Thursday, December 12, 2024
Home > Cerita > Cerita Khas > Subuh di Haram dan Masjid Aisyah, Catatan Edy Supriatna Syafei dari Mekah

Subuh di Haram dan Masjid Aisyah, Catatan Edy Supriatna Syafei dari Mekah

Bocah menangkap belalang di Masjdil Haram, (edi ss)

Melaksanakan umrah tak akan terasa sempurna jika anggota jemaah tak melaksanakan ibadah sholat subuh di Masjidil Haram. Peserta umrah tidak semua mampu ikut ibadah ini karena sulitnya mengatur waktu.

Saat ini ibadah yang dianggapnya penting, yaitu puasa dan ritual umrah jadi tujuan utamanya: yaitu ihram, mikot, melaksanakan tawaf, sai dan tahalul (rukun ihram).

Betul bahwa kunjungan ke kota Mekkah semata untuk menunaikan ibadah umrah. Tetapi bukan berarti mengabaikan ibadah sholat subuh di masjid tersebut.

Fakus jemaah umrah pada Ramadan 1444 H/2023 M adalah pada ritual umrahnya. Sementara ibadah lima waktu, khususnya sholat subuh, banyak dilakukan di sejumlah masjid yang tersedia di penginapan masing-masing.

Mengapa hal itu terjadi. Ya, karena begitu sulitnya mengatur waktu dalam aktivitas ibadah sehari-hari terkait sholat teraweh dan sholat qiyamullail

Qiyamul lail adalah serangkaian amalan sunah di malam hari. Disepakati ulama bahwa qiyamul lail bila dilaksanakan dengan kesungguhan hati, maka mendapatkan ridha dan pahala dari Allah SWT.

Sungguh terasa berat menunaikan ibadah umrah saat Ramadan. Anggota jemaah harus pandai mengatur waktu. Kapan harus ikut sholat lima waktu, seperti zuhur hingga subuh. Sementara ibadah lain di masjid itu, seperti teraweh dan qiyamul lain merasa harus ditunaikan.

Kesulitan mencuat kala untuk datang ke Masjidil Haram terhambat kondisi transportasi. Bus penuh, kemacetan kota Mekkah, saat 10 hari terakhir Ramadan, terasa parah.

Sungguh, realitas itu semua seperti gambaran pada musim haji.

Banyak di antara peserta umrah tak seluruhnya dapat menunaikan ibadah sholat lima waktu dalam sehari penuh di Masjidil Haram. Kendalanya, lagi-lagi, soal manajemen waktu dan dukungan kemudahan memasuki masjidil Haram.

Sering di dapati, seorang yang berumrah menunaikan ibadah sholat magrib, isya disusul terawih. Dari tiga item ibadah ini, yang bersangkutan baru bisa kembali ke penginapannya pukul 11.00 (malam) waktu setempat.

Jika lagi beruntung naik bus tidak berebutan meski jarak tempuh 1 km. Jika peserta jalan kaki dari kediaman ke masjidil Haram, jangan harap bisa cepat. Sebab, meski jarak dekat tetapi jalannya menanjak.

“Makin berat kala sholat Jumat, misalnya. Matahari seperti di atas kepala. Bagi orang Indonesia, hal itu sangat memberatkan. Apa lagi tengah puasa,” ujar seorang ibu dari Aceh.

Andai peserta umrah memilih waktu sholat Isya, terawih hingga sholat qiyamul lail, bisa jadi yang bersangkutan tak dapat menunaikan sahur di penginapan. Apa lagi untuk sholat subuh. Pasalnya, keburu kelelahan menghinggapi tubuh.

Subuh yang Indah

Waktu subuh adalah saat paling indah. Di situ, bagi penulis, baru terasa nikmatnya ibadah di Masjidil Haram.

Mengapa?

Ya, sederhana alasannya. Masjid ini sedikit memberi kelonggaran untuk anggota jemaah meletakan sejadahnya. Sholat pun tak merasa takut kepala terbentur kaki anggota jemaah umrah dari negara lain yang tubuhnya besar. Maklum, umrah sekali ini pesertanya seperti musim haji.

Kita pun bisa memandang sekitar masjid itu sambil mengaguminya. Jalan sedikit perlahan masih bisa dilakukan. Tapi, jangan dikira, seusai sholat Subuh untuk berdiri berlama-lama di dalam masjid itu dapat dipastikan akan kena benturan badan orang lain. Dan, seperti biasa, askar bersuara keras mengusir.

Jangkrik dan Belalang

Sungguh, pemandangan di Masjidil Haram jelang subuh tambah menarik. Pasalnya, suara jangkrik tak henti sepanjang malam seolah ikut suara hati anak adam yang tengah berzikir.

Jangkrik dan belalang di kawasan Haram memang sejak beberapa tahun terakhir mengganggu jemaah. Tapi tidak terjadi hal itu bagi penulis. Justru keindahan yang hadir ketika kerumunan belalang dan jangkrik berterbangan.

Kerumunan binatang ini makin asyik terbang di bawah sinar terang lampu. Ya, seperti laron di sekitar sinar patromak. Sesekali terlihat laron dan membenturkan badannya ke anggota jemaah yang tengah sholat sunnah.

Hadirnya dua bocah menangkapi belalang di lantai tiga Masjidil Haram, jelang subuh, sungguh menambah kehindahan di situ. Para bocoh Arab ini nampak gembira.

Kehadiran belalang di Masjidil Haram memang tak seindah yang digambarkan penyanyi Iwan Fals yang berjudul Belalang.

Begini lirik lagunya.

Belalang tua di ujung daun

Warnanya kuning kecokelat-cokelatan

Badannya bergoyang ditiup angin

Mulutnya terus saja mengunyah

Tak kenyang-kenyang

 

Sudut mata kananku tak sengaja

Melihat belalang tua yang rakus

Sambil menghisap dalam rokokku

Kutulis syair tentang hati yang khawatir

Jadi belalang di Masjidil Haram memang berbeda dengan belalang di Tanah Air. Tentang khawatir terhadap rakusnya belalang, ya, sama saja dimana pun.

Masjid Aisyah

Subuh di Tanah Suci memang indah. Tidak kalah   juga pemandangan indah hadir di Masjid Aisyah, Tan’im.

Jemaah yang hendak umrah sunah bisa mengambil miqat di masjid yang berjarak 7 km dari Mekkah itu.

Di kawasan masjid ini, menjelang subuh, jemaah umrah sudah memenuhi seluruh sudut ruang masjid mengenakan pakaian ihram.

Sebelumnya anggota jemaah mandi di tempat yang sudah disiapkan, lalu mengenakan ihram dan disusul sholat sunah.

Mereka menyengajakan diri datang lebih awal dan sekaligus menunaikan ibadah sholat subuh. Pemandangan di subuh sungguh indah di sekitar masjid. Begitu matahari terbit anggota jemaah cepat bergerak ke Haram untuk tawaf dan sa’i.

“Mumpung masih pagi. Tawaf siang hari harus dihindari. Panas luar biasa,” ujar seorang pemandu umrah dari Jakarta.  (Edi Supriatna Syafei, wartawan senior)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru