Sunday, September 08, 2024
Home > Cerita > Cerita Khas > Bang Ismet Rauf yang hobi baca buku sudah tiada, Oleh Boyke Soekapdjo *) 

Bang Ismet Rauf yang hobi baca buku sudah tiada, Oleh Boyke Soekapdjo *) 

Ismet Rauf. (minanews)

Ismet Hendra Rauf masuk ANTARA pada 1967, saat suasana masih kental akan dampak guncangan akibat peristiwa 1965, yang menyebabkan ANTARA kehilangan 147 awaknya.

Mbak Lies menyapanya Hendra.

Ia kerap menjuarai lomba penulisan, yang diselenggarakan berbagai lembaga.

Salah satu hadiahnya, televisi berukuran besar, menghiasi sudut baratdaya ruang redaksi.

Ia menyatakan kemenangannya karena ia tidak terjebak dalam masalah teknis, tapi membahasnya secara umum, sehingga memungkinkannya mengaitkan dengan berbagai bidang atau persoalan lain.

Presiden Soeharto termasuk yang pernah menyerahkan hadiah salah satu kemenangannya.

Sejumlah buku ditulisnya, baik secara pribadi maupun bersama orang lain, di antaranya “Perjalanan Panjang PWI”, “Siapa Siapa Wartawan Jakarta” bersama Saleh Dani Adam dan Riyanto Djoko Wahono, dan “Pesan Pembaharuan dari Bandung : Tiga Puluh Tahun Konferensi Asia Afrika” bersama beberapa wartawan ANTARA dengan penyunting Bakran Asmawi dan diterbitkan Kantor Berita ANTARA pada1985.

Di buku itulah saya untuk pertama kali terlibat dalam penulisan buku dan pak Ismet memperkenalkan saya dunia penerbitan dan percetakan dengan mengajak ke percetakan Pemandangan di jalan Gunungsahari dan Delapratasa di Ciracas.

Buku adalah mahkota wartawan. Kalimat Boerhanoeddin Mohammad Diah itu sering diutarakannya untuk merangsang rekan dan adik angkatannya untuk menulis buku.

Bila membuat berita besar, seorang wartawan berumur sehari, karena esok ada berita besar lain. Jika menghasilkan “headline” artikel, ia berusia sepekan, karena pada pekan berikutnya muncul “headline” lain. Tapi, bila menulis buku, namanya akan abadi.

Ia menjadi kolektor buku, khususnya karya awak ANTARA, dan tidak kikir dalam membagi pengetahuan.

Ketika menjadi kepala biro Kualalumpur, ia dipanggil pulang atas masalah jurnalistik tapi lebih kental warna politisnya.

Ia selanjutnya mendapat tugas khusus menyusun sejumlah dokumen sejarah Indonesia dan ANTARA serta menjadi kurator Graha Bakti ANTARA dan Lembaga Pendidikan Jurnalistik ANTARA mendampingi Oscar Motuloh.

Selain itu, ia pernah menjadi anggota Tim Pengarah Pemberitaan Redaksi bersama Abdul Djamal Soamole, Priyambodo RH dan saya. Pada masa itu, ANTARA menjadi acuan berita media massa karena keterbukaannya, termasuk mengenai kemungkinan Soeharto turun dari kekuasaannya.

Ensiklopedia berjalan

Di kelompok itu, ia menunjukkan ketajaman nalar, keluasan wawasan dan kekuatan jaringannya, yang tampak dari berbagai informasi “tidak biasa” yang dimilikinya. Dari situ, ia dikenal di ANTARA sebagai salah satu ensiklopedia berjalan.

Ia pensiun pada 2002 dan 13 tahun kemudian mendapatkan penghargaan bakti sepanjang hidup “Long Life Achievement” dari ANTARA sebagai awak ANTARA yang tetap berkiprah di bidang jurnalisme kendati sudah pensiun. Penghargaan rintisan Direktur Utama Saiful Hadi itu tidak berlanjut, sehingga membuat pak Ismet menjadi satu-satunya penerimanya hingga saat ini.

Sejak 2015, pak Ismet menjadi pemimpin redaksi kantor berita Mi’raj News Agency.

Sosok kelahiran Payakumbuh, Sumatera Barat, 15 November 1945 itu, yang selalu kami panggil Bang Ismet,  meninggal pada 5 Juni 2024.  ***

(Boyke Soekapdjo, wartawan senior kantor berita Antara)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru