Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Bekas Gubernur Papua, Lukas Enembe mengajukan banding setelah divonis delapan tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Hal ini disampaikan Lukas Enembe melalui kuasa hukumnya, Petrus Bala Pattyona setelah Ketua Mejelis Hakim Rianto Adam Pontoh membacakan amar putusan kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat Lukas Enembe.
“Demikian putusan majelis hakim berdasarkan musyawarah, jadi atas putusan ini baik Saudara penunut umum maupun terdakwa dan penasihat hukum terdakwa memiliki hak yang sama untuk menyatakan sikap apakah menerima putusan atau menolak putusan,” kata Hakim Pontoh dalam sidang di PN Tipikor Jakarta, Kamis (19/10/20223).
Hakim Pontoh lantas meminta jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lukas Enembe menyampaikan sikap atas putusan Majelis Hakim.
Jika tidak menerima, kedua pihak dapat mengajukan banding. Kedua pihak juga memiliki waktu tujuh hari untuk berpikir-pikir sebelum mengambil langkah hukum terhadap putusan Majelis Hakim.
“Atau Saudara berpikir pikir selama 7 hari itu hak Saudara ya, silakan untuk terdakwa bagaimana sikap Saudara?” tanya Hakim Pontoh. Petrus lantas menyampaikan amar putusan kepada Lukas Enembe yang duduk di hadapan Majelis Hakim memakai kursi roda. Setelah dijelaskan oleh Petus, eks Gubernur Papua itu menolak putusan tersebut.
“Beliau menyatakan menolak putusan hakim,” kata Petrus. “Iya itu hak Suadara, saya sudah jelaskan tadi saudara punya hak yang sama demikian juga dengan Penunut Umum KPK punya hak yang sama untuk menyatakan sikap, bagaimana sikap Saudara?” kata Hakim Pontoh bertanya kepada Jaksa KPK.
“Baik, terima kasih Yang Mulia, atas putusan yang dimaksud kami menyatakan pikir-pikir,” kata Jaksa KPK Wawan Yunarwanto.
Dalam putusan ini, Hakim menyatakan Lukas Enembe terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa penerimaan suap dan gratifikasi saat menjabat sebagai Gubernur Papua periode 2013-2022.
Lukas Enembe dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12 B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 65 Ayat (1) KUHP. Eks Gubernur Papua itu dijatuhi hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider empat bulan penjara.
Tidak hanya pidana badan dan pidana denda, hakim juga menghukum Lukas Enembe untuk membayar uang pengganti sejumlah Rp 19.690.793.900 paling lama dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Putusan ini lebih rendah dibandingkan tuntutan Jaksa KPK yang meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman terhadap Lukas Enembe dengan pidana penjara selama 10 tahun dan enam bulan.
Dalam tuntutan, jaksa menilai Gubernur Papua dua periode itu terbukti menerima suap dengan total Rp 17,7 miliar dan gratifikasi senilai Rp 1,99 miliar. Baca juga: Lukas Enembe Ikuti Sidang Putusan Memakai Kursi Roda Uang puluhan miliar itu diterima Lukas Enembe bersama dengan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Papua Kael Kambuaya dan eks Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Papua Gerius One Yoman.
Selain suap dan gratifikasi, Lukas Enembe diketahui dijerat kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Namun, kasus TPPU tersebut saat ini sedang bergulir di tahap penyidikan di KPK. Belakangan, KPK mengatakan bahwa Lukas Enembe juga akan dijerat dengan dugaan korupsi penyalahgunaan dana operasional Gubernur. (ds/sumber Kompas.com)