Wednesday, April 02, 2025
Home > Cerita > Catatan Kecil Tentang Pak Margiono, Oleh Andi Dasmawati

Catatan Kecil Tentang Pak Margiono, Oleh Andi Dasmawati

Margiono (kiri) dalam suatu kesempatan. (Foto: Istimewa)

Sebagai istri Sekjen PWI Pusat, saya mendapat kesempatan bertemu dengan Pak Margiono dan istri saat beliau menjabat Ketua Umum PWI Pusat, khususnya di acara besar seperti Hari Pers Nasional. Mulai dari di Batam, Kepulauan Riau pada tahun 2015, HPN Lombok, HPN Padang, HPN Maluku atau acara lain. Hubungan tetap baik bahkan jauh setelah kepengurusan beliau berakhir.

Saya Andi Dasmawati dan istri Bapak Margiono (kiri). (Foto: Ist)

Silaturahmi tetap terjalin karena kebetulan saya akrab dengan Bu Chinta Margiono. Sering kami bertemu untuk urusan perempuan. Bisa di rumahnya di Bogor, di tempat makan, di kedai kopi, atau yang paling sering di Hotel Swissbell Serpong, milik grup perusahaan Rakyat Merdeka yang dipimpin Pak Margiono. Kami sama-sama punya aparteman di belakang hotel dan kebetulan keluarga Pak Margiono kerap menginap apabila ada kegiatan di Jakarta.

Bertahun-tahun dekat dan bertemu di mata saya, Pak Margiono adalah pribadi  humoris meskipun agak pendiam. Karena sering mengeluhkan berat badan yang naik, Pak Margiono menyarankan saya untuk ikut yoga bersama istrinya. “Ayo, Bu. Biar selesai olahraga, bisa kulineran lagi.” Selera humor Pak Margiono memang sangat mengesankan. Contohnya ketika memesan makanan.

Suatu saat kami bertiga makan di kawasan Bumi Serpong Damai. Setelah duduk, pelayan pun datang bertanya tentang menu yang diinginkan. Pesanan kami bebek goreng, lalapan, makanan laut, dan sebagainya. Rupanya si pelayan coba menawarkan tambahan lain.

“Tempe goreng, Pak?”

“Iya,” jawab Pak Margiono kalem.

“Tambah tahu, Pak?

“Hmmm,”

“Ayam goreng, Pak?

“Terserah,” kata Pak Margiono dengan cuek, sambil tetap menunduk.

Pelayan dengan wajah kecut tetapi tampak tertawa kecil bergegas pergi. Saya tidak bisa menawan geli melihat situasi seperti itu.

Pernah juga saat asyik-asyiknya menikmati hidangan dengan lahap, Pak Margiono mendadak tertawa.

“Habis ini pasti pada  jumpalitan olahraga untuk membakar lemak karena makannya banyak,” sambil melirik ke istrinya yang gemar yoga dan kerap diet ketat agar selalu langsing.

Pertemuan saya dengan Pak Margiono memang tak pernah jauh dari makanan. Entah itu di restoran berpendingin ruangan, di warung kecil ataupun di lesehan pinggir jalan. Kami pernah berempat duduk lesehan di sebuah trotoar, tengah malam menikmati durian di Kota Yogyakarta.

Sehabis menikmati beberapa butir durian, beliau bertanya apakah saya membawa sigaret dalam tas?

“Ada dong, Pak,” kata saya. Tak lama kemudian Pak Margiono akan menyulut rokok untuk menikmati udara malam di antara deru lalu lintas, Dia memang hanya sesekali membakar sigaret, bukan tipe pecandu seperti Vladimir Putin. ***

Karena kedekatan dengan istrinya yang cantik, banyak momen-momen panjang kami lalui bersama. Teringat ketika berada di Mataram, ada perhelatan akbar Hari Pers Nasional, kota dipenuhi tamu. Acara resmi diadakan di Pantai Kuta, Lombok Tengah, yang panas. Kebetulan waktu itu makanan belum dibagikan panitia, maka perut terasa lapar.

