MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Asosiasi Penerbit Jurnal Ilmu Komunikasi Indonesia (APJIKI) berkomitmen mendorong jurnal-jurnal ilmu komunikasi berubah dari versi cetak ke online.
Saat yang sama, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) melalui Direktorat Pengelolaan Kekayaan Intelektual juga siap mendukung jurnal tersebut agar segera terakreditasi.
Demikian antara lain, catatan penting dari Workshop Pendampingan Jurnal Bidang Ilmu Komunikasi yang diselenggarakan APJIKI dan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila pada Kamis di Gedung Fikom UP, Jl Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Hadir sebagai pembicara tunggal dalam workshop itu, Dr. Lukman, ST., M.Hum., dari Pusat Dokumentasi dan Informasi Ilmiah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (PDII-LIPI).
Workhsop dibuka Dekan Fisip UP Prof. Andi Faisal Bakti, MA., Ph.D., yang menekankan pentingnya akademisi atau para dosen menjaga semangat meneliti dan menulis.
‘’Meneliti dan mempublikasikan penelitian itu kewajiban. Dengan cara itulah, pencarian kebenaran akan dihadapkan pada kritik dan koreksi. Sehingga diharapkan, kita bisa terus menemukan hakikat sesuatu,’’ kata profesor yang bertahun-tahun mengajar di sejumlah universitas terkemuka di Amerika, Eropa dan Asia itu.
Andi yang juga dewan penasihat APJIKI, memberikan dukungan kepada organisasi ini agar terus bergerak membantu jurnal-jurnal yang belum online, agar segera berubah sesuai standar, seperti berbasis open journal system (OJS).
Dalam konteks itu, Rustono Farady, salah seorang pengurus APJIKI menyatakan, pihaknya sudah membuat peta jurnal-jurnal ilmu komunikasi untuk memudahkan identifikasi dan pendampingan.
‘’Kita sudah mendata dan membuat klasifikasi. Ada jurnal bidang komunikasi yang online terakreditasi. Tapi banyak juga yang belum. Beberapa sudah online, tapi belum berbasis source yang standar seperti OJS. Tidak sedikit pula yang sedang berusaha ‘naik’ ke online, masih cetak,” ujarnya.
“Ke depan, kita akan terus membuat pelatihan, workshop bahkan bimbingan teknis agar jurnal-jurnal ilmu komunikasi sesuai dengan tuntutan Dikti, dan terus ditingkatkan sampai terakreditasi,’’ kata Rustono.
Dalam workshop itu, Lukman menjelaskan sejumlah salah tafsir yang selama ini diyakini para pengelola jurnal universitas.
Menurut Lukman, OJS hanya salah satu aplikasi web yang memudahkan pengelolaan jurnal online. ‘’Tapi ada aplikasi lain. Tidak wajib itu. Terpenting, jurnal online itu bisa memperlihatkan proses dan manajemen pengelolaan jurnal yang transparan dan bisa dipertanggungjawabkan. Ujungnya nanti, tulisan ilmiah kita bisa diacu atau dikutip secara online oleh sebanyak mungkin penulis atau peneliti,’’ kata Lukman.
Selebihnya, Lukman memandu secara langsung proses pendaftaran akreditasi jurnal online ke laman arjuna.ristek.go.id. Proses ini, harus dilewati jurnal-jurnal ilmiah di Indonesia untuk proses akreditasi dan agar bisa diindeks—melalui aplikasi buatan Dikti, Sinta.
‘’Jadi, setelah lolos Arjuna, jurnal baru bisa masuk Sinta. Per 1 April, para dosen juga bisa daftar di Sinta dengan syarat selain NIDN, punya akun google scholar. Sementara untuk pendaftaran jurnal, baru akan dimulai Mei nanti,’’ kata Lukman.
Perangkat-perangkat ini dihadirkan Dikti untuk meningkatkan mendorong produktivitas karya ilmiah berkualitas di Tanah Air.
Karena sebagaimana diketahui, jumlah tulisan ilmiah dosen masih terbilang rendah. Apalagi ketika diukur dalam konteks internasional. ‘’Di titik ini pula, saya mendukung upaya APJIKI untuk bersama-sama meningkatlan kuantitas dan kualitas jurnal ilmu komunikasi,’’ tutur Lukman. (nh/bidang media APJIKI/arl)