Mimbar-Rayat.com (Jakarta – Anggota DPR RI Dave Laksono menilai tak sepatutnya Mahkamah Konstitusi (MK) mengakomodasi kepentingan orang per orang atau pihak-pihak tertentu dalam memutus suatu perkara.
“Yang justru harus diakomodasi adalah kepentingan nasional, kepentingan seluruh rakyat Indonesia, bukan kepentingan orang per orang atau pihak-pihak tertentu,” kata Dave Laksono, Rabu (27/9/2023).
Dave yang juga Ketua DPP Partai Golkar ini diminta komentar soal pernyataan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman baru-baru ini bahwa proses pemeriksaan terhadap “judicial review” (uji materi) usia minimal calon presiden/wakil presiden dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah selesai. Katanya, putusan atas gugatan usia minimal capres/cawapres dari 40 tahun menjadi 35 tahun itu tinggal diumumkan saja oleh MK.
Rumor yang beredar, gugatan perkara No 29, No 51 dan No 55 tentang syarat usia capres/cawapres minimal 35 tahun itu telah ditolak oleh MK. Namun, pembacaan amar putusan itu tak kunjung dibacakan oleh MK.
Disinyalir, hal itu terjadi karena ada gugatan baru yang diajukan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas 11 Maret (UNS) Surakarta dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang memohonkan syarat menjadi capres/cawapres adalah berusia 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah tingkat provinsi atau pun kabupaten/kota.
Dave Laksono menegaskan, dalam memutuskan suatu perkara, MK harus melihat spektrum yang lebih luas, yakni kebutuhan bangsa dan negara secara nasional, bukan kepentingan orang per orang, termasuk mereka yang mau maju atau dimajukan sebagai capres/cawapres.
“Bukan kepentingan orang-orang tertentu atau simpatisannya, melainkan kepentingan bangsa dan negara,” cetus anggota Komisi I DPR RI yang juga putra mantan Ketua DPR RI HR Agung Laksono ini.
Negarawan dan Berintergritas
Dave yakin, para hakim konstitusi MK adalah sosok-sosok negarawan dan berintegritas, sehingga dalam memutuskan suatu perkara akan didasarkan pada kepentingan bangsa dan negara, serta akan selalu berdasarkan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan undang-undang yang berlaku.
“Sekarang di UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yakni Pasal 169 huruf q kan batas minimal usia capres/cawapres 40 tahun. Kalau memang ada yang menggugat menjadi 35 tahun atau yang sudah berpengalaman sebagai kepala daerah, itu hak konstitusional warga untuk mengajukan ‘judicial review’. Tapi dikabulkan atau tidak, itu wewenang Majelis Hakim MK. Dan saya yakin hakim-hakim MK adalah sosok-sosok negarawan dan berintegritas serta punya pandangan jauh ke depan, sehingga tidak akan mengakomodasi kepentingan orang per orang, tetapi kepentingan bangsa dan negara yang jadi pegangan mereka,” tegasnya. (ds/sumber Liputan6.com)