Mimbar-Rakyat.com (Beijing) – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyatakan bahwa perubahan iklim yang berdampak pada krisis air semakin menjadi ancaman serius, sehingga harus menjadi perhatian dan kewaspadaan seluruh negara di dunia.
Menurut dia, terganggunya siklus hidrologi sehingga terjadi krisis air disebabkan oleh kencangnya laju perubahan iklim, yang dipicu oleh makin melompatnya emisi Gas Rumah Kaca dari aktivitas manusia. Demikian dikutip mimbar-rakyat.com dari siaran pers BMKG.
“Air adalah sumber daya penting yang menopang keberlanjutan kehidupan manusia dan planet ini, maka mengelolanya secara efisien, berkelanjutan serta berkeadilan untuk manusia dan alam adalah salah satu tantangan terbesar yang kita hadapi di abad ini,” ungkap Dwikorita dalam acara World Water Congress ke 18 di Beijing, Rabu (13/9).
“Seluruh negara, harus ambil bagian dalam mengatasi masalah air dan menunjukkan pengakuan akan pentingnya air bagi pembangunan berkelanjutan serta kesejahteraan warga. Dengan memprioritaskan kebijakan dan program yang mempromosikan konservasi, perlindungan, dan pemanfaatan air secara keberlanjutan, Forum AIr Dunia ke-10 yang akan diselenggarakan berikutnya, harus menghasilkan tindakan dan hasil nyata,” tambah dia.
Dwikorita diundang sebagai salah satu Keynote Speaker pada sesi High Level Panel yang mengangkat topik ‘Resilient Water Infrastructures and Global Water Security’. Acara tersebut berlangsung dari tanggal 11-15 September 2023 di Beijing China-Germany International Convention and Exhibition Center, Beijing.
Dwikorita mengatakan bahwa persoalan air merupakan persoalan lintas sektoral yang mempengaruhi banyak aspek kehidupan, diantaranya pertanian, energi, kesehatan, lingkungan, dan ketahanan iklim. Maka dari itu, butuh komitmen politik yang kuat untuk mengatasi persoalan air tersebut. Jika tidak, tambah dia, maka prediksi Organisasi Meteorologi Dunia (WMO – World Meteorological Organisation) serta Organisasi Pertanian Pangan Dunia (FAO – Food Agricultural Organisation) mengenai krisis pangan global di tahun 2050 bukan isapan jempol.
Para Kepala Negara, tambah Dwikorita, memainkan peran penting dalam proses Forum Air Dunia untuk menetapkan agenda dan memberikan kepemimpinan dalam mengatasi tantangan air dunia. Oleh karena itu, para Kepala Negara bertanggung jawab untuk memastikan bahwa air mendapatkan prioritas utama yang layak, yang berarti kebijakan dan program yang dibuat harus menjamin terlaksananya pengelolaan sumber daya air secara efisien, berkelanjutan, adil dan merata.
“Secara keseluruhan, partisipasi Kepala Negara dalam World Water Forum sangat penting untuk membantu meningkatkan pentingnya pengelolaan dan akses air secara efisien dan merata sebagai prioritas global, dan dapat memfasilitasi kerja sama berkeadilan antar wilayah dan negara,” ujarnya.
Dwikorita juga menekankan pentingnya sains di bidang iklim dan layanan iklim terapan, untuk mendukung pembangunan infrastruktur sumberdaya air yang berketahanan, untuk menghadapi perubahan iklim yang makin melaju. Sains dan layanan iklim, kata dia, harus memiliki peran yang kuat, sebagai dasar pengambilan kebijakan terkait agenda perubahan iklim, serta sebagai dasar dalam pengembangan infrastruktur yang berketahanan iklim dan berkelanjutan
“Ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menjadi penyempurna berbagai upaya dan kebijakan mengenai adaptasi, mitigasi, ataupun upaya penanggulangan perubahan iklim,” imbuhnya.
Selain menjadi pembicara kunci pada sesi High Level Panel, Dwikorita juga menjadi salah satu narasumber dalam salah satu side event yang merupakan bagian dari Kongres Air Dunia yang ke 18 tersebut, untuk membahas penyiapan ’10th World Water Forum in Bali : Pathways toward ” Water for Shared Prosperity”.
Acara Kongres ke 18 ini juga dihadiri Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sebagai salah satu Pembicara Kunci yang sekaligus mempromosikan bahwa Indonesia akan menjadi tuan rumah untuk World Water Forum ke 10 tahun 2024 di Bali.***(edy)