Monday, September 16, 2024
Home > Berita > Alam Mengingatkan Kita

Alam Mengingatkan Kita

Musibah atau bencana bagai tak henti-henti menimpa rakyat Indonesia. Memasuki bulan Januari 2021 ini saja sejumlah kejadiian menerpa bangsa. Pesawat Sriwijaya SJ 182 jatuh ke laut, gempa di Sulawesi Barat, banjir di Kalimantan Selatan, longsor di Sumedang Jawa Barat, serta banjir-banjir lainnya disejumlah kota atau wilayah, seperti di Manado, Pidie Aceh, Kota Malang, serta di sejumlah tempat.

Sebagian besar bencana atau musibah menimbulkan korban jiwa, serta kerugian yang tidak sedikit. Masyarakat yang terkena musibah umumnya tidak hanya kehilangan harta benda, tetapi juga trauma atas apa yang mereka alami. Apakah itu cukup diatasi dengan bantuan untuk korban bencana, seperti makanan, pakaian, bahkan uang? Jelas tidak.

Para pemimpin negeri ini dipastikan sudah tahu, bahkan sangat tahu penyebab segala bencana yang terjadi di Nusantara. Terlebih bencana alam seperti banjir, longsor, dan lainnya. Bencana alam sering terjadi akibat perusakan lingkungan. Banyak pihak sudah sangat paham, jika musim hujan aibat perusakan lingkungan itu akan muncul banjir dan longsor, dan di musim kemarau terjadi kekeringan, kebakaran hutan di sengaja atau tidak.

Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) sering mempermasalahkan soal kerusakan lingkungan tersebut. Baru-baru ini, terkait dengan banjir di Kalimantan Selatan, Walhi setempat menuding bencana yang terjadi disebabkan oleh izin pertambangan dan perkebunan sawit yang serampangan.

Direktur Eksekutif Walhi Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono, dengan tegas menyatakan, banjir besar di Kalimantan Selatan bukan hanya karena cuaca ekstrem, melainkan akibat rusaknya ekologi di wilayah itu. Apa yang dikatakan jelas tak terbantahkan, termasuk penyebab terjadinya musibah alam di sejumlah proviinsi lainnya, dari Aceh hingga Papua. Lalu ini tanggung jawab siapa?

Pemerintah harusnya tidak hanya memberi izin pengolahan alam, entah itu untuk tambang, perkebunan, dan lainnya. Tetapi juga mengawasi apakah izin yang diberikan tidak disalahgunakan. Ini penting, karena tidak sedikit kecurangan dilakukan pihak yang mendapat izin. Di Kalsel saja misalnya, Walhi setempat menemukan sepanjang tahun 2020 terdapat 814 lubang tambang milik 157 perusahaan batu bara yang masih aktif termasuk yang ditinggal tanpa reklamasi, juga perkebunan kelapa sawit yang mengurangi daya serap tanah.

Bisa jadi perusakan alam dan lingkungan tidak hanya terjadi di Kalimantan, Sumatera, dan di sejumlah pulau di luar Jawa lainnya. Tidak tertutup kemunginan perusakan lingkungan juga terjadi di Pulau Jawa, bahkan di kota-kota besar. Resepan air dijadikan pemukiman, pusat bisnis, dan lainnya. Banjir dan longsor bukti bagaimana alam tidak lagi bersahabat. Alam memperingatkan kita, bumi di Indonesia memerlukan perhatian serius dari pengambil kebijakan.

Kepedulian para pemimpin sangat dibutuhkan. Musibah atau bencana tidak boleh terus terjadi. Para pengambil keputusan harus bergerak cepat, menghambat terus berulangnya musibah demi musibah atau bencana. Apalagi saat ini kita, bahkan masyarakat dunia masih dihantui pandemi virus Corona-19. Pemimpin harus berada di barisan terdepan, berusaha mengatasi penyebab berbagai bencana. Bukan justru aji mumpung, memanfaatkan jabatan mencari keuntungan yang berakibat rusaknya alam. Sedang rakyat jadikanlah bencana atau musibah yang dialami untuk merenung. Mengoreksi diri, apa yang telah dilakukan selama ini.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru