Wednesday, April 02, 2025
Home > Berita > Ayo ber-Iktikaf

Ayo ber-Iktikaf

Ilustrasi - Beriktikaf. (bangkitmedia)

Salah satu ibadah sunnah yang biasa dijalankan oleh Rasulullah SAW adalah beriktikaf dan iktikaf sebenarnya tidak hanya dilakukan pada Ramadan saja, namum paling utama (paling afdhal) dilaksanakan pada Ramadan.

Iktikaf pun sebaiknya diadakan pada malam hari di sepuluh hari terakhir Ramadan. Karena Itikaf di bulan Ramadan bisa dikatakan sebagai ruang perawatan khusus untuk menghilangkan dosa dari dalam hati. Rasulullah selalu melakukan itikaf pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan.

Itikaf adalah berhenti / berdiam di dalam masjid dengan syarat tertentu, dengan semata-mata untuk niat beribadah kepada Allah SWT.

Menurut bahasa, iktikaf  berasal dari kata “akafa” yang bermakna “memenjarakan’.

Dikutip dari Rumah Fiqih Indonesia, itikaf merupakan ibadah dengan memenjarakan diri di dalam masjid. Orang yang beritikaf menyibukkan diri dengan berbagai ibadah baik sholat, zikir, maupun membaca Al Quran.

Terkait hukumnya, tertulis dalam laman ponpes.alhasanah.sch.id,  ijmak ulama menyatakan itikaf adalah sunah. Tetapi, masing-masing ulama berbeda pandangan mengenai derajat kesunahan itikaf.

Mazhab Hanafi menyatakan itikaf di 10 hari terakhir Ramadan sebagai amalan sunah muakkadah. Artinya, ibadah ini sangat dianjurkan.

Mazhab Maliki menyatakan hukumnya mandub muakad, bukan sunah. Mandud yaitu segala sesuatu yang dijalankan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan tidak mendapatkan siksa.

Mazhab Syafi’i memandang itikaf dikerjakan kapan pun adalah sunah muakad. Sedangkan Mazhab Hambali memandang itikaf adalah sunah, dan lebih tinggi sunahnya jika dikerjakan di bulan Ramadan.

Sebelum melakukan itikaf, penting bagi kita untuk mengetahui syarat dan rukunnya terlebih dahulu, antara lain sebagai berikut:

Rukun iktikaf

Pertama, niat, dalam i’tikaf harus ada niat sehingga orang yang melakukannya paham apa yang harus dilakukan dan jangan melamun atau pikiran kosong.

Kedua, diam di dalam masjid dan meninggalkan perbuatan yang tidak boleh dilakukan oleh orang yang sedang beri’tikaf. Sebagaimana firman Allah SWTL

…Tetapi, jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beri’tikaf dalam masjid.
(QS Al-Baqarah: 187).  

Orang yang melakukan i’tikaf harus muslim, berakal, suci dari hadas besar (ada pendapat yang mengatakan bahwa hadas kecil juga membatalkan i’tikaf), dan harus di masjid.

I’ktikaf sangatlah dianjurkan dilakukan pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadan, karena dimaksudkan untuk mencari malam lailatul qadar, malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Hal ini pun telah diajarkan oleh Nabi Saw. sebagaimana yang pernah disampaikan oleh istrinya, Aisyah ra:

Bahwasannya Nabi saw. selalu beri’tikaf di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadan sampai Allah memanggilnya, kemudian istri-istrinya meneruskan i’tikafnya setelah itu.
(Muttafaqun ‘alaih)

Di dalam hadis tersebut, juga mengindikasikan dibolehkannya bagi perempuan untuk beriktikaf. Karena digambarkan bahwa para istri Nabi Saw. melakukan i’tikaf sepeninggal Nabi SAW.

Namun, di dalam kitab Ibanatul Ahkam syarh Bulughil Maram karya Sulaiman An Nuri dan Alawi Abbas al Maliki disebutkan, dibolehkannya i’tikaf bagi perempuan di dalam masjid dengan syarat telah mendapatkan izin dari suami dan jika terhindar dari fitnah.

Ibnu Mundzir dan ulama’ lainnya sebagaimana yang telah dikutip oleh imam Ibnu Hajar di dalam Fathul Bari ketika mensyarahi hadis tersebut mengatakan, perempuan tidak boleh i’tikaf sampai meminta izin kepada suaminya.

Selamat menjalankan iktikaf, semoga mendapat rahmat dan mahfiroh dari Allah SWT..aamiin.  (arl)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru