Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mencegah bekas Kepala Kantor Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto ke luar negeri selama enam bulan hingga bulan Maret 2024.
Tindakan tersebut juga berlaku untuk tiga orang lainnya yakni Komisaris PT Ardhani Karya Mandiri sekaligus istri Eko, Ari Murniyanti Darmanto; Komisaris PT Emerald Perdana Sakti Rika Yunartika; dan Direktur PT Emerald Perdana Sakti Ayu Andhini.
“Benar, dengan dimulainya penyidikan perkara dugaan penerimaan gratifikasi dan TPPU pada Dirjen Bea Cukai Kemenkeu RI dan tentunya atas dasar kebutuhan tim penyidik dalam pengumpulan alat bukti, maka dilakukan cegah terhadap empat orang pihak terkait,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/9).
Pengajuan cegah pada Ditjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM ini berlaku selama enam bulan dan dapat diperpanjang satu kali untuk waktu yang sama.
“Empat pihak yang dimaksud yaitu satu ASN Bea Cukai dan tiga pihak swasta,” ungkap Ali.
“Kami imbau agar para pihak tersebut selalu kooperatif hadir dan bersedia memberikan keterangan yang sebenarnya di hadapan tim penyidik,” tandasnya.
Eko Darmanto dikabarkan telah ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
KPK belum berbicara banyak mengenai penanganan kasus ini. Ali menyatakan pihaknya akan menyampaikan konstruksi kasus secara lengkap dan jelas kepada publik jika penyidikan dirasa sudah cukup.
Dalam waktu tidak lama, Ali mengatakan tim KPK akan melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi dan menerapkan tindakan atau upaya paksa seperti penggeledahan.
“Sebagai bagian dari proses strategi penanganan perkara, ketika naik proses penyidikan pasti kami juga lakukan upaya-upaya lain agar kooperatif hadir baik itu tersangka ataupun saksi pasti dilakukan pencegahan agar tidak bepergian ke luar negeri,” tutur Ali beberapa waktu lalu.
Proses hukum terhadap Eko ini berawal dari pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). KPK menyebut LHKPN Eko masuk kategori outlier. Hal itu disebabkan oleh utang Eko yang cukup besar yakni Rp9.018.740.000. (ds/sumber CNNIndonesia.com)