Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya memastikan pemindahan dan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) tidak akan mengganggu ekosistem hutan lindung di wilayah Kalimantan.
“Enggak dong. Enggak akan (IKN ganggu hutan lindung),” kata Siti saat ditanyakan apakah nantinya IKN akan mengganggu hutan lindung dalam tayangan YouTube Sekretariat Kabinet RI pada Jumat (29/9/202023).
Siti mengungkapkan, jika memang ada proses pembangunan IKN yang membelah kawasan hutan lindung, maka harus dipastikan tak boleh mengganggu kehidupan satwa. Hal ini, kata Siti, juga sudah dikoordinasikan dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
“Kalau dia ngebelah wilayah jelajah satwa, dia harus bikin underpass atau flyover kayak yang di Riau kan ada jalan tol jadi gajahnya bisa lewat,” ungkapnya.
Sebagai informasi, salah satu konsep perkotaan IKN Nusantara yakni Forest City atau Kota Hutan sehingga ekosistem hutan akan dijaga agar alamnya tetap lestari. Dalam mengusung dan memastikan keberlangsungan konsep Forest City itu, Siti menyebut pemerintah juga sudah menyiapkan masterplan atau dokumen perencanaan tata ruangnya.
“Masterplan sudah ada dan masterplannya itu dibunyikan dalam lampiran undang-undang. Jadi itu jadi pegangan,” ujarnya.
Sebelumnya diberitakan, sekitar 166,4 hektar dari wilayah IKN akan diubah menjadi hutan tropis. Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Otorita Ibu Kota Nusantara (IKN) Bambang Susantono dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi XI DPR RI, Senin (6/2/2023).
Menurut Bambang, hutan-hutan yang saat ini masih difungsikan sebagai hutan produksi juga akan diubah fungsinya. “Yang akan dibangun dari 256 hektar di total wilayah IKN itu hanya 25 persen saja. Sisanya adalah 75 persen. 10 persen akan jadi lahan pangan dan 65 persen diperuntukkan untuk lahan hijau,” ungkap Bambang.
Dia menjelaskan, lahan hijau merupakan area lindung. Nantinya, hutan-hutan produksi yang ada di kawasan tersebut juga akan diubah menjadi hutan tropis.
“Nanti hutan-hutan yang sekarang monokultur akan dikembangkan menjadi hutan tropis,” tambah Bambang. Bila dihitung, 65 persen dari 256 hektar adalah sebesar 166,4 hektar. Adapun hal ini cukup baik mengingat hutan Kalimantan sudah lama dikenal sebagai paru-paru dunia. (ds/sumber Kompas.com)