Pada 19 April 2017, Jakarta akan mendapat pimpinan baru, apakah tetap petahana Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok atau gubernur baru Anies Baswedan.
Kubu Ahok maupun Anies sama-sama berusaha keras mendapatkan empati dari para calon pemilih. Berbagai hal dilakukan, baik berupa olah kata mau pun hal yang kelihatan langsung mau pun yang kasat mata – alias dilakukan secara tersembunyi.
Kalau mengamati berbagai info di media sosial, kelihatannya Jakarta seakan mau “pecah”, karena tingginya tensi politik kedua kubu, bahkan tak jarang sudah disertai caci-maki, serang menyerang secara ideologi dan agama.
Berbagai hal yang terjadi bisa saja merupakan fakta nyata tapi bisa juga fakta dikait-kaitkan satu sama lain, sehingga berubah maknanya.
Mulai dari kedatangan para pekerja asing yang illegal ke Indonesia, masalah reklamasi pantai dan berbagai hal lain, hingga yang terakhir masalah penyerangan terhadap Novel Baswedan dan insidenr yang terjadi dalam acara tablig akbar Isra Mikraj yang dihadiri oleh imam besar FPI Habib Rizieq Shihab beserta ribuan jemaahnya di markas DPD FPI DKI Jakarta, Cawang, Jakarta Timur, Ahad (16/4).
Insiden yang diduga merupakan aksi teror itu, dilakukan dengan cara membakar mobil yang parkir di sekitar acara dan diluncurkan ke arah jamaah. Pembagian Sembako pun marak di berbagai tempat dan kedua kubu saling melapor ke Banwaslu bahwa itu merupakan permainan politik uang. Peresmian penggunaan bangunan masjid dan berbagai pengajian pun didalihkan merupakan permainan politik.
Sikap kepolisian yang mengimbau agar sidang kasus pemutusan perkara penistaan agama Ahok agar ditunda dengan alasan keamanan pun ditafsirkan macam-macam. Dinamika politik dirasakan “rancu” mulai dari gedung-gedung besar hingga gang-gang kecil di berbagai pelosok Jakarta.
Jakarta sebagai Ibukota dan merupakan barometer segala kegiatan terasa amat “gerah” menjelang pencoblosan Rabu. Berbagai info di medsos menyebabkan kondisi semakin panas dan sesama teman – bahkan ada yang sesama anggota keluarga pun — saling curiga dan mempertanyakan: kemana teman atau keluarganya berpihak?
Pilkada Jakarta menyiratsuratkan terjadinya berbagai benturan baik bersifat internal mau pun eksternal konflik. Ini dikhawatirkan dapat menjadi eskalasi benturan fisik secara personal dan massal.
Untuk ini, semua pihak diharapkan dapat menjaga diri alias meningkatkan kesabaran. Ini hanya dapat dicapai bila para petinggi dan tim sukses di kedua kubu dapat menyabarkan para pendukung mereka.
Selain itu, kepolisian didukung TNI serta elemen masyarakat, tokoh agama dan politik harus turut serta mengamankan Pilkada. Jangan biarkan ada celah terjadinya benturan antar masyarakat. Pilkada jangan menimbulkan perpecahan.
Doronglah persatuan, kekompakan dan semacamnya, karena tujuan utama memilih gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta lima tahun ke depan adalah untuk membangun daerah, meningkatkan kesejahteraan rakyat dan membina keamanan masyarakat serta menjadikan Jakarta sebagai ibu kota negara yang modern, berbudaya, beriman dan damai.***