Thursday, December 12, 2024
Home > Cerita > Cerita Khas > HPN 2023 – Sesepuh Wartawan Sumut, Hidangkan Anggur Hitam dan Merah, Catatan Karim Paputungan

HPN 2023 – Sesepuh Wartawan Sumut, Hidangkan Anggur Hitam dan Merah, Catatan Karim Paputungan

Sesepuh Wartawan Sumut, Hidangkan Anggur Hitam dan Merah, (pwipeduli)

Sosok wartawan senior ini sungguh bugar. Tidak terlalu banyak berubah. Tubuh atletis dengan perut datar. Berjalan tetap tegak. Ingatan kuat. Masih aktif berkegiatan, bahkan mengikuti beberapa acara Hari Pers Nasional (HPN) 2023 di Hotel Grand Mercure Medan, Sumatera Utara.

Di sana dia sempat bertemu dengan sahabatnya wartawan senior Tribuana Said dan Taty Mansyur, seorang staf paling senior di Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat.

Ketika Tim PWI Peduli menelepon Sabtu siang (11/2-23) untuk berkunjung ke rumahnya sebelum terbang ke Jakarta, dia menyambut gembira dan langsung merespons.

“Saya tunggu. Tapi sebentar lagi keluar untuk menghadiri undangan,” katanya sambil membagikan alamat.

Kepala biro selama 22 tahun dan salah seorang pendiri CAJ

Wartawan senior ini adalah M Yazid, mantan kepala Biro Lembaga Kantor Berita Nasional  (LKBN) Antara selama 22 tahun, mantan Ketua PWI Medan dan mantan penasihat Pengurus Pusat PWI. Sekarang sebagai sesepuh dan menjadi panutan.

Selain itu, Yazid merupakan salah seorang pendiri Confederation of ASEAN Journalists (CAJ–Konfederasi Wartawan ASEAN) bersama mantan ketua umum PWI Pusat Sofyan Lubis.

Menyambut Gembira, di teras rumah;

Tim PWI Peduli yang datang ke rumahnya di kawasan Helvetia terdiri dari Mohammad Nasir, Karim Paputungan, Elly Sri Pujianti dan Suyanto.

Sehari sebelum acara puncak, Tim PWI Peduli melakukan Bakti Sosial (Baksos) di Stabat, Ibu kota Kabupaten Langkat. Leluhur Yazid adalah etnis Melayu dari Langkat.

“Saya gembira kalian datang,” kata Yazid tersenyum menyambut kami di teras rumahnya yang besar dengan halaman luas. Di  sisi samping dalam rumah tampak terparkir Innova berwarna hitam.

 

“Saya menyopir sendiri. Bukan saja di dalam kota. Keluar kota pun seratusan kilometer saya nyopir sendiri,” kata Yazid yang matanya terang dan awas, tanpa kacamata.

M Nasir, mantan Wartawan Harian Kompas sudah mengenal M Yazid sekitar 30 tahun. Begitupun Elly, sekretaris PWI Peduli dan staf Sekretariat PWI Pusat. Saya juga sudah berbilang tahun mengenal beliau. Kami merupakan generasi di bawah Pak Yazid.

“Saya sekarang berumur 83 tahun jalan,” katanya sambil tersenyum.

Sahabat baik,

Yazid bersahabat baik dengan H Ahmad Adirsyah (alm). Setiap ke Jakarta, Yazid senantiasa bertemu dengan Adirsyah sambil ngopi atau berkunjung ke kantor Harian Merdeka di Jalan Sangaji, Jakarta Pusat. Saya kerap diajak menemani.

Adirsyah, asal Medan adalah wartawan Harian Merdeka yang ditugaskan di Istana. Kemudian menjadi pemimpin redaksi. Saya sebagaimana Adirsyah juga meliput di Istana dan juga  menjadi pemimpin redaksi di harian milik wartawan pejuang BM Diah.

Dikaruniai delapan anak, cucu 14, cicit 6.

“Saya membeli tanah di sini ketika masih murah. Anak saya yang membangun rumah,” tuturnya ketika kami berbincang di ruang tamu.

Rumah itu baru ditempati dua tahun lalu. Sebelumnya, selama 43 tahun Yazid tinggal di rumahnya di kawasan yang sama, tapi sudah terlalu ramai.

Yazid dikaruniai delapan anak, enam di antaranya perempuan. Salah seorang anak perempuannya pernah menjabat sebagai wakil direktur bank BUMN besar. Belakangan diangkat menjadi Direktur utama salah satu BUMN.

Sesepuh wartawan di Medan ini memiliki cucu 14 dan cicit 6 orang. Salah seorang cucu menjadi dosen di Universitas terkemuka di Yogyakarta. Sementara seorang cucu perempuan menemani di rumahnya. Dialah yang menyediakan makan siang kami. Ada anaknya yang  mempunyai rumah di komplek yang sama.

 

Anggur hitam dan anggur merah, berenang 1.500 meter dan puasa Senin Kamis;

 

Kami disuguhi minuman kaleng asal Korea yang jarang dijual di Indonesia. Ada buah anggur dan penganan berupa kue kering.

“Ayo cobain anggurnya. Makan yang hitam dulu baru yang merah,” katanya bercanda. Kami memang disuguhi anggur hitam dan merah.

Syaraf kejepit, sekarang bugar, tanpa keluhan.

Untuk menjaga kebugaran, Yazid rutin berenang sejauh 1.500 meter. Hari Senin dan Kamis dia puasa.

“Apa tidak pernah sakit?”

Rupanya Agustus tahun lalu, dia mengalami syaraf kejepit nomor 45. Kalau berdiri, apalagi berjalan terasa sakit.

Setelah berkonsultasi, dokter menyarankan untuk berenang sebagai therapy. Yazid yang menggemari renang tentu senang, apalagi olah raga ini merupakan hobby-nya.

“Al-hamdulillah. Saya sekarang sehat. Bugar tanpa keluhan,”tuturnya.

Tentang penyelenggaraan HPN di Medan, Yazid mengapresiasi. Namun dari acara di Hotel Grand Mercure yang  sempat dihadirinya, dia melihat sebagian peserta tidak mengikuti dengan sungguh sungguh. Beberapa mondar mandir, malah meninggalkan tempat sebelum acara selesai.

Di samping itu, untuk acara puncak, seharusnya yg mengundang adalah Panitia HPN sebagai pihak yang punya hajat. Bukan gubernur. Namun dia tetap mengapresiasi.

Di sela perbincangan kami, salah seorang mantan Pengurus Pusat PWI meneleponnya untuk menyapa sekalian pamitan.

Kami pun ikut pamitan sambil mengucapkan terima kasih. Pak Yazid nitip salam untuk sahabat sahabat di PWI. (Karim Paputungan, PWI Peduli Pusat)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru