Monday, March 31, 2025
Home > Cerita > Berada Di Belantara Pro Kontra,  Oleh Dedi Suhandi

Berada Di Belantara Pro Kontra,  Oleh Dedi Suhandi

Dedi Suhandi. (andien)

Mengemas kebersamaan dalam konteks kemaslahatan, ternyata tidak semudah yang dipetakan di atas kertas, apalagi dalam merespon isu seksi tentang penolakan atas sesuatu – baik berupa ide atau pengejawentahan atas suatu hal bersifat fisikal dan konkret.

Kendati isu itu sudah sekian lama mengental pada para tokoh basis yang pernah bergerak dan berjuang bersama , untuk menyatukan ide, tetap tidak semudah membalik telapak tangan, apalagi untuk mengatakan “tolak”.

Sejak awal, saat menolak, penulis murni ingin menegakkan idealisme kepada masyarakat tentang keberpihakan terhadap kemaslahatan, tidak pernah berpikir sedikit pun tentang finansial dan material, karena idealisme yang ingin dibangun tidak akan pernah sebanding dengan apapun material yang ada.

Kami yang satu ide meneretas idealisme di tengah rasa kepedulian yang semakin rapuh dan sebagian malah sudah apatis.

Sejak penolakan bergemuruh bicara tentang kata “Sinde” saja mesti diperlukan energi dan keberanian yang sungguh-sungguh, karena itu terjadi di tengah cibiran masyarakat.

Lantas sekarang  justru harus melakukan ” sosialisasi” penerimaan.

OMG! Bagaimana harus menaruh muka kehormatan yang telah sama – sama sebagian elemen tegakkan di tengah masyarakat ?

Memahamkan diri sendiri saja butuh bertahun.

Dan itu tak mudah untuk manaklukan ego, gengsi dan  harga diri serta kehormatan untuk mengakui bahwa hal yang pernah kami  ” perjuangkan” dulu itu adalah hal yang keliru?!

Bumerang besar inilah yang harus dielus perlahan, di tengah masyarakat yang sudah terbelah, ada yang pro dengan berbagai kepentingannya, karena faham, ingin pekerjaan, keterikatan dll.

Tapi sebagian menolak itu adalah karena idealisme.

Kondisi yang telah terbelah inilah membuat satu sama lain saling curiga dan saling melempar fitnah, siapa mendapat apa, siapa memperoleh apa.

Kesadaran sebagian elemen akhirnya mencuat, bahwa kita tak boleh lagi terbelah, tidak boleh lagi saling fitnah dan kita ingin bangun kembali kebersamaan yang sempat luluh lantak.

Karena karakter yg berbeda, maka sifat manusia pun terbagi : Ada yang sekali penjelasan cukup faham. Ada yg sampai dua tiga kali, bahkan harus berkali-kali baru faham. Ada yg menolak tapi tak bereaksi. Ada yang justru membangun penolakan secara masif dengan berbagai upaya, mulai dari menggembosi pintu ke pintu, memasang spanduk d itiap sudut gang, postingan di media sosial, bahkan menyampaikannya ke berbagai media online.

Di tengah mudahnya akses media, untuk melakukan posting-posting penolakan disitulah tugas – tugas yang harus lakukan.

Jika penolakan dilakukan dengan elegan dan ilmiah justru dihadapi dengan senyuman, tapi yang sungguh berat dan menyakitkan itu tatkala disertai dengan penyebaran informasi hoax dan mengarah pada fitnah.

Disitulah butuh energi pendekatan yang tak mudah. Dengan terus-menerus saling memberi semangat dan motivasi diantara temen-temen sebagian pegiat kemasyarakatan, sehingga alhamdulillah sebagian masyarakat sudah semakin cerdas, menelaah keadaan.

Penggiringan opini yang masif tentang penolakan tanpa reserve dan tanpa pembanding ilmu, menjadikan penolakan dirasa on the track.

Kajian2 ilmiah tentang air seringkali di takar dengan asumsi, siapa pun akhirnya berbicara subyektif, tidak ada ruang lagi untuk dialog, inilah yang dirasakan menghambat dalam membangun kebersamaan.

Mencermati tulisan Citra Salsabila (Kuningan Mass, 8 Agustus 2021) ada beberapa pendapat yang sudah menjadi bagian dari perjuangan kami tiga empat tahun yang lalu, sebelum memahami aturan yang menjadi referensi dalam pengambilan keputusan mendukung.

Nah, menukil beberapa hadis yang mengaitkannya dengan pengeboran PT Sinde justru terkesan dipaksakan.

Ada beberapa pendapat yang cukup tendensius dengan membenturkan dalil agama dengan mengesampingkan peraturan pemerintah, padahal jelas ada limitasi, batas maksimal yang boleh dimanfaatkan, tentu ini menggiring opini yang menyesatkan.

Di samping itu, ada pendapat yang sungguh menohok bahwa PT Sinde Budi Santosa , memiliki air tanah agar bisa dikeruk sepuas-puasnya untuk bahan baku air mineral yang dibutuhkan. Sebelumnya juga dikatakan :  Terpenting dapat bermanfaat bagi dirinya, sesuai keinginan dan kehendaknya untuk mendapatkan profit.

Jaga idealisme

Mari tetap menjaga idealisme, dengan tidak saling mengklaim tentang paling memiliki akal sehat terhadap perbedaan, tapi mari masing- masing pegang regulasi yang ada, tentang undang-undang dan aturan ketat dari kementerian lingkungan hidup.

Sebagai bentuk tanggung jawab moral, pergerakan sebagian elemen masyarakat kami memiliki indikator yang jelas untuk bahan pengawasan di lapangan, tak ada kata kompromi tentang aturan, ekploatasi, baik tentang kedalaman, volume serta banyak hal yang harus dijaga dan diawasi dengan menempatkan beberapa orang yang sudah diberi pembekalan.

Jalan di depan masih berkelok dan berliku, banyak hal yang masih harus dilakukan. Ibaratnya, menaklukkan kuda liar agar luluh saja butuh ketelatenan, kesabaran dan keterampilan, apalagi untuk menyatukan persepsi masyarakat yang tentu butuh berbagai cara luar biasa.

Kalau bukan karena kesadaran, kesolidan dan keuletan dalam mengolah emosi mungkin akan mudah tumbang dalam tekanan dan lempar handuk.

Mudah-mudahan PT Sinde menjadi trigger bagi investasi lainnya di Kuningan, agar lapangan kerja, geliat ekonomi dan efek domino lainnya terkerek, hingga mengangkat PAD Kuningan yang selama ini selalu “terbuncit” di Jawa Barat.  ***

(Dedi Suhandi, Wakil Ketua Badan Pengawas Desa (BPD) Desa Kalapagunung, Kecamatan Kramatmulya, Kab Kuningan)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru