JAGAT medsos sekarang ramai tentang Novel Baswedan. Mau diframing ia seorang pahlawan, atau seorang perlaya — meminjam ragam bahasa sunda, untuk kata pupus atau modar — tidaklah penting. Nikmati saja. Nikmati seperti kita menonton film di bioskop, yang meski bohong-bohongan, khayalan, lucu-lucuan , fiksi , fantasi belaka, toh kita asik saja bahkan meski harus membayar.
Karena itu menghibur.
Maka, hiburlah hidup ini.
Jauhilah kemarahan.
Kemarahan atawa kebencian, hanya akan membuat kita seperti minum racun, dan berharap racun itu akan membunuh para musuh.
*
Aotearoa.
Satu kata ini, terasa penuh makna.
Dalam bahasa Maori, konon ia berarti “ tanah awan putih panjang”.
Aotearoa nama lain dari negara Selandia Baru.
Saya menuliskannya, karena ada nilai yang terasa meneduhkan. Setidaknya saya merasakannya.
Dan, ada Jacinda Ardern, perempuan 39 tahun, yang menjabat perdana menteri.
Sampai tiga pekan, setelah ia mengumumkan Selandia Baru menang terhadap Covid-19, tidak satu pun muncul pasien baru.
Saat ia tahu, pasien terakhir di Rumah sakit, sembuh dan pulang ke rumah, ia spontan menari di ruang tamunya, persis dihadapan seorang bocah yang sangat disayanginya. Bocah itu, tak penting dituliskan namanya, adalah buah cintanya, dengan seorang lelaki yang bekerja sebagai presenter TV. Clarke Gayford, yang kini hidup serumah.
Tarian itu adalah sukacita yang – sungguh- tulus.
Maka, Aotearoa, setelah bebas virus, ia menjadi sion, menjadi Yaochi, Danau Zamrud di Gunung Kunlun–tempat ibu dewi–, menjadi “ zona aman” dalam film Hollywood, menjadi benteng perlindungan atau apa pun itu.
Dalam nomenklatur sistem peringatan, mereka sudah kembali ke level 1, kehidupan seperti saat kita tak pernah mendengar tentang coronavirus .
*
TAPI, Aotearoa tanpa nyanyian nyaring.
Bahkan kita merasakan sendu, merasakan gumam yang getir: “kami tak ingin menjadi benteng, menjadi Yaochi, menjadi Zona aman. “
Karena itu hanya berarti kesepian.
“Kami ingin negara Anda seaman negara kami, sehingga kita semua bisa kembali hidup normal – bersama.”
Kita semua tersambung kembali.
Dan, damai.
Dan ini, sekali lagi, itu terasa lebih penting ketimbang ikut-ikutan dalam kisah kepahlawanan yang diframing. Yang absurd. Yang kita sesungguhnya tak banyak tahu !.
Indonesia, selamat malam !
Grogol, 18 Juni 2020)
Catatan: Sudarsono Gunawan