Judul Buku : Trilogi Soekram
Harga : Rp. 62.000,-
Kategori :Roman/Umum,
Science Fiction / Fiksi Ilmiah
Data Buku
Tentang Penulis
Ukuran : 14 x 18 cm
Tebal : 274 halaman
Terbit : Maret 2015
Cover : Softcover
ISBN : 9786020314785
No Produk : 20101150014
Sinopsis
Saudara, saya Soekram, tokoh sebuah cerita yang ditulis oleh seorang pengarang. Ia seenaknya saja memberi saya nama Soekram, yang konon berasal dari bahasa asing yang artinya— ah, saya lupa. Tapi sudahlah. Apa pun nama saya, saya harus menerimanya, bukan? Pengarang itu sudah payah sekali kesehatannya, kalau tiba-tiba ia mati, dan cerita tentang saya belum selesai, bagaimana nasib saya—yang menjadi tokoh utama ceritanya? Saya tidak bisa ditinggalkannya begitu saja, bukan? Saya mohon Saudara berbuat sesuatu.
Trilogi Soekram karya Sapardi Djoko Damono berkisah tentang tokoh Soekram yang tiba-tiba loncat keluar dari cerita dan menggugat sang pengarang. Mengapa ia tak selesai ditulis. Mengapa ia tak bisa menentukan jalan ceritanya sendiri. Mengapa ia tak bisa menjadi pengarang. Mengapa kisah cintanya disusun dengan rumit. Antara Soekram dan Ida, Soekram dan Rosa, Soekram dan istrinya (tentu saja).
Sejumlah pertanyaan itu membungkus kisah Soekram yang mengambil latar di kampus, rumah tangga, dan peristiwa huru-hara Mei 98. Novel karya penyair besar Indonesia ini menunjukkan hubungan paling kompleks sekaligus paling sejati antara pengarang dan tokoh di dalam tulisannya.
Nah, penyair Sapardi Djoko Damono meluncurkan novel “Trilogi Soekram” di Jakarta, Minggu.
Trilogi itu merupakan gabungan dari tiga buku berjudul “Pengarang Telah Mati”, “Pengarang Belum Mati” dan “Pengarang Tak Pernah Mati” yang telah diterbitkan pada 2012.
Trilogi Soekram mengisahkan tokoh Soekram yang keluar dari cerita dan menggugat pengarang yang tidak sempat menyelesaikan tulisannya karena telah wafat.
Kisah Soekram dari bagian pertama mengambil latar belakang kerusuhan 1998.
“Tokoh ini ‘melompat’ dari novel lalu bertemu saya. Kemudian saya diminta menulis lagi tentang Soekram,” papar penyair berusia 75 tahun itu di Jakarta, Minggu.
Bagian kedua mengisahkan pengarang Soekram, yang dikira telah mati, ternyata masih hidup.
Di buku ketiga, tokoh Soekram memilih untuk mengarang sendiri ceritanya. “Di sini ditulis tentang pertemuan Soekram dengan semua tokoh yang telah dibuat sebelumnya oleh penulis lain,” tutur dia.
Peraih penghargaan Akademi Jakarta untuk pencapaian bidang kebudayaan pada 2012 silam itu ingin mengangkat hubungan rumit antara pengarang dengan tokoh ciptaannya dalam “Trilogi Soekram”.
Pencipta puisi “Hujan Bulan Juni” itu mempertanyakan tentang hubungan penulis dan apa yang ditulis.
Penulis yang merupakan makhluk ciptaan Tuhan akan tiada, sementara karya yang ditulis dapat abadi. “Ciptaan manusia malah tidak mati, tetapi ciptaan Tuhan mati. Itu yang saya pikirkan (saat menulis Soekram),” tutur peraih SEA-Write Award dari Thailand pada 1986 tersebut. (KC/AN/arl)