambungan amal saleh sebagaimana dimaksud dalam Surat Ali ‘Imran ayat 133-136. Ringkasnya, bersegera mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luas seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Yaitu orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain.
Allah mencintai orang yang berbuat kebajikan, dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi diri sendiri, (segera) mengingat Allah lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya, dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui. Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-baik pahala bagi orang-orang yang beramal.
Ketiga, menjaga keterikatan diri dengan masjid, sebagaimana dimaksud Surat At-Taubah ayat 107-108. Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada orang-orang beriman), untuk kekafiran dan untuk memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta mengganggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu.
Mereka dengan pasti bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan”. Dan Allah menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah engkau melaksanakan salat dalam masjid itu selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-orang yang bersih.
Ustadz Ahmad juga menambahkan Surat At-Taubah ayat 18, “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta (tetap) melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Keempat, menjaga komitmen ketundukan hati sebagaimana dimaksud oleh Surat Al Baqarah ayat 177, “Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat, tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan (musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa”.
Kelima, menjaga kemuliaan akhlak sebagaimana dimaksud Hadis Riwayat At-Tirmidzi. Dari Abu Dzar Jundub bin Jumadah dan Abu Abdirrahman Mu’adz-Radhiyallahu anhuma-, dari Rasullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Bertakwalah kepada Allah di mana pun Anda berada. Dan ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik, pasti akan menghapusnya. Dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik”.
Keenam, menjaga kehati-hatian sebagaimana tafsir Ibn Katsir. Diriwayatkan, Sesungguhnya Umar bin Khathab bertanya kepada Ubay bin Ka’ab tentang takwa. Maka Ubay berkata kepada Umar, “Tidakkah Anda pernah melewati jalan yang berduri?” Umar menjawab, “Ya”. Ubay berkata, “Apa yang Anda lakukan?” Umar menjawab, “Aku berusaha keras dan hati-hati”. Ubay berkata, “Itulah takwa”.
Barometer atau kriteria kesuksesan menjalankan ibadah saum Ramadan yang dikemukakan oleh Ustadz Ahum tersebut mungkin saja berbeda dengan kriteria yang dibuat oleh para mubalig yang lain. Namun kalau kita menyimaknya dengan cermat, Insya Allah ada beberapa di antaranya yang sama. Semuanya bermuara pada predikat takwa bagi orang-orang beriman yang menunaikan ibadah saum Ramadan. Dalam ibadah ini terdapat banyak manfaat bagi diri dan umat manusia, termasuk mereka yang dalam keadaan sedang tidak beruntung.
Jika dengan ibadah saum umat Islam meraih predikat takwa dengan segala dampak positifnya, niscaya predikat itu akan jauh lebih berbobot dari menjelmanya sosok ulat menjadi kupu-kupu pada ujung pertapaannya.
Jika umat Islam di tanah air ini merupakan mayorittas dan banyak di antaranya yang sukses dalam beribadah saum Ramadan, mudah-mudahan hal itu menyumbang banyak bagi kondusivitas kehidupan bangsa Indonesia.
Kalaupun dengan bulan pendadaran keimanan dan ketakwaan tahun ini masih saja ada yang merasa kurang sukses meraih predikat takwa, maka mereka dianjurkan untuk berdoa lagi agar Allah Swt menganugerahi umur panjang hingga mampu menunaikan ibadah saum Ramadan tahun berikutnya. (Penulis adalah wartawan senior)