Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Rumaisah Satyawati alias Eca, istri perwira TNI AU Kolonel Kal MH mendatangi Kantor Oditurat Militer Tinggi II di Jalan Dr Sumarmo Blok Sadar 2 No 43, Penggilingan, Cakung, Jakarta Timur, Senin (18/9/2023) pagi. Eca ingin mencari keadilan atas apa yang dia terima dari perlakuan sanh suami.
Eca yang didampingi kuasa hukumnya Sri Suparyati dari Lokataru ini ingin mendapat kejelasan dari pihak Oditurat Militer Tinggi II terkait dihentikannya kasasi yang dia ajukan atas putusan Pengadilan Militer Tinggi II.
Eca merasa pihak Oditurat yang sejatinya sebagai perwakilannya dalam menuntut keadilan ini tidak mengakomodir keinginannya. Pihak Oditirat malah awalnya setuju dan bersedia mewakilinya dalam mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), namun menjelang penyerahan memori kasasi, Oditurat malah menghentikan upaya hukum kasasi tersebut.
“Kami malah diminta untuk membuat memori kasasi sendiri. Akhirnya pengacara kami setuju walau terdengar aneh. Tapi ketika kami mau menyerahkan memori kasasi, kami malah mendapat kabar kalau kasasi dihentikan,” kata dia.
Eca mengajukan upaya hukum kasasi, karena tak terima dengan putusan Pengadilan Militer Tinggi II. Eca melaporkan sang suami, Kolonel Kal MH karena melakukan pernikahan di luar sepengatahuannya. MH menikahi wanita idaman lain pada 2006. Eca mengetahuinya setelah 15 tahun kemudian, yakni 2021.
Awalnya, Eca hanya melaporkan sang suami ke dinas TNI AU. Namun karena laporan tersebut justru Eca malah mendapat kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dari sang suami. Selama kurang lebih empat bulan menerima KDRT, akhirnya Eca memberanikan diri melaporkannya melalui proses hukum.
Namun laporan KDRT nya juga tidak terlalu memuaskan. Pihak Oditurat menyarankan kepada Eca agar hanya melanjutkan laporan pernikahan ganda sang suami. Lagi-lagi, berkaitan dengan pernikahan ganda sang suami, dirinya tetap tak mendapatkan keadilan.
Pengadilan Militer Tinggi II menyatakan tak bisa meneruskan kasus ini lantaran beranggapan sudah kedaluwarsa. Pengadilan Militer Tinggi II berpedoman pada Pasal 78 KUHP.
Bunyi dan isi Pasal 78 KUHP
(1) Kewenangan menuntut pidana hapus karena daluwarsa:
1. Mengenai semua pelanggaran dan kejahatan yang dilakukan dengan percetakan sesudah satu tahun;
2. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana denda, pidana kurungan, atau pidana penjara paling lama tiga tahun, sesudah enam tahun;
3. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana penjara lebih dari tiga tahun, sesudah dua belas tahun;
4. Mengenai kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, sesudah delapan belas tahun.
(2) Bagi orang yang pada saat melakukan perbuatan umurnya belum delapan belas tahun, masing-masing tenggang daluwarsa di atas dikurangi menjadi sepertiga.
Berharap Kasasi Tetap Berjalan
Eca menyebut, Pengadilan Militer Tinggi II menyatakan kedaluwarsa karena pernikahan ganda sang suami terjadi pada 2006, atau 15 tahun yang lalu. Namun yang diinginkan Eca adalah Pengadilan Militer Tinggi II mempertimbangkan soal awal dirinya mengetahui suaminya sudah menikahi wanita lain, yakni pada 2021.
Karena Pengadilan Militer Tinggi II tak mengakomodir pertimbangan tersebut, Eca melalui Oditurat mengajukan upaya hukum kasasi. Berharap hakim MA bisa mempertimbangkan hal tersebut. Namun rupanya upaya hukum kasasi yang dia harap bisa berjalan malah dihentikan sebelum mulai oleh Oditurat.
“Jadi intinya, kita ke sini mau minta dijelaskan kenapa ada alasan pencabutan kasasi, karena kan kasasi haknya korban, seharusnya dilanjutkan saja terlepas dari posisi ada kedaluwarsa atau tidak, itu harusnya tidak usah jadi permasalahan dan jadi alasan gitu,” kata kuasa hukum Eca, Sri Suparyati.
“Kita sudah sampaikan itu tadi ke Otmil (Oditurat Militer) tapi Otmilnya bilang itu di luar kewenangan kita, itu di ada di Otjen (Oditurat Jenderal). Tapi yang pasti kami sudah melakukan gelar perkara, dan kami juga minta ada alasan tertulis kenapa pencabutan kasasi dilakukan ketika menjelang memori kasasi sudah kami sampaikan,” dia menambahkan.
Sri mengaku kliennya berharap agar kasasi tetap berjalan sebagaimana mestinya. Sri menyebut jika nantinya putusan kasasi serupa dengan vonis Pengadilan Militer Tinggi II, maka hal tersebut tak terlalu jadi persoalan. Asalkan kasasi tetap berjalan.
“Jadi kita berharap ada terobosan di kasasi terhadap unsur pasal 79 tersebut, itu yang kita harapkan karena posisi hakimnya beda, di MA hakim umum bukan militer lagi, nah harapan kita ada peluang itu, kenapa? Karena kita sudah menyampaikan subtansi kasasi itu kita beehatap hakim bisa memberikan keadilan. Tapi kan ini enggak, tiba-tiba sudah dicabut, artinya ini TNI tidak mengakomodir, ini kan hak korban jalani saja, seharusnya kan gitu,” kata dia.
