Mimbar-Rakyat.com (Yogyakarta) – Jumlah pengungsi warga kawasan sekitar Gunung Merapi terus bertambah. Di tempat pengungsian, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah saja misalnya, jumlah pengungsi mencapai 272 orang.
Zainu, Koordinator Pengungsian di Balerante, menuturkan, terdapat penambahan puluhan orang dibanding sehari sebelumnya yang tercatat 240 pengungsi. “Pengungsi ini berasal dari empat dukuh, yaitu Dukuh Sambungrejo, Ngipiksari, Gondang, dan Sukorejo,” kata Zainu di Balai Desa Balerante, Minggu (15/11) seperti dikutip Antaranews.com.
Empat dusun tersebut berada di kawasan rawan bencana (KRB) III atau berjarak sekitar 5 kilometer (km) dari puncak gunung. Sedangkan tempat evakuasi sementara, salah satunya di Balai Desa Balerante, berjarak sekitar 9 km dari puncak Gunung Merapi.
Dia menerangkan, evakuasi diutamakan untuk kelompok rentan yaitu balita, lansia, ibu hamil, dan warga yang sedang sakit. Meski begitu, menurut Zainu ada pula beberapa warga yang sebetulnya tidak masuk kelompok rentan tetapi ikut mengungsi karena merasa tidak nyaman akan peningkatan aktivitas Gunung Merapi.
Menurut dia, warga yang mengungsi berjumlah sekitar 50 persen dari total jiwa yang tinggal di empat dusun tersebut. Kata dia, masih ada lebih 200 warga yang belum turun karena mengurus ternak.
“Mereka masih merasa nyaman di atas, khususnya anak muda. Dari pengalaman 2010 [erupsi Gunung Merapi di tahun 2010], saat ini mereka lebih siap menghadapi. Ketika Merapi sudah mulai mengancam jiwa maka mereka akan segera turun,” kata dia.
Stabil
Sementara Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Hanik Humaida mengungapkan, meskipun aktivitas vulkanik Gunung Merapi di perbatasan Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terpantau tinggi, namun kondisinya cenderung stabil.
“Memang kegempaan guguran saat ini sering terjadi, namun guguran berupa material vulkanik lama,” jelas Hanik usai memantau Gunung Merapi dari Pos Babadan di Kecamatan Dukun, Kabupaten Magelang.
Dia menyampaikan pascakenaikan level aktivitas Gunung Merapi dari Waspada menjadi Siaga, kondisinya masih terkendali.
“Hal tersebut tidak seperti aktivitas kegempaan pada erupsi Gunung Merapi tahun 2010. Dalam beberapa hari terakhir aktivitas guguran sering terjadi, namun guguran itu berasal dari material vulkanik lama,” terang dia lagi.
Menurut Hanik, saat ini kubah lava Gunung Merapi belum tampak.
Dijelaskan, magma Gunung Merapi sudah berada di permukaan, hal ini bisa dilihat dari deformasi atau penggelembungan perut gunung yang mencapai 12 centimeter per hari.
“Deformasi menandakan bahwa badan gunung mengembung akibat terdesak magma,” kata dia.
Hanik mengimbau, masyarakat di lerang Gunung Merapi untuk selalu siaga dan mematuhi instruksi pemerintah.
Sementara itu, sesuai standar operasional prosedur (SOP), sejauh ini warga masih berada di tempat evakuasi sementara. Koordinator Pengungsian di Balerante, Zainu menjelaskan, jika memang aktivitas Merapi semakin tinggi dan mengancam keselamatan maka warga bakal dipindahkan ke tempat evakuasi akhir.
Langkah itu sesuai rekomendasi Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG).
“Kalau untuk warga sini, tempat evakuasi akhirnya di Kebondalem Lor, Prambanan. Jaraknya kalau dari sini sekitar 7 km,” terang Zainu.
Sedangkan untuk proses evakuasi, tim pengungsian telah menyiapkan beberapa unit mobil. Selain itu, sebagian warga juga memiliki kendaraan pribadi baik roda empat maupun roda dua sehingga diharapkan evakuasi bakal lebih cepat.
“Insya Allah siap dari sini, konsep kami evakuasi mandiri dulu. Kalau memang kami tidak mampu baru nanti minta bantuan ke pemerintah atau pihak lain yang siap membantu kami,” tutur dia. (ds)