“Ayo kabur, Pak,” kata Pak Margono ke suami saya. “Banyak orang mencari kita. Capek tangan saya bersalaman sejak tadi,”  begitu acara selesai dan Pak Jokowi bersama rombongan meninggalkan arena. Celetukan seperti itu mebuat kami semua tertawa.

Menaiki mobil yang sama, driver yang membawa kami kesulitan mencari tempat makan. Semua restoran penuh. Hampir setengan jam lamanya dalam perjalanan menuju Kota Lombok, barulah bertemu restoran sederhana. Ternyata di sana juga banyak wartawan yang barusan ikut puncak acara HPN. Semua makan dengan lahap karena lapar, maklum jam makan siang.

Di HPN Padang, kami berempat keliling kota mencari oleh-oleh. Kami kemudian mampir di sebuah toko pakaian daerah. Kami ceritanya mau beli mukenah khas Sumbar. Saat asyik memilih, tiba-tiba masuk rombongan IKWI Sumut.

Setelah saling salam, Pak Margiono berkata. “Ayo ambil kain satu-satu, nanti saya yang bayar,” maka belasan ibu-ibu itu pun dengan semangat mencari pakaian kesukaan masing-masing, karena gratis. Ya, Pak Margiono, memang terkenal murah hati, sering memberi dengan spontan.

Dia juga suka makan. Pernah dalam salah satu acara di kota Medan, bersama Bu Chinta, saya, dan Pak Margiono mengitari kota sekadar mencarai makan. Memang tidak mudah. Waktu menghampiri tengah malam karena acara yang digagas Pak Margiono yaitu seminar tentang Ibukota Baru, selesainya malam.  Beruntung kami menemukan  sebuah warung Padang yang hampir tutup. Pengunjungnya tinggal kami bertiga dan pemiliknya dengan sabar menunggu kami selesai. Untuk hal-hal seperti ini, Pak Margiono memiliki privilege berbeda, Semua orang memandangnya dengan sorot ramah dan bersahabat.

Pada suatu Akhir Desember, tepatnya malam tahun baru, Pak Margiono ulang tahun. Saya pasti selalu mengingatnya. Malam tahun baru identik dengan hujan deras, Saya terbiasa di rumah saja. Membaca, main gadget, atau apapun itu. Tiba-tiba Bu Chinta, istri Pak Margiono yang cantik menelepon saya. “Main ke sini dong, Kak. Di hotel.” Jarak rumah saya memang dekat. Kalau jalan tol lancar, sekitar tujuh menit, Kata teman saya, sekali injak gas, tiba.

Saya mengira itu hanya ajakan ngopi seperti biasanya, saya bergegas memakai jeans, tanpa make-up kecuali pulasan lip gloss. Begitu sampai di tujuan, dari kejauhan ballroom di sebelah Swissbell terlihat ramai. Sepertinya ada pesta. Saya memilih duduk di café yang berada di depan hotel karena pakaian saya tidak pantas untuk hadir di pesta. Bersantai, menghirup coklat panas dan mengurungkan niat untuk bertemu. Saya kirim pesan via WhatsApp “Ngopinya besok aja, Say.”

Tidak lama kemudian ternyata, Pak Kiki Iswara didaulat menghampiri dan mengajak kami, saya dan suami untuk memasuki ruangan. Meski memakai jeans belel, akhirnya ikut dalam Gala Dinner Malam Tahun Baru yang meriah. Bahkan kami duduk di meja kehormatan bersama tuan rumah. Begitu hitung mundur mencapai angka 0, semua hadirin berteriak, Selamat Tahun Baru, Selamat Ulang Tahun, Pak Margiono. Musikpun berbunyi, balon bertebaran, suasana gembira.

Luar biasa dan mengharukan. Acara yang digagas keluarganya itu ditanggapi dengan penuh kebahagiaan oleh Pak Margiono. Dia menerima ucapan selamat dengan wajah riang meski dia kadang begitu sederhana.

Kini Pak Margiono sudah pergi. Selamat jalan. Jasanya banyak. Sedekahnya banyak. Surga sudah menunggumu.***

Ciputat 2 Februari 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru