Thursday, November 21, 2024
Home > Cerita > Cerita Pendek > Cerita Masjid Kami,   Cerpen Hendry Ch Bangun

Cerita Masjid Kami,   Cerpen Hendry Ch Bangun

Cerita Masjid Kami, cerpen Hendry Ch Bangun. (matakaca)

Tak sengaja Hari bertemu tetangganya Budi Prasetyo ketika memperpanjang STNK mobil di gerai Samsat di sebuah kompleks pertokoan. Sudah lama dia tidak melihat Budi ikut salat subuh di masjid perumahan mereka.

“Assalamualaikum Pak Budi,” dia menyapa. Hari sudah terlebih dahulu memasukkan berkas berupa STNK yang hampir habis masa berlakuknya bersama BPKB, dan KTP.

“Waalaikumsalam. Wah ketemu di sini. Apa kabar Pak Hari,” kata Budi yang datang bersama istrinya. Jarak rumah keduanya tak sampai 100 meter, di jalan yang sama terpisah oleh 15 rumah saja. Setelah memasukkan berkas ke loket mereka duduk berdekatan.

“Kabar baik. Kelihatan segar wajahnya,” kata Hari.

“Ya begitulah. Untuk kita yang pensiunan, nomor satu adalah kesehatan.”

“Saya jarang lihat akhir-akhir ini,” ujar Hari basa-basi. Mereka biasanya memang hanya bertemu di masjid, atau saat dia berolahraga jalan kaki di sekitar kompleks. Meskipun demikian karena memiliki teman yang sama, keduanya akrab.

“Ya mungkin Pak Hari juga baca di WA grup. Nggak hanya kali ini saya beri saran ke pengurus tetapi tidak pernah didengar. Jadi kebanyakan saya salat di masjid di luar komplek,” katanya.

“Iya, saya ikuti usulan Pak Budi. Pengetahuan agama saya sangat sedikit, jadi saya tidak berani komentar. Tapi di luar itu saya pun pernah  memberi saran, demi peningkatan kualitas pelayanan pada jamaah,” katanya.

“Ayo subuh bersama saya saja, nanti saya jemput naik motor,” kata Budi bersemangat.

“Wah, tidak usah Pak. Saya senang berjalan kaki ke masjid kita, hitung-hitung olahraga,” jawab Hari dengan hati-hati agar tidak menyinggung perasaan hatinya.

Banyak mereka bicara tentang apa saja, karena kesempatan seperti ini memang jarang terjadi. Hari agak jarang ke luar rumah, karena dia asyik menulis atau melakukan sesuatu di rumah. Apalagi kalau cuaca sedang panas. Dia hanya keluar kalau ada tetangga hajatan atau kegiatan seperti syukuran lain.

Tidak lama setelah dia dipanggil ke loket untuk melakukan pembayaran, Hari permisi untuk pulang terlebih dahulu. Budi dan istrinya yang menunggu giliran memberi salam.

***

Pengelola masjid sekarang ini memang bukan pilihan jamaah ketika diadakan acara mencari pengurus baru, tahun lalu. Jamaah memilih dua orangtua muda dengan suara terbanyak sedang petahana hanya menduduki urutan ketiga. Dalam komentar di grup WA masjid, khususnya mereka yang masih berusia 30-an dan 40-an menyambut gembira hasil pemilihan.

Tetapi dua minggu kemudian ketika dibuat susunan pengurus baru, diumumkan bahwa petahana kembali menduduki jabatannya. Peraih suara terbanyak merasa tidak mampu mengemban jabatan karena dia masih bekerja penuh sebagai staf di sebuah perusahaan, waktunya tidak akan cukup. Begitu pula peraih suara kedua yang baru saja terpilih sebagai dekan di sebuah perguruan tinggi swasta, mengaku hanya bisa membantu dan tidak bersedia menjadi ketua.

Hasil musyawarah itu  sempat dikomentari negatif karena sebagian kecewa, percuma memilih tokh akhirnya yang memimpin orang dianggap kurang mumpuni. Tetapi karena dua pemenang sendiri yang tidak bersedia duduk di tampuk, ya akhirnya diterima saja.

Salah satu kelemahan pengurus adalah kurang aspiratif terhadap usul-usul yang datang dari jamaah. Di samping itu terlalu berhemat, padahal kas masjid adalah hasil sumbangan donator dan juga ummat melalui kotak amal, celengan bulanan, donasi kegiatan dsb.

“Pelit, kayak megang uangnya sendiri,” kata seorang staf pengelola yang mengundurkan diri karena kurang puas.

Hari sendiri menilai, itu hanya perbedaan sudut pandang saja. Dia pernah mendengar bahwa pengurus tidak ingin kas dipakai untuk hal-hal yang tidak substansial, sehingga kalau ada kegiatan maka didahulukan meminta sumbangan dari jamaah.

Di sisi lain jamaah banyak merasa bahwa uang itu justru harus dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kemaslahatan lingkungan, misalnya untuk aktivitas remaja, yang tidak hanya terkait hal keagamaan. Bahkan kalau perlu memberikan bantuan bagi orang-orang miskin di lingkungan atau memberi bea siswa bagi pelajar yang tidak mampu sekolah.

Pernah sebenarnya sejumlah pengurus berkunjung ke masjid Jogokaryan di Yogyakarta, yang terkenal dengan saldo nol. Semua donasi yang diperoleh masjid, dihabiskan untuk kegiatan umat di sektor keagamaan, sosial, pendidikan, dan pelayanan di masjid. Tetapi bukannya kekurangan, jumlah uang yang masuk ke kas masjid malah terus bertambah dan bertambah.

“Nah, itu ada contoh baik. Seharusnya masjid kita meniru. Tidak usah takut kas kehabisan uang, rezeki itu pasti ada,” ujar seorang warga di grup WA masjid. Hanya saja usulan itu seperti angin lalu dan tidak digubris karena pengurus memiliki alasan agar ada cadangan uang di kas, yang bagi sebagian orang sebagai ketakutan yang berlebihan.

***

Hari sendiri tidak mau larut dalam perselisihan yang terjadi antara jamaah dengan pengurus. Dia meyakini itu adalah bagian dari dinamika kehidupan dan harus diterima, tidak perlu dirisaukan.

Pengurus masjid adalah pensiunan pegawai negeri sipil yang sekarang disebut ASN, sehingga masuk akal dia memiliki cara berfikir yang konservatif dalam mengelola uang. Mungkin mereka tidak ingin dianggap tidak cakap apabila karena sesuatu dan lain hal, kas melompong dan kesulitan membayar modin, listri, air, tenaga kebersilan, dan pemeliharaan agar layanan masjid tetap prima.

Di sisi lain dengan semakin banyaknya informasii di media massa dan khususnya lagi media sosial maka  wajar juga sebagian orang ingin agar masjid dikelola sesuai perkembangan zaman dan cara berpikir baru. Akan selalu ada perbedaan pandangan, gap, antara kalangan muda dan orang tua dalam semua hal. Yang bijak adalah diskusi dengan baik dan mengihlaskan semuanya kepada pemegang keputusan, karena mereka yang mengemban amanah.

Menurut Hari, kalau ditanya pendapat orang, akan selalu ada kekurangan di dalam pelayanan, tetapi sejauh itu dapat ditolerir tidak ada masalah. Dia merasa dapat beribadah dengan tenang, masjid bersih, aman, mereka yang bertugas mulai dari azan, imam, sudah menjalankan tugas dengan baik.

Dia tidak ingin masjid itu nanti mengalami kejadian seperti cerita pendek AA Navis, Robohnya Surau Kami, yang pengelolanya patah hati karena dikritik anak muda. Beberapa tahun kemudian masjid itu ditinggalkan pengelolanya, terlantar, dan rubuh.

Sebagai seorang yang sering diajak bicara, bahkan juga pernah diangkat menjadi penasehat untuk beberapa saat, kekurangan justru ciri manusia. Yang sempurna itu hanya Allah. Namun apabila semua berniat baik untuk melakukan terbaik bagi sesama, itu sudah cukup untuk menjadikan suasana yang kondusif.

Subuh ini pun dia tidak melihat tetangganya Budi Prasetyo yang dulu bersama Hari selalu menempati saf pertama di masjid. Artinya dia salat dengan naik sepeda motor ke masjid di perkampungan sebelah kompleks.

“Semoga dia selalu dirahmati Allah Subhana Wataala,” katanya dalam hati.

Sambil menghirup udara pagi yang segar, Hari melangkah ke rumah. Ada senyum di wajahnya, membayangkan indahnya perbedaan.***

oOo

Ciputat, 14072023

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru