MIMBAR-RAKYAT.com (Sepang, Malaysia) – Usinya pada 28 Oktober 2017 baru 13 tahun, namun ia sudah ikut menguber tanda tangan pebalap pada ajang laga F1 Malaysia GP di penghujung September 2017 dan hebatnya lagi, ia mengerti amat mendalam tentang F1 bahkan hapal nama-nama para pebalapnya.
Evan Yonathan, kelahiran Tangerang 28 Oktober 2004 dan menuntut ilmu di Sekolah Pelita Harapan Lippo Karawaci Tangerang, amat lincah menguber tanta tangan pebalap yang menginap di Sama-Sama Hotel di kawasan Sepang bahkan ia hanya melambaikan tangan ketika dipanggil, padahal ia amat ramah dan banyak bicara bila waktu luang.
Menguber tanda tangan pebalap itu ya di hotel bersama para “penguber” tanda tangan lainnya yang berdatangan dari berbagai negara, saling menunggu di dekat pintu lift, karena dari situlah si pebalap muncul. Mereka foto bersama dan minta tanda tangan sedangkan si pebalap tetap berjalan. Mereka tentu tidak dapat mendekati pebalap bila sudah berada di sirkuit.
“Kapan Ayrton meninggal dan ia mengalami kecelakaan di tikungan bernama apa?,” itu merupakan pertanyaan enteng bagi Evan. Bila ketemu dengan Evan, ajukan berbagai pertanyaan dan ia pasti menjawabnya dengan cepat. Bila dia tidak tahu, dalam tempo beberapa detik sudah dijawabnya setelah hanya dalam waktu beberapa detik membuka “mbah Google”.
Apa saja yang diperolehnya di Malaysia? Ia mendapat tanda tangan di topi dari Sean Gelael, Norman Nato, Alain Prost, Sir Jackie Stewart, Max Verstappen, Esteban Ocon, Jean Alesi, Jacques Villenauve, David Coulthard, Martin Brundle, David Croft, Francesco (Seans Manager), Carlos Sainz Sr, Jan Magnussen, Paul Di Resta, Franz Tost.
Ia pun berhasil berfoto dengan Alonso, Romain Grosjean, Kevin Magnussen, Carlos Sainz, Stoffel Vandoorne, Daniil Kvyat dan Niki Lauda, sedangkan pada kartu pengenal (id card) ada tanda tangan dari Vettel dan Raikkonen. Luar biasa, bahkan mantan pebalap dan manajernya pun dia tahu dan bisa mengenali wajahnya.
Evan pertama kali bertemu dengan pebalap nasional Sean Gelael ketika sama-sama menunggu di jalur pengambilan barang bagasi Bandara Hongkong. Ia melihat Sean dan dengan spontan memanggil. Kemudian ia melihat ayah Sean, Ricardo Gelael.
Ibundanya, Maya, menuturkan, Evan pun dengan spontan mendatangi Ricardo sembari memperkenalkan diri dan berkata ,” Bapak ayahnya Om Sean Gelael ya. Yang punya KFC itu”. Bahkan dengan gesit ia membuka “mbah Google” dan menunjukkan foto Ricardo, sehingga Ricardo kaget namun tersenyum-senyum.
“Itu sejarah pertemuan pertama mereka, tapi ketika itu tidak banyak waktu untuk berbincang, karena lagi di Bandara,” kata Maya, menceritakan kisah putera kedua dari dua bersaudara itu.
Nah, kisah pertemuan pecinta F1 dengan pebalap internasional Sean Gelael ternyata tidak sampai di situ. Sebelum Sean mengikuti ajang FPI Formula 1 di Singapura 15 September 2017, Evan harus menukarkan tiket masuk sirkuit atas nama pamannya, karena saat membeli tiket itu belum bisa atas nama Evans.
Salah seorang asing dari biro penjual tiket menawarkan apakah ia ingin bertemu dengan Sean Gelael, karena untuk memenuhi keinginan Evan bertemu dengan pebalap asing lainnya tentu sukar dilayani.
“Aku kenal dengan bapaknya,” kata Evan membuat terperanjat si bule, yang akhirnya memberikan nomor telepon sekretaris Ricardo Gelael. Ricardo yang memang sudah tertarik dengan bocah itu, memintanya datang ke sirkuit karting di Sentul dan akhirnya mengajak ikut nonton Sean Gelael ke Sirkuit Sepang, Malaysia.
Di Sentul, kata Maya, Ricardo bertanya apakah ia suka karting dan Evan menyatakan suka. Ricardo meminta dia menurunkan berat badan (saat ini 60 kg) dan harus menggunakan lensa mata (karena ia menggunakan kaca mata).
Evan pun muncul di Malaysia, mengenakan topi kuning dan kartu tanda pengenal tergantung di leher, pemberian Ricardo Gelael. Ricardo pun ingin Evan kelak jadi komentator F1, tentu saja menjadi komentator bagi Sean Gelael, bahkan dijadwalkan di salah satu televisi swasta.
Belajar sendiri
Dari mana Evan tahu begitu banyak tentang Formula Satu di usianya yang masih amat muda?
“Saya sendiri pada awalnya tidak tahu. Ternyata ia tiap saat membuka Google dan membaca berbagai cerita tentang F1. Saya senang tapi amat prihatin, karena itu olahraga mahal dan saya tentu tidak sanggup membiayainya. Saya takut kelak ia patah di tengah jalan seperti Rio (Haryanto),” kata Maya, si orang tua tunggal itu.
Evan bersama deretan para pebalap F1 serta bersama ibunya. (foto dok. evan / mimbar-rakyat.com)
Tapi si bocah lugu itu tentu tidak faham tentang itu. Sejak dini ia ternyata suka main game tentang balap, juga bila ke tempat permainan anak ia selalu mengincar mainan berbau otomotif, padahal dalam keluarganya tidak ada yang berasal dari dunia otomotif.
Bocah itu kini sudah dikenal orang, tidak tanggung-tanggung, langsung Ricardo Gelael yang memanggilnya. “Mama, topi ini jangan sampai hilang. Ini nilainya amat mahal,” kata Evan seperti ditirukan mamanya, ketika mengomentari topi yang penuh tanda tangan pebalap F1 itu.
Apa nasihat Ricardo Gelael pada bocah pemberani dan amat tinggi rasa percaya diri, yang menguber pebalap menggunakan bahasa Inggris itu?
“Kalau tidak sukses di tengah jalan, jangan marah dan jangan sakit hati!,” kata Ricardo Gelael, seperti diulang Maya, sembari mengucapkan terima kasih kepada Ricardo Gelael yang begitu memperhatikan putranya. (ARL)