Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan pesan bagi kalangan pers pada seminar bertajuk Regulasi Negara dalam Menjaga Keberlangsungan Media Mainstream di Era Disrupsi Medsos.
Acara virtual itu merupakan salah satu rangkaian Hari Pers Nasional 2021 di Jakarta, Kamis (4/2) , yang puncaknya berlangsung pada 9 Februari 2021.
Yasonna yang menjadi pembicara kunci pada seminar itu dan ia meminta media mainstream untuk tetap menjaga kualitas pemberitaan meski menghadapi tantangan teknologi di era disrupsi media sosial.
“Di tengah disrupsi media social Dewan Pers mungkin perlu membuat semacam standard bagi kualitas media kita, demi menjaga kualitas dan melawan hoaks,” ujar Yasonna, seperti dilansir humas PWI Pusat.
Terkait disrupsi media sosial, Yasonna menjelaskan hal ini tidak hanya terjadi di Indonesia tapi dunia tengah menghadapi gonjang-ganjing akibar disrupsi media sosial. Kehadiran media sosial menjadi hal yang sangat diperhatikan pemerintah.
“Dari total pengguna internet di Indonesia, sebanyak 170 juta di antaranya pengguna media sosial ini. Pemerintah negara negara di dunia pusing mengelola medsos. Kami pernah bertemu antar pemimpin negara di Australia salah satunya membahas perkembangan medsos karena terkait terorisme,” ujarnya
Menkumham menyatakan pengguna medsos di Indonesia sangat dahsyat mempengaruhi masyarakat dan pemerintah harus berupaya menyiasatinya ke arah yang lebih baik. Jumlah penduduk sebanyak 270 juta jiwa dengan pengguna handphone sebesar 378 juta.
“Ini menunjukkan netizen Indonesia sangat besar dan dipastikan terus meningkat terlebih karena pandemi. Angka angka tadi menghasilkan keuntungan tapi bisa pula melahirkan kerugian seperti yang terjadi dialami media mainstream,” ujarnya
Terkait disrupsi media sosial yang mengancam media mainstream, Menkumham menganggap internet bisa memberi keuntungan tapi sekaligus ancaman kebangkrutan. Hal ini pun perlu menjadi perhatian.
“Tidak hanya media tapi kita juga melihat pasar-pasar, market tradisional mengalami disrupsi yang perlu disikapi,” jelasnya.
Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari yang memberikan sambutan menjelaskan tekanan disrupsi media sosial terhadap media mainstream terasa semakin kuat.
Disrupsi ini muncul dengan semakin cepatnya penetrasi bisnis mereka melalui mesin pencari dan situs e-commerce yang memberi guncangan sangat besar pada media mainstream.
“Di tengah krisis karena pandemi ini, kehadiran disrupsi media sosial membuat media mainstream semakin terpukul. Jika keadaan ekonomi ini berlanjut saya tidak membayangkan apakah masih ada kemampuan media untuk hidup lebih lama,” jelasnya.
“Salah satu bisa kita harapkan untuk menjadi penolong media ialah kerja sama yang diatur misalnya dengan google dan facebook. Perlu dirumuskan aturan main yg transparan adil dan menjamin keseteraaan antara platform digital dan media mainstream,” kata Atal.
Ia menambahkan, diperlukan regulasi untuk koeksistensi antara media lama dan baru yang saling membutuhkan. (arl)