Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Peringatan haul ke-14 KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada Sabtu (16/12/2023), menghasilkan lima poin pernyataan yang disebut “Amanat Ciganjur”.
Lima poin tersebut dibacakan secara bergantian oleh lima orang tokoh. Kelima poin yang dibacakan secara umum menekankan soal pesan untuk pemilihan umum (Pemilu) 2024 dan demokrasi Indonesia. Eks Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin saat membacakan amanat mengatakan, pemilu menjadi penting sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam demokrasi.
“Agar Pemilu dapat benar-benar menjadi sarana mewujudkan kemaslahatan tersebut, maka dengan senantiasa memohon petunjuk dan perlindungan Tuhan yang Maha Kuasa, kami menyampaikan pesan dan amanat kepada penyelenggara, pengawas, peserta dan semua warga bangsa yang memiliki hak pilih dalam Pemilu 2024,” ujar Lukman Hakim.
Poin pertama dalam “Amanat Ciganjur” adalah Pemilu 2024 harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai perwujudan dari nilai ketuhanan, dijalankan dengan penghormatan penuh terhadap hak asasi manusia (HAM).
Selain itu, pemilu mendatang juga harus menjadi sarana yang adil untuk memperjuangkan harkat dan martabat manusia Indonesia tanpa kecuali.
Selanjutnya, akademisi yang juga filsuf Karlina Rohima Supelli membacakan poin kedua, yakni Pemilu 2024 harus diarahkan bagi terbentuknya pemerintahan dan pengelolaan negara yang mengutamakan kesejahteraan rakyat, kemakmuran dan kemaslahatan bersama, tidak mementingkan kelompok tertentu, tidak meninggalkan dan meminggirkan satu pun elemen bangsa. Untuk poin ketiga, Karlina mengatakan, Pemilu 2024 harus dijalankan secara berkeadaban dengan komitmen penyelenggaraan yang damai, jujur, adil, dan bermartabat.
“Peserta, penyelenggara, dan pengawas pemilu, juga semua pihak dan segenap rakyat agar benar-benar mencegah tindak kekerasan dan praktik kecurangan. Aparatur dan alat negara, termasuk aparat keamanan, aparat pertahanan, dan aparat penegak hukum harus terjaga netralitasnya,” ujar Karlina.
Poin keempat yang menekankan soal pemilu dan konstitusi dibacakan oleh tokoh Katolik, Romo Benny Susetyo.
Poin tersebut menyatakan bahwa Pemilu 2024 harus digunakan sebagai pengikat dalam mengatur berbagai perbedaan kepentingan dan keberagaman, menjaga nilai luhur, hak dan kemerdekaan seluruh warga bangsa yang telah dijamin dan diamanatkan oleh konstitusi sebagai warisan para pendiri bangsa.
“Pemilu 2024 harus menaati konstitusi sebagai pijakan utama,” kata Romo Benny.
Sementara itu, poin kelima dibacakan oleh pendeta Gomar Gultom. Poin itu menegaskan agar Pemilu 2024 harus dijadikan sebagai konsensus untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa berdaulat dan disegani. Halaman Berikutnya “Memiliki kemandirian dengan segala anugerah. (ds/sumber Kompas.com)