Monday, March 31, 2025
Home > Cerita > Cerita Pendek > Buaya Putih,  Cerpen A.R. Loebis

Buaya Putih,  Cerpen A.R. Loebis

Ilustrasi - Buaya putih. (ezoteriker)

Entah kenapa cerita tentang buaya putih itu memenuhi ruang kepalaku dalam   beberapa malam ini. Aku tahu itu cerita dongeng, tapi danau tempat tinggal   buaya itu kelihatannya cukup seram. Aku menyaksikannya ketika berwisata ke   tempat itu bersama beberapa teman dari Jakarta.

Danau itu kelihatan kecil dari ketinggian tempat kami berdiri. Permukaannya hijau pekat. Sekelilingnya melingkar seperti tembok hijau, semak dan dedaunan pohon besar. Bila memandang berlama-lama, terasa seolah badan kita dihisap atau tertarik ke danau itu. Suasana mistis. Bila kita melemparkan batu ke arah danau, batunya tidak masuk ke arah danau, melainkan kembali ke dinding curam tempat kita berdiri.

Dalam danau cukup luas itu, ada beberapa ekor buaya putih, terkadang seperti menghampiri tepi danau, seperti terlihat dalam rekaman video menggunakan drone.

Dari mana asal buaya putih itu? Nah ini ceritanya amat menarik, mistis, kendati hanya dongeng atau cerita zaman dahulu kala.  Orang sekitarnya menuturkan, pada masa lalu entah tahun berapa, ada seorang lelaki menggagahi puteri kandungnya.

Penghuni tempat itu marah bukan kepalang, bahkan menjadi angkara murka, akibat perbuatan tak senonoh itu. Akhirnya suatu ketika, kampung tempat mereka bermukim amblas ke dalam tanah dan kemudian di permukaannya muncul air hijau pekat. Kawasan itu menjadi danau, yang ditakuti masyarakat sekitar hingga kini. Apalagi ada buaya putih di dalamnya. Tidak ada orang yang berani berenang atau pun menangkap ikan. Kalau pun sedang berada di dekat kawasan danau, orang tidak boleh dan memang tidak berani bicara atau bertindak kotor atau maksiat.

Dua hari setelah berkunjung ke danau itu, aku menerima berita dari teman, buaya putih itu menerkam seorang remaja, menariknya ke dalam danau, dan beberapa hari kemudian dinyatakan tewas. Anehnya, remaja itu tidak dimakan sampai habis. Hanya lengannya yang lepas dari badannya, sedangkan kemaluannya sudah copot, entah kemana perginya.

Dalam berita di media disebutkan, beberapa remaja turun ke dekat danau, Mereka bernyanyi ria sembari memetic gitar. Tak lama kemudian, si remaja tadi datang dan gabung dengan teman-temannya.

Ee, tak lama kemudian buaya putih besar muncul dan menyambar si remaja tadi. Teman-temannya kalang-kabut. Belum pernah sebelumnya ada peristiwa seperti itu, maka menjadi berita hangat bagi media daring dan televisi, bukan saja lokal bahkan nasional.

“Saya ketika pertama melihat danau itu, walau dari tempat jauh, bulu tengkukku berdiri. Entah kenapa. Tempat wisata itu terasa serem,” kata teman yang menelponku, ketika kami membincangkan ihwal penerkaman buaya putih itu.

Sejak si remaja hilang, orang sekitar danau mengadakan upacara khusus untuk meminta maaf kepada leluhur dan agar si remaja kembali lagi ke lingkungan mereka. Peran pawang buaya serta pada tetua kampung amat diandalkan.

Berita terbaru alias breaking news ada di media massa. Ada yang melaporkan si remaja kelihatan di bawa berkeliling danau. Ada yang memberitakan si buaya ingin memberi contoh kepada orang, mungkin si remaja berkata atau bertindak kotor. Berita lengannya putus dan kemaluannya hilang, menjadi berita utama ketika si remaja ditemukan, beberapa hari setelah menghilang.

***

Aku amat penasaran, sebelumnya apakah buaya keramat itu pernah menerkam orang? Kutanya pada beberapa teman yang tinggal di ujung utara pulau di bagian timur Indonesia itu, tapi tidak ada jawaban yang pasti.

“Saya belum pernah mendengar buaya itu menerkam penduduk sekitarnya,” itu jawaban teman yang saya tanya kapan terakhir peristiwa ngeri itu terjadi di tepi danau itu.