Rumaisah alias Eca menikah secara sah dengan Kolonel Kal MH pada 18 April 1999. Dia telah dikaruniai seorang putri berusia 11 tahun. Namun sang suami menikah dengan wanita lain pada Desember 2006. Pernikahan tersebut tak diketahui olehnya.
Rumaisah melaporkan tindakan sang suami yang menikah ganda itu pada November 2021. Dari laporannya itu, kasus nikah ganda sang suami mulai diperiksa dan naik persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta pada Januari 2023 dengan Nomor perkara: 68-K/PMY.II/AU/XI/2022.
“Pada tanggal 30 Mei 2023 majelis hakim memutus perkara tersebut dengan putusan ‘Majelis Hakim menyatakan bahwa perbuatan terdakwa (suami) secara fakta telah memenuhi delik pidana Pasal 279 ayat (1) KUHP namun, majelis tidak menerima tuntutan Oditur Militer dengan mempertimbangkan pasal 78 KUHP tentang daluwarsa penuntutan’,” ucap Eca.
Adapun Pasal 279 KUHP berbunyi:
(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun:
1. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinannya yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu;
2. barang siapa mengadakan perkawinan padahal mengetahui bahwa perkawinan atau perkawinan-perkawinan pihak lain menjadi penghalang untuk itu.
(2) Jika yang melakukan perbuatan berdasarkan ayat 1 butir 1 menyembunyikan kepada pihak lain bahwa perkawinan yang telah ada menjadi penghalang yang sah untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
(3) Pencabutan hak berdasarkan pasal No. 1 – 5 dapat dinyatakan.
Eca menyebut, dalam sidang di Pengadilan Tinggi Militer II Jakarta hakim tak mempertimbangkan soal dirinya yang baru mengetahui pernikahan ganda tersebut pada Oktober 2021. Selain itu, hakim juga tidak mempertimbangkan soal pernikahan ganda yang berlangsung terus-menerus hingga saat korban melaporkan ke dinas juga tidak menjadi pertimbangan hakim dalam menghitung masa kadaluwarsa penuntutan.
“Hakim tetap menghitung perkara dari bulan Desember 2006 (saat pernikahan ganda terjadi),” kata dia.
Padahal kata Rumaisah, berdasarkan Pasal 53 (ayat 2) KUHP yang berbunyi ‘Jika dalam menegakkan hukum dan keadilan terdapat pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hakim wajib mengutamakan keadilan.
“Maka putusan majelis hakim sangat jauh dari makna berkeadilan bagi saya selaku korban dan sangat tidak memenuhi hak-hak perempuan sebagai korban,” kata Rumaisah.
Upayakan Banding
Atas dasar putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta itu, Rumaisah berusaha mengajukan banding. Namun rupanya keinginannya banding pupus lantaran pada 23 Agustus 2023 dirinya dikirimi salinan putusan banding dengan putusan: Menguatkan Putusan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta tanggal 30 Mei 2023, untuk seluruhnya.
Tak terima hal itu, pada 24 Agustus 2023 Rumaisah menghadap Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kol Chk Tarmizi.
“Beliau yang mewakili saya dalam persidangan, memohon untuk Oditur bersedia mengajukan kasasi dengan alasan terkait adanya pemenuhan hak-hak perempuan dan keadilan bagi korban. Saat itu Oditur menjawab akan mengupayakan untuk mengajukan kasasi dengan catatan ada masukan/input atas memori kasasi dari pengacara saya,” kata dia.
“Meski hal ini aneh, tetapi saat itu saya menyanggupinya dengan mengingat perjalanan panjang yang telah saya tempuh untuk memperoleh keadilan ini,” dia menambahkan.
Kemudian, pada 6 September 2023 Oditur Militer Tinggi II Jakarta mengirimkan foto akte permohonan kasasi No APK/68-K/PMT.II/AU/IX/2023 yang dikeluarkan Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta yang menyatakan bahwa Oditur Militer Tinggi II Jakarta telah resmi mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
Namun selang beberapa jam dari dikiriminya bukti pengajuan kasasi secara resmi, Oditur meminta saya untuk menangguhkan pembuatan memori kasasi dengan alasan menunggu arahan dari Orjen TNI minggu depan.
“Pada 13 September 2023 saat memori kasasi telah selesai dikirimkan kepada Oditur Militer untuk diperiksa ulang, justru saya mendapat balasan yang sangat mengejutkan sekaligus menyakitkan, bahwa Oditur Militer Tinggi II Jakarta mendapat perintah lisan dari Orjen TNI untuk mencabut permohonan kasasi,” kata dia.
Pada 13 September 2023, dia menghadap ke Kantor Oditurat Jenderal untuk memohon bertemu Kepala Orjen TNI, hendak menyampaikan surat permohonan untuk Oditur Militer Tinggi II Jakarta untuk meneruskan kasasi, tetapi tidak dapat diterima dengan alasan dinas luar.
“Tanggal 13 September 2023 sore, Oditur Militer Tinggi II Jakarta mengabarkan bahwa surat permohonan kasasi oleh Oditur Militer Tinggi II Jakarta sudah dicabut karena perintah tertulis Orjen TNI sudah ada,” ucap dia.
Saat itu, Rumaisah mengaku memohon kepada Oditur Militer Tinggi II Jakarta, untuk dapat mengetahui alasan pencabutan, namun Oditur Militer Tinggi II Jakarta menjawab tidak berani menyampaikan alasan dari Orjen TNI. Padahal batas akhir pengajuan kasasi tanggal 19 September 2023.
“Apabila sampai batas tanggal tersebut tidak mengajukan kasasi karena telah dicabut oleh Oditur atas perintah Orjen, maka upaya kasasi yang seharusnya menjadi hak hukum saya menjadi pupus,” pungkas dia. (ds/sumber Liputan6.com)