Melihat lagi ke belakang, betapa banyak kata andaikan yang keluar dalam desah yang ke luar dari mulut kita. Ya, seperti lagu Koes Plus “Andaikan” yang dipopulerkan lagi oleh Ruth Sahanaya, dengan liriknya, “Andaikan kau datang kembali..”. Untunglah aku tidak kedatangan orang yang disebutnya tersebut, sebab kalau benar-benar datang, entah apa yang terjadi pada dirinya, pada kehidupannya.
Itu pula yang terkuak dalam bayangan ketika mendengarkan lagu-lagu semasa SMA, semasa kuliah, atau di masa-masa lalu. Didi Kempot, dalam lagunya “Sewo Kuto” menyampaikan perasaannya ketika memikirkan wanita yang diidamkannya. Beribu kota dia datangi, berbagai orang dia tanyai dan tidak juga menemukan si pujaan hati. Mencoba melupakan nama dari hati, tidak juga bisa. Mengapa, karena ternyata masih ada rasa cinta. Kalau sudah milik orang, bertemu saja pun cukup rasanya.
Begitu pulalah yang dinyanyikan Benny Panjaitan dalam lagu “Gereja Tua”, dia ingat saat remaja, pada suatu momen yang memberikan kenangan indah. Berteduh dari hujan di balik atap gereja. Dan segera pula personil Panbers ini ingin bertemu, sekadar menatap atau berjabat tangan, agar dapat menghilangkan rindu.
Ada satu lagu Karo, Bunga Rampe, karangan Reno Surbakti, yang juga berisi semacam penyesalan karena cinta tokoh lagu itu tidak kesampaian akibat adanya penolakan di masa lalu. Seandainya saja dulu kau katakan iya, tentu lainlah jalan cerita kehidupan. Karena di masa lalu tidak “nyambung” maka yang ditemui pada masa sekarang hanyalah sebuah kuburan tempat si pujaan hati terkubur karena sudah mendahului ke alam baka. Bertemu saja, puas hatiku, begitu kata Benny Panjaitan, dalam syair lagunya.
Manusia bukan malaikat yang tidak punya perasaan, meski memiliki kesadaran bahwa waktu tidak akan bisa kembali. Kerinduan yang besar terhadap masa lalu membuat dia sering berandai-andai, membayangkan sesuatu yang lebih indah, lebih baik, daripada yang dialaminya saat ini, walaupun mungkin hidupnya berbahagia, berkecukupan, dan mencapai semua cita-citanya. Apabila hidupnya kini sengsara, tentu kerinduan akan masa lalu itu semakin besar.
Ada penyesalan, seperti, kalau saja aku lebih rajin mungkin aku akhirnya lolos masuk Akademi Militer, menjadi tentara sesuai cita-cita dan saat ini menjadi jenderal. Ada penyesalan, andai saja dulu aku berani mengatakan bahwa aku mencintainya, mungkin dia menjadi pacarku, menjalin keluarga, dan hidup dengan berbahagia, melahirkan keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah.
Ada yang percaya bahwa hidup kita semua sudah diatur Allah Swt sampai dengan hal-hal yang kecil, jadi sebenarnya manusia percuma saja berusaha. Tapi lebih banyak yang yakin bahwa perjuangan, kerja keras, dan upaya sungguh-sungguh disertai dengan doa akan membuka jalur-jalur yang disediakan Sang Pencipta. Jadi kalaupun ada penyesalan, tentu saja boleh, seandainya kita memang tidak menjalani masa muda dengan serius, tetapi suka-suka dan pasrah, dan tidak memikirkan masa depan, termasuk urusan pasangan hidup.
Seperti kata Zamrud dalam “Pelangi di Matamu”, kalau memang susah untuk berucap menyatakan cinta, ya mungkin perlu kursus berbicara, sebab kalau diam saja, ya wanita yang diidam-idamkan tidak akan pernah tahu perasaan kita. Jadilah kita seperti Ebiet G Ade dalam lagu “Untuk Sebuah Nama”, yang akhirnya yakin bahwa “kau tercipta bukan untukku”.
Masak sih Tuhan itu kejam sekali, dan tidak memberi kesempatan pada ummatnya yang ingin memiliki gadis yang dicintainya? Masalahnya pasti ada pada manusia, bukan Sang Pencipta. Belajar dong, kalau belum tahu. Berani dong, kalau takut. Kerja keras dan usaha, untuk merebut kesempatan yang ada.
Iwan Fals dalam “Buku Ini Aku Pinjam” mencari akal bagaimana agar bisa menyampaikan kata hati kepada teman sekolah yang dia sukai. Dia meminjam buku, dan disebutkan secara eksplisit lalu di buku itu dibubuhi kalimat-kalimat cintanya agar si wanita pujaan tahu. Anda pernah melakukannya? Di masa saya sekolah hal itu banyak dilakukan teman-teman, termasuk saya he..he..he.
Kalau Anda mendengar lagu-lagu lama di Youtube, bacalah komentar yang ada di bawahnya. Luar biasa ekspresif, banyak yang lalu mengingat kenangan manis, tetapi lebih banyak dari sisi penyesalan karena tidak mendapatkan apa yang diharap. Bikin hati makin sesak sebenarnya, karena itu sudah lewat. Kata orang bijak, ambi sisi baiknya saja, bersikap positif. Apapun yang terjadi di masa lalu adalah cerita yang takkan berulang.
Kalau sudah bekerja, berkeluarga, hidup sehat, apalagi berkecukupan, nikmatilah rahmat yang sudah diberikan Sang Pencipta. Apa yang ada di belakang adalah bayangan, apa yang kita jalani adalah kenyataan, dan apa yang ada di depan adalah dunia yang masih bisa dibentuk. Bentuklah dia sesuai dengan evaluasi atas kekurangan dan kegagalan kita di masa lalu.
Sesekali mendengarkan lagu nostalgia tentu saja bagus. Mau tertawa, tersenyum, atau bahkan menitikkan air mata juga mungkin perlu. Kita juga manusia..***