“Setahu saya jarang orang ke tepi danau itu. Apalagi bersuka ria sembari bernyanyi,” kata teman lainnya,” Itu danau keramat dan dikeramatkan orang.”

Dalam beberapa malam ini, bayangan buaya putih itu memenuhi rongga kepalaku. Aku berusaha mengenyahkannya, tapi tak kunjung berhasil. Bahkan bayangannya semakin seronok.

Teman di Jakarta yang ikut mendatangi danau itu, saya hubungi dan bertanya tentang danau dan buaya putih itu. Ia menjawab, sesekali ia pun terbayang. “Masih terbayang permukaan danau yag hijau pekat itu. Begitu ngeri dari kejauhan, apalagi bila kita mendekat. Banyak danau yang saya kunjungi, tapi danau hijau itu terasa amat berbeda,” katanya.

Ah, jangan-jangan buaya putih itu pun ingin menunjukkan kepada kami yang berkunjung ke danau itu tentang keberadaannya. Tentang eksistensinya. Tentang kebenaran dongengnya. Ini yang membuat aku semakin tidak dapat melepaskan bayangannya. Terkadang aku heran, kok aku seperti terpenjara dalam diri buaya itu.

Sebelum tidur, kubaca beberapa potong doa, memohon kepada Pencipta Alam Semesta agar aku terbebas dari penjara buaya putih itu. Agar tidak terbawa dalam mimpi dan agar aman tidurku hingga pagi.

Para pembaca cerita pendekku yang budiman. Entah berapa lama aku tertidur. Tiba-tiba aku terbangun, ada seperti suara mengetuk-ketuk pintu depan rumahku.

Siapa dan ada apa ya? Terdengar lagi suara ketukan itu, beberapa kali, tanpa salam. Kukucek mata dan beranjak dari tempat tidur menuju pintu depan. Isteriku lelap dalam selimut di sebelahku.

Ketukan di pintu masih berulang, masih tanpa salam. Siapa ya, pikirku, padahal pintu pagar besi di serambi rumah sudah kugembok tadi malam. Dari mana ia masuk? Apa maksud dan tujuannya?

Ketika kakiku menjejak ruang tamu, terasa aroma harum, seperti bau parfum atau kembang, tapi tak pasti kembang apa. Tapi tiba-tiba bau enak itu berubah menyengat hidung. Sesaat aku terhenyak. Bau harum timbul lagi. Aku melangkah, kok di rumah sendiri takut, batinku.

Aku menuju jendela ruang tamu. Kusingkap sedikit tirai jendela, pelan-pelan, dan..Masya Allah..pandanganku tertumbuk pada hewan melata itu..putih besar..moncongnya yang panjang menganga secara perlahan dikatupkannya.

Srettt..kututup tirai dan pantatku terjerambab ke kursi tamu. Badanku gemetar, kutarik nafas panjang, seisi rumah serasa bergoyang.

Sesaat kemudian aku berdiri, tirai tak lagi kusingkap, berjalan menuju meja tempat gelas air putih, kureguk dengan jemari yang masih gemetar.

Aku masuk ke dalam kamar tidur, menyusup ke dalam selimut, isteriku masih lelap. Bayangan buaya putih itu masih memenuhi kelopak mataku. Bayangan itu tak bisa kuhilangkan, bahkan aku membayangkan kepalaku ada di antara moncongnya yang menganga itu.

Pembaca, entah berapa lama aku baru bisa tertidur dan ketika terlelap entah berapa lama pula waktunya, yang jelas saat itu sudah larut malam.

Aku kembali tersentak, ketika mendengar ada ketukan, kali ini di pintu kamar tidurku. Tok..tok..tok, suaranya tak kuat tapi jelas ada ketukan. Aku menoleh ke samping, istriku masih lelap, jangan-jangan ia tidak mendengar suara ketukan itu.

Badanku kembali gemetar kendati doa sudah kulantunkan. Bau harum kembali menyeruak ke dalam kamar. Pakai apa si moncong panjang itu mengetuk pintu? Ah pembaca, tulangku serasa rontok, aku lunglai. Rasanya aku tak sanggup lagi meneruskan cerita pendek ini. Aku amat menyesal, cerita ini terpaksa kusudahi sampai di sini.

ooo

arloebis.com

Jakarta, 13102022.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru