Hampir semua pegawai, pemerintah dan swasta, memiliki kartu Anjungan Tunai Mandiri (ATM)—yang di sononya disebut Automatic Teller Machine. Bahkan pemerintah mengeluarkan kartu-kartu bagi pelajar dan masyarakat seperti Kartu Sehat, Kartu Indonesia Pintar, yang seligus dapat berfungsi sebagai ATM. Demikian pula dengan kartu mahasiswa di banyak perguruan tinggi yang merangkap sebagai kartu ATM.
Nah, Majalah Time, pekan ini menyampaikan berita “ngeri-ngeri sedap”. Menurut sebuah lembaga yang mengatakan pencurian data nasabah melalui pemalsuan kartu ATM meningkat pesat tahun 2015 ini.
FICO menyebutkan dalam bulan Januari-April 2015, tingkat kejahatan via ATM ini meningkat 174% dibandingkan tahun 2014, di Amerika Serikat. Ini pencurian yang dilakukan di mesin ATM milik bank baik yang ditempatkan di kantor mereka maupun lokasi lain. Yang lebih mengerikan para penjahat kerah putih itu mencatat sukses yang lebih spektakuler di ATM bukan bank, yaitu lembaga keuangan seperti penerbit kartu kredit, yakni meningkat 317 %.
Artinya, melakukan kegiatan dengan memanfaatkan mesin ATM menjadi sangat berbahaya. Bahkan media the Wall Street Journal dengan mengutip prediksi dari lembaga konsultan Tremont Capital Group, tahun 2015, penjahat diperkirakan akan sukses menarik uang dari mesin ATM sebanyak 1,5 juta kali.
Tentu dengan memanfaatkan kartu ATM milik orang lain, baik para nasabah bank maupun kartu kredit.
Ya mudah-mudahan itu terjadi “hanya” di Amerika Serikat yang penjahat kerah putih, khususnya kejahatan siber, begitu banyak. Dan tidak menyebar ke Indonesia yang penjahat pintarnya masih sedikit, atau boleh dikatakan orang pintar dalam bidang siber, masih sedikit yang jahat. Sehingga korban di negeri tercinta kita lebih sedikit, walaupun tentu idealnya tidak perlu ada korban sama sekali.
Saat ini kita sering mendengar bagaimana kejahatan terjadi terhadap nasabah bank, pemilik kartu ATM di Indonesia. Mereka sering ditipu dengan cara yang relatif “tradisional” yaitu mereka yang tergoda atas iming-iming ada hadiah atau bonus. Korban yang sudah seperti dihipnotis lalu diarahkan untuk pergi ke mesin ATM lalu diminta menekan nomor-nomor yang ternyata kemudian adalah proses transfer dari rekening korban ke rekening si penjahat. Atau ada pula orang yang menaruh suatu benda di lubang ATM dan begitu ada yang mau mengambil uang dan kartunya macet maka akan muncul orang yang tiba-tiba menolong, yang ternyata menyalin (scan) kode/password si nasabah dan lalu menggunakan kartu lain untuk menguras uang si korban.
Intinya adalah semakin maju peradaban dan teknologi, akan semakin canggih juga kejahatan yang menyertai. Mau tidak mau kita harus waspada dan tidak jadi korban. Caranya, jangan melakukan transaksi di merchant atau tempat yang kelihatannya kurang bonafid. Jangan membiarkan kartu kita tertinggal, tidak memberikan sandi kepada siapapun, sering-sering ganti sandi, dsb.
Jalan paling aman sih, tidak punya kartu ATM dan hanya membawa uang tunai. Tetapi kadang-kadang itu tidak praktis, apalagi untuk keperluan transaksi yang berjumlah cukup besar.
Waspadalah, waspadalah!! (Bung Hen)