MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Hewan kurban harus bebas dari aib atau cacat, sebab kecacatan dapat mempengaruhi keabsahannya, seperti dijelaskan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Cacat dimaksud adalah; buta sebelah yang jelas/tampak, sakit yang jelas, pincang yang jelas, atau sangat kurus akibat tidak mempunyai sumsum tulang. Bahkan bila hewan yang mengalami buta kedua matanya, atau kedua tangan dan kakinya putus, lumpuh, tidak sah untuk berkurban.
Hewan kurban diharapkan merupakan hewan pilihan dengan kondisi prima, seperti; gemuk, bentuk fisiknya sempurna.
Hewan kurban harus memenuhi beberapa syarat, seperti; Hewan kurbannya berupa binatang ternak (unta, sapi dan kambing, atau domba); telah sampai usia yang dituntut syari’at.
Ats-Tsaniy dari unta disyaratkan yang telah sempurna berusia lima tahun; Ats-Tsaniy dari sapi yang telah sempurna berusia dua tahun; Ats-Tsaniy dari kambing yang telah sempurna berusia setahun.
Hewan kurban harus sah milik yang berkurban, bukan hewan hasil curian, bukan dalam status gadai. Juga tidak sah bila hewan dimaksud merupakan warisan yang belum dibagi. Penyebelihan hewan kurban waktunya harus sesuai dengan syariat.
Waktu penyembelihan hewan kurban dilakukan setelah salat Idul Adha atau dapat dilakukan selama 4 hari, pada Idul Adha dan tiga hari setelahnya. Waktu penyembelihannya tidak boleh lagi dilakukan setelah tenggelamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah.
Seperti diketahui, Idul Adha di Indonesia telah ditetapkan oleh Pemerintah jatuh pada tanggal 24 September. Penetapan tanggal 10 Dzulhijjah 1436 Hijriah tersebut sama dengan apa yang telah ditetapkan Pemerintah Arab Saudi. ***(Dari berbagai sumber/Eank)