SEMAKIN gamblang langkah Jokowi. Dia tidak nyaman hanya bersandar pada PDIP, partai yang hanya memposisikan sebagai petugas partai.
Reshufle jilid III yang dilakukan pekan ini menjelaskan, ia ingin Golkar menjadi tulang punggung kedua. Atau bahkan utama.
Dengan menempatkan Airlangga Hartarto tetap di kursi menteri berarti Airlangga akan tetap sebagai pembantu presiden. Artinya ketua umum Golkar akan tetap berada dalam kendali penuh.
Kondisi ini diperkokoh lagi dengan menarik Idrus Marham dalam barisan kabinet.Sempurna sudah potensi Golkar sebagai tiang penyangga petahana di Pemilu 2019.Idrus adalah sekjen Golkar selama 3 periode.
Masuknya Idrus, sekaligus menoreh kubu Prabowo dalam koalisi Merah Putih.Idrus adalah mantan komandan pemenangan kubu Merah Putih yang mengusung Prabowo pada Pemilu 2014.
Sekaligus membalas langkah cerdik Prabowo ketika merekrut Anis Baswedan di kursi gubernur DKI dan Sudirnan Said sebagai cawagub Jateng. kedua tokoh ini adalah mantan menteri Jokowi yang dipensiunkan.
Sejatinya peperangan Pilpres 2019 sudah dimulai. Mahkamah Konstitusi yang menolak uji materi syarat ambang batas pencalonan presiden sebesar 20 persen kursi atau 25 persen suara DPR mengerucutkan pasangan calon presiden 2019 menjadi dua sosok, yakni Jokowi sebagai petahana dan Prabowo Subianto sebagai penantang.
Peta pasangan calon di pilpres yang semakin jelas itu membuat Jokowi memperkokoh kaki politik koalisi pendukungnya.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri sering melontarkan para kader adalah ”petugas partai” yang harus siap menerima perintah partai kapan dan di mana pun. Ini membuat Presiden Jokowi tidak nyaman.
Secara diam-diam mengantisipasi kemungkinan terburuk ia membangun dukunngan partai politik lain yang secara prematur telah memberi dukungan politik bagi pencalonannya kembali pada Pilpres 2019. L
Di tengah upaya dan kerja kerasnya membangun percepatan pembangunan infrastruktur, Jokowi memerlukan kepastian politik, apakah bisa memperpanjang pemerintahannya melalui Pilpres 2019 atau tidak.
Kepastian itulah yang diperoleh Jokowi melalui dukungan politik Golkar (91 kursi DPR), Nasdem (35), Hanura (16), PKB (47), dan PPP (39). Mereka sudah sevcara dini mendeklarasikan Jokowi sebagai capres 2019.
Tanpa PDI Perjuangan, Jokowi bisa melenggang dengan jumlah kursi total 228 kursi (40,7 persen), jauh di atas syarat ambang batas pencalonan presiden, yakni minimum 20 persen kursi DPR. Itulah mengapa muncul Jenderal TNI (Purn) Moeldoko—anggota Dewan Pembina dan salah seorang Wakil Ketua Umum Partai Hanura—sebagai Kepala Staf Kantor Presiden menggantikan Jokowi sedang melakukan konsolidasi dukungan menjelang 2019.
Dengan kekuatan ini ia pun bisa bilang “nanti dulu” bila Bu Mega memaksakan Puan Maharani di kursi cawapres dalam Pilpres 2019 nanti. Bila skenario ini benar adanya, kita pun mafhum, begitulah politik. Wallahu alam. (ahmad istiqom)