Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, semua gugatan terkait usia maksimal calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres) tidak dapat diterima. Hal itu diputuskan Majelis Hakim MK dalam sidang pembacaan putusan nomor 102, 104, dan 107 PUU-XXI/2023, Senin (23/10/2023).
Dalam tiga perkara itu, pemohon menggugat ketentuan usia capres-cawapres dalam Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).
“Menyatakan permohonan para pemohon sepanjang pengujian norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tidak dapat diterima,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan ketiga perkara itu, berkaitan dengan petitum membatasi usia maksimum capres-cawapres.
Majelis Hakim menilai, gugatan tersebut kehilangan obyek permohonan. Sebab, Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) yang awalnya digugat sudah berubah lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 pekan lalu yang membuka kesempatan untuk putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju Pilpres 2024.
Perkara nomor 102 diajukan Wiwit Ariyanto, Rahayu Fatika Sari, dan Rio Saputro, dengan menyertakan 98 advokat. Mereka menganggap bahwa untuk mengelola Indonesia menjadi negara maju, dibutuhkan mobilitas yang sangat tinggi karena wilayah Indonesia sangat luas.
Selain itu, mereka juga menilai, pasal yang ada sekarang memberikan ketidakpastian hukum karena hanya mengatur batas bawah usia capres tanpa mengatur batas atasnya. Mereka menjadikan batas atas usia hakim konstitusi dan hakim agung yang tidak boleh melebihi 70 tahun sebagai perbandingan.
Sementara itu, perkara nomor 104 dilayangkan Gulfino Guevaratto. Ia meminta usia capres-cawapres dibatasi pada rentang 21-65 tahun saat pengangkatan pertama. Hal ini ditujukan untuk mencapai “sinkronisasi horizontal” dengan kekuasaan legislatif dan yudikatif. Batas bawah usia 21 tahun mengacu pada usia minimum syarat menjadi anggota legislatif.
Sementara itu, batas atas usia 65 tahun mengacu pada usia minimum syarat diangkat sebagai hakim. Menurut dia, sinkronisasi horizontal antara lembaga tinggi negara ini adalah metode rasional untuk menjelaskan mengapa usia capres-cawapres harus dibatasi pada usia tertentu.
Lalu, perkara nomor 107 dilayangkan Rudy Hartono yang menginginkan agar capres yang ikut kontestasi berusia tidak lebih dari 70 tahun.
Dia menilai, pengaturan usia maksimum ini tak terpisahkan dari syarat lain pengajuan capres-cawapres, yaitu “mampu secara jasmani dan rohani”.
“Dalam kenyataannya, kemampuan jasmani dan rohani dipengaruhi oleh kematangan usia (batas usia minimal) serta masa usia produktif seseorang (batas usia maksimal),” kata Rudy dalam permohonannya. Sama dengan kubu 98 advokat, Rudy menjadikan batas atas usia hakim konstitusi dan hakim agung yang tidak boleh melebihi 70 tahun sebagai basis argumentasi.
Dia juga menyinggung angka harapan hidup Indonesia yang disebut hanya 68,25 tahun. Ia juga menyinggung para presiden RI yang tak pernah mencapai 70 tahun. (ds/sumber Kompas.com)