Mimbar-Rakyat.com (Yogyakarta) – “Syarat pertama, seharusnya tidak ada kasus itu. Harusnya (Gunungkidul) 2019 itu sudah ada KLB (antraks), karena tadinya enggak ada, kemudian ada,” kata Pembajun di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY, Kota Yogyakarta, Kamis (6/7).
Pemprov DI Yogyakarta (DIY) mengakui terkait kasus penyebaran penyakit antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul seharusnya telah ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie mengatakan Pemerintah Kabupaten Gunungkidul seharusnya telah mengumumkan status KLB antraks jika mengacu ke Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1501 tahun 2010.
Kriteria kedua yakni angka kesakitan yang sudah dua kali lipat dibanding tahun sebelumnya. Berikutnya, angka kematian naik 50 persen atau lebih dalam kurun waktu sama.
Syarat keempat adalah angka proporsi kejadian penyakit naik dua kali lipat atau lebih dibanding periode sebelummya. Pembajun mengatakan kasus antraks di Gunungkidul yang tercatat pada 2022 lalu kasusnya tak sebanyak pada tahun ini.
“Jadi sebenarnya kalau kita boleh jujur, di Gunungkidul itu harusnya warning-nya sudah dari dulu,” ucap Pembajun kepada CNNIndonesia.com).
Pembajun menuturkan, kasus antraks pernah juga merebak di Kulon Progo pada 2016 silam. Hanya saja kasus di Kulon Progo itu klir berkat sinergitas para instansi terkait.
Kendala kontur Gunungkidul dan pusat populasi ternak DIY
Pada kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) DIY Sugeng Purwanto mengatakan kontur wilayah Gunungkidul kemungkinan membuat pemerintah setempat atau instansi terkait kesulitan mengantisipasi penyebaran antraks.
“Perbedaan kita dengan mungkin di daerah lain ya kalau di sini kepemilikan ternaknya itu kan sedikit-sedikit dan terpencar di masyarakat bisa. Beda di daerah provinsi lain misalnya itu dalam bentuk kelompok besar, sehingga penanganannya itu menjadi lebih cepat karena tersentral,” sebutnya.
Faktor lain yang perlu diingat, kata Sugeng, adalah Gunungkidul sebagai pusat populasi hewan ternak tertinggi di DIY.
“Jadi kalau yang kecil (populasinya), penanganannya lebih sederhana, lebih mudah,” sambungnya.
DPKP juga menyadari masih perlunya upaya persuasif, mengedukasi masyarakat agar tak menyembelih dan mengonsumsi hewan ternak yang mati karena sakit. Mengingat itu adalah salah satu sarana penularan antraks dari hewan ke manusia.
Kemenkes Terbitkan Surat Edaran Waspada Antraks di Seluruh Faskes DIY
Sebagai informasi, kasus antraks ini sudah keselian kalinya merebak di Gunungkidul. Berdasarkan catatan DPKP DIY, penyakit yang dipicu bakteri itu pernah muncul pada Mei dan Desember 2019, Januari 2020, Januari 2022, dan Juni 2023.
Terbaru, kasus penyakit antraks dilaporkan merebak di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul. Pemerintah kabupaten setempat menyebut ada 87 pasien positif terpapar dan satu warga meninggal usai terjangkit antraks.
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul telah menyatakan belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk antraks usai penyakit yang disebabkan bakteri itu merebak di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul.
“Sementara belum ya karena bisa dilokalisasi di Jati dulu pasca ini hasil teman-teman survei ke lapangan langkah-langkah itu nanti kita selanjutnya seperti apa,” kata Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto di Kantor Pemkab Gunungkidul, Rabu (5/7).
Heri menerangkan, pemkab akan memetakan untuk melihat perlu tidaknya penanganan ditingkatkan ke level kelurahan. “Tapi untuk KLB sementara ini kita akan diskusikan dulu,” sambungnya. (ds)