Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Ketua Umum Partai Gerindra yang juga calon presiden nomor urut 2, Prabowo Subianto belakangan kerap berjoget di hadapan khalayak ramai. Jogetnya itu viral disebut sebagai ‘joget gemoy’.
Salah satu momen yakni saat pengambilan nomor urut pasangan capres-cawapres untuk Pilpres 2024 di KPU pertengahan November lalu. Video Prabowo joget saat itu tersebar luas dan menjadi perbincangan netizen di media sosial.
Dalam momen lain di KPU, Prabowo juga berjoget ketika mendapat pertanyaan dari wartawan. Prabowo pun mendapat predikat gemoy dari masyarakat atas aksinya itu
Gemoy sebenarnya merujuk pada ungkapan akan sesuatu yang lucu dan menggemaskan. Gemoy merupakan hasil plesetan dari gemas.
Juru Bicara Tim Nasional (Timnas) Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Surya Tjandra mengkritik kampanye menggunakan gimik gemoy itu.
Dia menyebut kampanye gimik Prabowo mirip dengan yang diterapkan Ferdinand Romualdez Marcos atau Bongbong Marcos saat mengikuti pertarungan Pilpres di Filipina.
Bongbong Marcos adalah anak dari diktator Filipina, Ferdinand Marcos. Ferdinand berkuasa selama 21 tahun dan dianggap otoriter.
“Berbahaya sekali ya. Model-model kampanye yang mirip-mirip sama kasusnya di Filipina kan. Bongbong Marcos yang anaknya Ferdinand Marcos, otoritarian semacam orde baru dulu, bisa come back karena memanipulasi,” kata Surya dalam Political Show CNN Indonesia TV, Senin (27/11) malam.
Bongbong diyakini menang menjadi Presiden Filipina karena massif kampanye di media sosial dan menggaet suara muda. Saat ini, kata Surya, sasaran kampanye gimik pasangan Prabowo-Gibran juga adalah anak muda.
Surya menilai kampanye gimik semacam itu sangat berbahaya lantaran memanipulasi kondisi yang sebenarnya. Menurutnya, banyak anak muda yang masih melihat citra dipermukaan.
“Model-model masyarakat yang masih enggak ngerti, tidak mengalami proses otoritarianisme zaman dulu. Jadi macam-macam. Seperti tadi, ada gimik-gimik,” ujarnya.
Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani merespons kritik yang muncul. Menurutnya, ‘joget gemoy’ tak melanggar prinsip demokrasi.
“Gemoy atau gimik bukan sesuatu yang melanggar prinsip demokrasi. Karena rakyat pada akhirnya akan menentukan pilihannya di kotak suara,” kata Muzani dalam keterangan tertulis, Rabu (29/11).
Ia mengatakan Gerindra dan partai koalisi tak ambil pusing dengan kritik yang ada. Muzani menyebut gimik politik tak lantas menghilangkan substansi dan gagasan.
“Jangan serang kami ketika kreativitas dan inovasi yang kita lakukan dengan santuy, dengan gemoy dianggap menghilangkan substansi demokrasi,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Umam mengatakan berdasar sejumlah data survei, informasi tentang politik paling banyak didapatkan masyarakat dari televisi. Di nomor dua, dari media sosial.
Berangkat dari data itu, menurutnya, bisa dipahami materi-materi konten kampanye kreatif lewat media, memang jauh relatif lebih efektif untuk menjangkau masyarakat yang tidak berhubungan langsung dengan aktivitas politik.
“Dengan melakukan itu, dengan menyebar secara sporadis atau melakukan iklan di media sosial…kalau memang itu dilakukan, diakui atau tidak emang cukup efektif,” kata Umam saat dihubungi CNNIndonesia.com, Kamis (30/11).
Dia mengatakan di media sosial, materi yang mudah diterima masyarakat dari segmen kelas menengah ke bawah secara pendidikan dan literasi politik, adalah materi yang sifatnya receh, bukan materi yang mengandung substansi.
Menurutnya, tidak ada yang salah secara aturan dengan langkah tim Prabowo memanfaatkan media sosial dengan konten-konten receh.
Namun, kata Umam, tindakan itu seperti ‘merecehkan demokrasi’ karena tidak meletakkan materi substansi pada level utama percakapan publik.
“Kalau dilihat dari sisi legal formal, artinya kan enggak ada yang melanggar aturan, tapi di sisi lain, tentu apa yang tadi saya sebut merecehkan demokrasi,” kata dia.
“Jangan sampai kemudian membuat ruang demokrasi yang seharusnya bisa memberikan impact terhadap kebijakan, sesuatu isu substantif, justru menjadi teredukasi oleh hal yang sifatnya remeh-temeh,” imbuh Umam.
Sementara itu, Umam mengatakan kritik soal gimik gemoy yang dilancarkan tim pasangan lain adalah sesuatu yang bagus.
Namun, dalam konteks elektoral, menurutnya baik tim Ganjar-Mahfud maupun Anies-Muhaimin harus mampu mengantisipasi strategi tim Prabowo-Gibran itu.
Ia mengatakan dua tim pasangan calon itu juga harus membuat materi atau konten yang mereka miliki, mampu diterima oleh publik.
“Apa yang mereka anggap sebagai materi yang lebih mendidik secara politik, secara demokrasi, tapi pastikan materi itu bisa menarik untuk diterima oleh publik, menarik untuk dijangkau oleh masyarakat, dan tidak membuatnya menjadi sesuatu yang lebih mengawang-awang,” katanya. (ds/sumber CNNIndonesia.com)