Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Ketua Koordinator Strategis Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Sufmi Dasco Ahmad, membantah jika pinjaman luar negeri sebesar Rp 61,7 triliun untuk tambahan belanja Alutsista, bakal digunakan untuk capres nomor urut 2 Prabowo Subianto berkampanye.
Dasco yang juga Ketua Harian Gerindra, meminta agar anggapan-anggapan seperti itu tidak muncul lagi ke depannya. “Saya juga bingung kalau dikait-kaitkan bahwa keperluannya untuk (kampanye) beberapa bulan ke depan ini yang tinggal 3 bulan. Nah itu untuk dipahami bahwa jangan sampai ada anggapan-anggapan seperti itu,” ujar Dasco saat ditemui di Media Center TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Kamis (30/11/2023).
“Ya iya, kampanyenya sudah (sisa) 3 bulan ini, sementara itu (pinjaman luar negeri) kan nanti buat tahun depan, tahun depannya lagi,” sambung Ketua Harian Partai Gerindra ini.
Dasco menjelaskan, jika melihat lebih rinci, sebenarnya tidak ada penambahan anggaran yang didapat oleh kementerian yang Prabowo pimpin tersebut.
Dasco bahkan membocorkan ada kementerian yang meminta penambahan anggaran, tapi tidak dikabulkan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
“Sebenarnya kalau dilihat tidak ada penambahan. Karena usul yang disampaikan itu kemudian ada pembatasan dari Bu Menkeu mengenai anggaran alutsista. Untuk diketahui bahwa seperti saya dapat informasi, bahwa usulan-usulan penambahan anggaran itu tidak cuma Kemenhan, yang lain-lain juga ada yang memang kemudian belum dapat disetujui oleh Kemenkeu dengan alasan ketidakadaan anggaran,” tutur Dasco.
Lalu, Dasco menyebut pinjaman luar negeri Rp 61,7 triliun itu digunakan untuk belanja alutsista ke depannya. Dia mengatakan, jika berkaitan dengan program strategis jangka panjang pertahanan, maka itu ada banyak tahapannya.
Maka dari itu, kata Dasco, uang Rp 61,7 triliun yang akan dibelanjakan untuk alutsista itu bisa dipakai oleh pertahanan Indonesia di masa depan.
“Kan dalam program strategis jangka panjang pertahanan, itu kan ada tahapan-tahapan pembelian alutsista untuk memenuhi kebutuhan dasar daripada alutsista di Indonesia. Dan itu harus direalisasikan, ada program jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang. Dan ini yang dilakukan,” jelasnya.
“Jadi siapa pun Presiden-nya, siapapun Menhan-nya, itu kemudian sistem pertahanan kita sudah jalan. Dan itu bukan buat pada saat ini, itu juga untuk sampai beberapa tahun ke depan,” imbuh Dasco.
Dikutip dari Harian Kompas, peneliti senior Imparsial, Al Araf mempertanyakan kenaikan alokasi belanja alutsista dari pinjaman luar negeri yang tiba-tiba dan akan direalisasikan dalam waktu singkat, di pengujung masa kerja Kabinet Indonesia Maju.
“Satu tahun tidak akan memadai untuk memproses belanja alutsista baru. Kalaupun mungkin, hanya untuk membayar alutsista yang sudah dibeli sebelumnya. Apalagi, Menteri Pertahanan sudah sibuk dengan kampanye,” katanya.
Araf mengingatkan, kenaikan anggaran jelang pemilu berpotensi menimbulkan kecurigaan masyarakat. Apalagi transparansi dan akuntabilitas dalam pengadaan alutsista di Indonesia sangat buruk.
Sebagai contoh, rencana untuk membeli pesawat tempur akhirnya diisi dengan pengadaan pesawat tempur bekas, yakni Mirage 2000-5 bekas pakai Qatar.
Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto, dan Sri Mulyani mengikuti rapat tertutup di Istana Kepresidenan Bogor pada Selasa (28/11/2023) sore lalu.
Dalam rapat dipimpin Presiden Joko Widodo itu dibahas soal anggaran untuk pembangunan sistem pertahanan.
Sri Mulyani dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Jakarta, pada Rabu (29/11/2023) menjelaskan, pertemuan itu membahas belanja alutsista yang menggunakan pinjaman luar negeri. Alokasi untuk sektor pertahanan keamanan ini terdiri dari dua sumber, yakni Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan pinjaman luar negeri.
Alokasi belanja sektor pertahanan keamanan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) tahun anggaran 2024 yang dibagikan Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu pagi, senilai Rp 331,9 triliun. Sumber lainnya adalah pinjaman luar negeri.
”Untuk (periode) tahun 2020-2024, waktu itu, sudah disetujui Bapak Presiden (alokasi) 20,75 miliar dollar AS. Nah, kemarin, karena ada beberapa perubahan, maka alokasi untuk 2024 menjadi 25 miliar dollar AS. Itu yang kemarin disepakati,” kata Sri Mulyani kepada wartawan, seperti dikutip dari Kompas.id. (ds/sumber Kompas.com)