Thursday, September 19, 2024
Home > Berita > Imbas Tuding Politik Dinasti, Boneka Ade Armando Dilarung ke Sungai DIY

Imbas Tuding Politik Dinasti, Boneka Ade Armando Dilarung ke Sungai DIY

Boneka Ade Armando dilarung.

Mimbar-Rakyat.com (Yogya) Kelompok budaya Patembayan Nusantara asal Yogyakarta melaksanakan upacara Larung Sukerta demi membersihkan pola pikir Politikus PSI, Ade Armando yang berkomentar soal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sebagai perwujudan dinasti politik yang sesungguhnya.

Upacara dimulai dari Taman Wisata Legawong, Gambiran, Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Selasa (5/12) siang. Belasan orang peserta upacara membacakan suluk tetembangan untuk seseorang berkostum Ade Armando yang berjalan sambil menyalakan kembang api di kedua tangannya.

Tetembangan yang dibacakan dalam Bahasa Jawa dan Sansekerta ini intinya berisi doa dan harapan agar Yogyakarta tetap terjaga dalam harmoni.

Sambil menyusuri lorong-lorong jalan kampung, peserta upacara dengan membawa dupa dan melempar kembang terus melantunkan tetembangan untuk Ade Armando yang tertawa-tawa bak kesetanan.

Berjalan kaki kurang lebih satu kilometer, mereka akhirnya turun ke Sungai Gajah Wong. Setelah sekian menit menari dan berbasah-basahan, kostum Ade Armando lalu dihanyutkan ke aliran sungai.

Pedro Indarto, selaku koordinator acara mengatakan, upacara ini diselenggarakan sebagai wujud perlawanan atas pemikiran dan pernyataan Ade Armando yang menyebut DIY sebagai manifestasi dinasti politik sesungguhnya.

“Ini adalah Larung Sukerta, bagaimana cara orang Jogja melawan. Kami melawan apa yang dilakukan Ade Armando dengan melarung kedunguan hati, pola pikir, nalar terhadap konstitusi maupun terhadap sejarah Yogyakarta Hadiningrat, cara kami dengan laku budaya ini,” kata Pedro ditemui selepas proses upacara.

Pedro menjelaskan, jika biasanya Larung Sukerta yang dimaksudkan untuk membuang segala hal-hal negatif ini memakai benda-benda macam rambut, pakaian, atau kuku dan segala macam, dalam upacara kali ini medianya adalah sebuah keranjang sampah lengkap dengan wajah Ade Armando.

Namun, kata Pedro, kostum Ade Armando tidak benar-benar dibuang demi kelestarian sungai. Prosesi larung hanya sebatas simbolisasi.

“Itu adalah visualisasi dari pemikiran-pemikiran sampah. Ini adalah pemikiran Ade Armando yang akan membuat Jogja nggak asyik,” ungkapnya.

Pedro melanjutkan, pihaknya berharap upacara Larung Sukerta ini membuka mata masyarakat, menjadi spirit sekaligus inspirasi untuk melawan atau bahkan melaporkan Ade Armando ke polisi atas ucapannya. Dia memastikan kegiatan kali ini tak terafiliasi dengan kelompok politik mana pun.

“Lawan Ade Armando, bila perlu laporkan sesuai regulasi yang ada,” tegasnya.

Bagi Patembayan Nusantara, permintaan maaf Ade Armando melalui video tidaklah cukup. Pihaknya meminta pegiat media sosial itu untuk langsung menemui Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

“Harusnya dia berani meminta maaf secara langsung kepada Sri Sultan, dia juga harus minta maaf kepada kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat. Kalau hanya video, kami juga bisa. Tapi bukan sebuah sifat yang gentle,” tegasnya.

Pernyataan Ade Armando mengenai dinasti politik sesungguhnya ada di DIY berbuntut panjang.

Pernyataan yang disampaikan sebagai bentuk kritik untuk sejumlah BEM yang melakukan aksi di Monumen Serangan Umum 1 Maret, Kota Yogyakarta beberapa waktu lalu itu telah memicu aksi penggerudukan Kantor DPW PSI DIY oleh puluhan anggota Paguyuban Masyarakat Ngayogyakarta Untuk Sinambungan Keistimewaan (Paman Usman), Senin (4/12).

Sebelum penggerudukan itu terjadi, Ade Armando lewat sebuah video berdurasi pendek telah meminta maaf atas ucapannya yang disebut tak mewakili pandangan PSI. Ketua Umum PSI, Kaesang Pangarep juga disebut telah melayangkan teguran keras untuk kadernya itu.

Adapun Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku tak tak mempermasalahkan pernyataan Ade Armando yang menyebut DIY sebagai manifestasi politik dinasti.

Namun, Sultan mengingatkan bahwa Pemerintah Indonesia telah mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.

Menurut Sultan, sikap pemerintah itu telah tercantum dalam Pasal 18 UUD 1945 tentang Pemerintah Daerah Provinsi. Ia pun menegaskan bahwa pemerintahan di DIY hanya menjalankan beleid berlaku.

“Sehingga, bunyi Undang-undang Keistimewaan itu juga mengamanahkan gubernur (dijabat) sultan dan wakil gubernur, Pakualam. Ya melaksanakan itu aja,” ungkapnya.

Ada tidaknya unsur dinasti politik dalam peraturan ini, Sultan berpandangan bahwa itu semua tergantung persepsi publik. Intinya, lanjut dia, DIY telah menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. (ds/sumber CNNIdonesia.com)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru