MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Wajahnya tenang seperti permukaan laut di pagi hari, tutur katanya teratur rapi bagai ombak kecil yang bergantian menyapu pantai, namun semangatnya begitu kuat terpancar bak mentari di pagi hari yang cerah.
Itulah perumpamaan umum pada Mahariah, yang dapat disaksikan parap pengunjung Pulau Pramuka, karena Mahariah begitu tulus dan peduli terhadap lingkungan.
Ia seorang guru sekolah dasar berusia 49 tahun kelahiran Pulau Panggang, Kepulauan Seribu merupakan tokoh masyarakat yang berpengaruh dan dipercaya dapat mendorong warga lainnya untuk mengatasi berbagai persoalan lingkungan, ekonomi dan sosial yang ada.
Sejak 15 tahun lalu, Mahariah bersama tim kecilnya mengembangkan program ekowisata, yaitu program pariwisata yang berwawasan lingkungan dengan mengedepankan aspek konservasi alam, pemberdayaan sosial budaya ekonomi masyarakat lokal, serta pendidikan.
Kegiatan yang dilakukan antara lain penghijauan wilayah hutan mangrove dan pengelolaan daur ulang sampah yang aktif mengajak wisatawan maupun masyarakat sekitar.
Mengedukasi para pelancong memang menjadi suatu tantangan, namun tantangan terberat ialah mengubah pola pikir masyarakat Pulau Pramuka itu sendiri. Secara perlahan dan konsisten, edukasi secara persuasif dilakukan sampai akhirnya ada perubahan pola pikir.
Atas kiprahnya, pemerintah memberi Mahariah apresiasi Kalpataru tingkat provinsi pada 2016 dan Kalpataru tingkat nasional pada 2017.
Kalpataru berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pohon kehidupan. Sungguh, ibu satu anak ini telah menjadi pohon kehidupan untuk masyarakat Kelurahan Pulau Pramuka. Namun dengan rendah hatinya ia beranggapan belum pantas menerima penghargaan yang diberikan oleh Presiden RI Joko Widodo tersebut.
“Saya tidak tahu kenapa diberi penghargaan ini. Yang saya lakukan baru sedikit, masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan,” ujar Mahariah saat ditemui belum lama ini.
Sebenarnya kepedulian terhadap lingkungan berangkat dari egoisme pribadi Mahariah. “Saya butuh udara bersih, makanya menanam mangrove. Saya perlu makanan sehat, makanya menanam sayuran organik. Saya juga ingin tempat tinggal saya bersih, makanya ingin sampah dikelola dengan baik,” tutur Mahariah mengungkapkan keegoisannya.
Seiring dengan kegiatan positif Mahariah dan kelompoknya, PT Astra International Tbk memfasilitasi berbagai kegiatan pembinaan yang mengacu pada empat pilar kontribusi sosial Astra yang berkelanjutan, yakni kesehatan, pendidikan, lingkungan dan kewirausahaan yang kemudian dicanangkan menjadi Kampung Berseri Astra (KBA) Pulau Pramuka pada tahun 2015.
Pada bidang kesehatan, Astra melatih kader posyandu guna mendukung Program Indonesia Sehat.
Pada bidang pendidikan, Astra memberikan pendampingan Sekolah Adiwiyata, pengembangan pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan memanfaatkan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) yang ada, serta pemberian beasiswa untuk anak-anak tingkat SD, SMP dan SMA.
Kemudian pada bidang kewirausahaan dilakukan pembinaan UMKM dengan salah satu produk unggulan keripik sukun.
Darurat Sampah
Pada bidang lingkungan, kegiatan berfokus pada pengolahan sampah dan ketersediaan air bersih.
Kegiatan yang dilakukan antara lain, pengelolaan bank sampah, pengumpulan sampah organik yang dimasukkan ke dalam alat biodigester, sehingga menghasilkan biogas untuk keperluan memasak, pemanfaatan ulang botol plastik agar menjadi bata ramah lingkungan (ecobrick), pembuatan karya seni dari limbah styrofoam, serta penampungan air hujan dan pertanian sayur organik yang dapat dilakukan di halaman rumah.
Mahariah juga mengajak komunitas selam untuk selalu memungut sampah sebelum memulai kegiatan menyelam. “Lumayan kan sebelum nyelam dapat sekilo [sampah] dari dasar laut. Karena tidak bisa mengambil sampah di wilayah terumbu karang dengan pengeruk, nanti bisa rusak semua,” kata Mahariah.
Semoga dengan kerja keras dan ketulusan hati, suatu hari nanti Mahariah dan masyarakat Pulau Pramuka dapat mewujudkan secara nyata tagline yang selalu dikobarkan: Pulauku Nol Sampah. (SP/An)