Di Keheningan Malam
Puisi Djunaedi Tjunti Agus
Televisi yang tergantung di dinding
Terus nyerocos tentang banyak hal
Cermin berdiri kokoh menantang
Aku hanya bisa menarik nafas
Kesal campur aduk, lunglai
Ingin marah, tapi kepada siapa
Sesekali roda koper terdengar keras
Memecah kesunyian lorong
Ada suara percakapan, tapi sesaat
Kemudian berlalu, kembali lengang
Sebungkah roti terlihat membatu
Teronggok tak tersentuh di meja hias
Tak ingat sejak kapan ada di situ?
Tak mungkin jika itu bekas mu
Karena kau telah lama jauh
Jauh di seberang, di ujung cakrawala
Di malam yang sunyi ini
Tiba-tiba saja aku ingat kamu
Pikiranku menerawang jauh, rindu
Hati bagai diiris, tiba-tiba sedih
Lambung kiri terasa perih
Mag kumat, karena sensitif
Dua cangkir masih ada di situ
Di meja yang sarat, macam-macam
Tapi untuk siapa, aku hanya sendiri
Mungkinkah kau akan kembali?
Tapi kapan, aku tak pasti
Aku tenggelam dalam sunyi
Beberapa nama terlintas
Tetapi selalu berenti pada sosokmu
Namamu yang kerap muncul
Membuatku selalu tertegun
Memaksaku terus bertanya
Membuat yang lain tak bermakna
Kau tak pernah bosan berdoa
Berdoa untuk kita, untuk semua
Tanpa peduli dikabulkan-Nya
Semua itu ada saatnya
Itu selalu katamu, tapi kapan?
Kau tak peduli, terus memuji
Haruskah semua diserahkan Ilahi
Meski kita terus dizolimi
Dipimpin orang-orang tak berbudi
Beranggapan korupsi lazim
Kapan sunyi ini berlalu
Kapan kita tidak lagi hanya bermimpi
Kapan harapan jadi kenyataan
Kapan doa kita dikabulkan
Kapan pemimpin zolim pergi
Kapan? Ya, kapan!?
Pasti jawabmu ada saatnya, nanti
@Palembang, 25 Juni 2012
*tersimpan rapi di fb