MIMBAR-RAKYAT.com (Jakarta) – Bambang Gunardi, yang berpulang dalam usia 77 tahun di rumah sakit, Kamis malam, ternyata pernah ikut balapan di Sirkuit Suzuka pada 1961.
Ia menghembuskan nafas terakhir pada 30 Agustus 2018 malam di Rumah Sakit Puri Indah, Jakarta Barat, setelah dirawat selama beberapa hari.
“Bapak terkena serangan jantung Jumat 17 Agustus lalu ketika baru pulang dari Riau. Sejak saat itu tidak sadarkan diri. Beliau meninggal di umur 77 tahun,” kata Stevie Gunardi, puteranya yang meneruskan jejak ayahnya melaksanakan balapan.
Bambang Gunardi merupakan salah satu pebalap kondang era 1950-an. Ia merupakan keluarga balap, karena ketiga adiknya – Beng Soeswanto,TT Soeswanto dan Herman Gunardi – juga mengikuti jejaknya.
Herman Gunardi lama sebagai penyelenggara kejuaraan otomotif dan sudah mendahului Bambang beberapa tahun lalu.
Bambang Gunardi yang juga bernama Thio Tjang Djen, merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara dan ia lahir pada 5 Juli 1941, seperti pernah penulis wawancarai dan tertulis dalam buku Olahraga Otomotif Indonesia (2003).
Ia mengawali karir balapnya di Sirkuit Cililitan pada 1956, ketika ia berusia 15 tahun. Dalam karir balapnya, ia pernah tampil mengikuti balapan di Suzuka, Jepang, dengan menaiki kendaraan andalannya Tohatsu buatan Jepang, pada 1961.
Pada 1964, ia hijrah ke jenis balapan mobil dan memulai debutnya di Sirkuit Pangkalan Jati mengendarai mobil kesukaannya ketika itu, Mini Cooper, dan ia tampil sebagai juara di kelasnya.
Sejak tahun 1975, aktivitas balap mobilnya mulai berkurang, karena kesibukannya di arena reli mobil, sebagai manajer tim Mitsubishi dan terkadang menjadi pimpinan perlombaan.
Ia mulai aktif sebagai pengurus pusat Ikatan Motor Indonesia (PP IMI) pada tahun 1994, dengan jabatan ketua komisi balap motor. Sedangkan jabatan sekretaris Departemen Olahraga PP IMI dan ketua Bidang Teknik dan Pengembangan PP IMI, diembannya pada 1996.
Para pebalap seangkatannya, antara lain, Tjetjep Haryana (lahir 1939), JAJ Grashuis (1928), Ong Ping Kwie (Djojo Ongkowidagdo) (1911), Anwari SA (1940), Singgih Gunawan (Koe Tjoe Sing) (1929) dan puluhan lainnya.
Para pebalap zaman ini, umumnya jagoan “mengkilik” mesin motor, sehingga balapan amat ramai karena beradu kehebatan teknik mengolah kekuatan dan kecepatan mesin.

Bambang Gunardi lah yang membawa adiknya ke sirkuit, ketika dunia balap roda dua lagi hebat-hebatnya di Tanah Air.
Ia berperan mendidik adiknya Beng Soeswanto yang kini menjadi legenda otomotif dengan menyandang Piala Presiden delapan kali (reli mobil), tetapi Beng juga ahli balapan di jenis karting dan roda dua.
Selain mendidik Beng sebagai pebalap serba bisa, ia juga mendidik adiknya TT Soeswanto dan Herman Gunardi sebagai pebalap dan tokoh penyelenggara balap. Herman sudah mendahului Bambang Gunardi ke alam baka.
Anggota FIM
Di kalangan pengurus MotoGP bahkan di FIM, Bambang Gunardi amat dikenal. Tahun lalu ia merupakan orang pertama Asia yang menjadi anggota kehormatan di badan regulator balap motor dunia yang mengatur MotoGP dan World Superbike.
Pada 11 Februari 2917, ia menerima penghargaan sebagai anggota kehormatan FIM CCR alias Honourary CCR Member FIM.
Penghargaan ini diberikan pada Bambang saat konvensi Federation Internationale du Motocyclisme (FIM) di Geneva, Swiss.
Tapi Bambang tidak dapat berjalan jauh. “Perjalanan ke sana terlalu jauh, untuk saya sekarang. Terlalu berisiko untuk kesehatansaya,” kata Bambang seperti dilansir wartamotor.com di kediamannya di Puspita Loka, Bumi Serpong Damai, Tangerang.
Ketika itu, Bambang Gunardi memperlihatkan pesan khusus dari presiden FIM, Vito Ippolito kepada media, menjelang penganugerahan itu.
“Kami merasa kehilangan tanpa kehadiranmu di sini,” tulis Vito di pesan singkatnya pada Bambang Gunardi, menggambarkan betapa mereka mengharapkan kedatangan Bambang Gunardi yang bergabung dengan FIM sejak 1997 dan pensiun pada 2015.
Ayah dari Francis dan Stevi Gunardi itu pun menjelaswkan, setelah nyaris 20 tahun berkarya sebagai anggota Close Circuit Racing (CCR), ia menganggap anggota FIM sebagai keluarganya sendiri, apalagi ia menerima anugerah anggota kehormatan.
Gelar ini sudah diberitahukan oleh Paul Duparc, koordinator FIM CCR, akhir November 2016 saat pertemuan General Assembly FIM di Berlin, Jerman.
Bambang Gunardi yang juga mantan petinggi di Pengurus Pusat Ikatan Motor Indonesia (PP IMI) telah berjasa membawa gelaran MotoGP lebih banyak ke Asia.
Di antaranya, seri di Tiongkok dan Qatar. Termasuk memuluskan jalan Doni Tata Pradita dan Rafid Topan Sucipto untuk bisa ikut balap GP250 dan Moto2.
Di Indonesia, Bambang Gunardi juga telah membawa tradisi membuat event bekelas ala MotoGP dengan kejuaraan nasional IndoPrix. Sebagai promotor balap IndoSpeed Indonesia, ia mempertahankan tradisi balap di sirkuit permanen lewat gelaran kejurnas IndoSpeed Race Series (IRS).
Komunitas olahraga otomotif Indonesia, merasa kehilangan, dengan berpulangnya Bambang Gunardi yang ramah namun tegas, yang terbiasa bekerja keras tetapi karakternya tetap lugas.
Selamat jalan Pak Bambang Gunardi. (a.r. loebis)