Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Penyelesaian masalah pengungsi Rohingya menjadi semakin sulit dengan adanya krisis politik di Myanmar saat ini, kata Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi.
“Isu Rohingya tidak akan dapat diselesaikan jika akar masalah di Myanmar tidak diselesaikan,” kata Retno, ketika menyampaikan Pernyataan Pers Tahunan Menteri Luar Negeri RI (PPTM) 2023 di Jakarta, Rabu.
Dia mencatat, dalam tiga bulan terakhir, Indonesia menerima tambahan 644 orang pengungsi Rohingya, yang terdampar dalam perjalanan mereka dari kamp-kamp pengungsian di Bangladesh ke negara lain yang dapat memberikan mereka penghidupan yang layak.
Dengan tambahan itu, maka ada 1.500 migran etnis Rohingya yang terdaftar di Indonesia dan kini diurus oleh badan PBB untuk pengungsi (UNHCR).
Indonesia sendiri tidak bisa memberi suaka bagi para pengungsi Rohingya karena belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951.
Meskipun begitu, Juru Bicara Kemlu Teuku Faizasyah menjelaskan bahwa Indonesia selalu memberikan dukungan kemanusiaan, antara lain dengan mengizinkan pengungsi yang terdampar untuk turun dari perahu mereka, seperti yang banyak terjadi di Aceh.
“Itu adalah salah satu prinsip yang bisa kita pegang sekarang. Kita juga bekerja sama dengan IOM dan UNHCR… itu yang perlu kita lakukan saat ini,” tutur Faizasyah.
Lebih dari 700 ribu Rohingya melarikan diri dari tempat asal mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar, pada 2017, untuk menghindari penumpasan yang dilakukan militer terhadap etnis yang tidak diakui sebagai warga negara Myanmar itu.
Mereka kemudian mencari perlindungan ke Bangladesh, di mana mereka tinggal di kamp-kamp pengungsian yang kumuh dan rentan penyakit.
Sejak saat itu, nasib mereka terkatung-katung tanpa kejelasan. Proses repatriasi yang diupayakan antara Myanmar dan Bangladesh juga tidak ada kemajuan.
Sementara itu, Myanmar kini dihadapkan pada krisis politik yang dipicu kudeta militer pada 1 Februari 2021 terhadap pemerintah terpilih.
Junta yang kini berkuasa di Myanmar semakin menyurutkan kemauan warga Rohingya untuk kembali ke Rakhine, karena mereka khawatir akan diserang lagi. (him)