Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Muslim Pro membantah laporan yang mengatakan bahwa mereka menjual data pribadi penggunanya di Aplikasi Doa dan Alquran ke perantara yang kemudian menyerahkannya kepada militer Amerika Serikat (AS).
Pengembang aplikasi yang telah menjangkau hampir 100 juta pengguna di lebih dari 216 negara di seluruh dunia itu mengatakan, mereka berkomitmen untuk melindungi dan mengamankan privasi penggunanya.
Seperti dilansir Aljazeera, Muslim Pro dalam sebuah pernyataan resmi menyampaikan laporan media beredar bahwa Muslim Pro telah menjual data pribadi penggunanya ke militer AS tidak benar.
“Muslim Pro berkomitmen untuk melindungi dan mengamankan privasi pengguna kami. Ini adalah masalah yang kami tangani dengan sangat serius,” kata Muslim Pro lewat Twitter yang dikutif CNNIndonesia.com., Rabu (18/11).
Muslim Pro mendapat kecaman setelah penyelidikan majalah online Motherboard menemukan, aplikasi tersebut adalah satu dari ratusan aplikasi yang diduga menghasilkan uang dengan menjual data lokasi pengguna ke broker pihak ketiga, yang kemudian dibeli militer AS.
X-Mode, salah satu perusahaan yang terlibat dalam penjualan data lokasi Muslim Pro mengatakan, mereka melacak 25 juta perangkat di AS setiap bulan dan 40 juta di tempat lain, termasuk di Uni Eropa, Amerika Latin, dan kawasan Asia Pasifik.
Dalam pernyataannya, Muslim Pro mengumumkan pemutusan hubungan dengan perusahaan.
“Kami telah memutuskan untuk menghentikan hubungan kami dengan semua mitra data, termasuk X-Mode, berlaku segera,” katanya.
X-Mode memberi tahu Motherboard bahwa bisnisnya dengan kontraktor militer AS bersifat internasional dan berfokus pada tiga kasus penggunaan, yakni kontra terorisme, keamanan siber, dan prediksi hotspot Covid-19 di masa depan.
Motherboard menggunakan perangkat lunak analisis jaringan yang mengungkapkan bahwa versi Android dan iOS dari aplikasi tersebut mengirimkan data lokasi ke X-Mode.
Aplikasi lain yang ditampilkan dalam investigasi itu adalah aplikasi kencan Muslim Mingle yang telah diunduh lebih dari 100.000 kali. Militer AS mengkonfirmasi laporan Motherboard dan mengatakan mereka menggunakan data tersebut untuk mendukung misi Pasukan Operasi Khusus di luar negeri.
Melansir The Star, pengembang mengatakan bahwa selain dari fungsi komunitasnya, setiap fitur dalam aplikasi Muslim Pro tersedia untuk pengguna tanpa harus mendaftar atau masuk. Kebijakan itu berkontribusi pada anonimitas data yang dikumpulkan dan diproses.
Perusahaan menambahkan bahwa data anonim dibagikan dengan mitra teknologi terpilih sebagai bagian dari upaya untuk melayani penggunanya dengan lebih baik dan membantu bisnis meningkatkan penawaran produk dan layanan mereka.
“Sejak kami diberi tahu tentang situasinya, kami telah meluncurkan penyelidikan internal dan sedang meninjau kebijakan tata kelola data kami untuk mengonfirmasi bahwa semua data pengguna ditangani sesuai dengan persyaratan yang ada,” kata Muslim Pro.
Perusahaan juga meminta maaf kepada pengguna atas kekhawatiran yang disebabkan oleh laporan media.
“Kami meminta maaf kepada semua pengguna kami atas kekhawatiran bahwa laporan ini telah menyebabkan mereka dan kami dapat mengonfirmasi bahwa data Anda aman bersama kami,” kata Muslim Pro.
Melansir Media Buzz, Muslim Pro dibuat oleh CEO Bitsmedia, Erwan Macé pada bulan Agustus 2010. Bitsmedia adalah startup teknologi asal Singapura yang didirikan pada tahun 2009 dan berfokus pada pengembangan, serta penerbitan aplikasi Muslim Pro terkemuka di dunia.
Pada Juli 2017, Bitsmedia dan Muslim Pro diakuisisi oleh Bintang Capital (Malaysia) dan CMIA (Singapura). Berkantor pusat di Singapura, perusahaan telah memperluas kehadiran regionalnya dengan kantor lokal di Kuala Lumpur, Malaysia dan Jakarta, Indonesia. (ds)