Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Indonesia di urutan ketiga setelah Arab Saudi dan Prancis, sebagai negara pengembang digital yang diistilahkan dengan “Digital Risers” di negara G20 sedangkan India, Italia dan Jerman berada di peringkat terbawah.
Demikian hasil penelitian Forum Kerja Ekonomi (Work Economy Forum) yang berkedudukan di Swiss, seperti disiarkan dalam weforum.org, Selasa.
Laporan itu mengacu pada dua dimensi daya saing digital, yaitu ekosistem dari negara yang bersangkutan serta dari sisi sudut pandangnya (mindset).
Ini berdasarkan pada lima item yang diriset Laporan Kompetisi Global Forum Ekonomi Dunia (Worlld Economic Forum’s Global Competitiveness Report yang menganalisis progres dari 140 negara dikaitkan dengan mindset dan dimensi ekosistem – yang terakumulasi dalam pergantian peringkat antara 2017 dan 2019.
Di dunia ini, negara yang tinggi level digitalnya, menghadapi kompetisi amat ketat dengan lawan dari negara lain yang kemajuan digitalnya amat dinamis.
Di antara negara G7, Prancis mampu bertahan bahkan meningkatkan kompetitif digitalnya antara 2017 dan 2019. Ini membuat negara itu berada di puncak persaingan Digitital Risers dalam grup itu. Sebaliknya, Italia dan Jerman, menurun levelnya dalam negara G7 itu.
Dalam kelompok negara G20, peringkat negara pesaing Digital Risers menunjukkan hal amat menarik, terlebih bagi dua negara raksasa, China dan Amerika Serikat.
Riset menunjukkan, China melakukan hal signifikan dalam persaingan digital, sedangkan AS melorot pada periode yang sama. Ini umumnya karena menurunnya minat di antara para orang berbakat internasional.
Selain dari peringkat itu, juga dianalisa kebijakan apa yang diikuti top negara Digital Risers.
Analisis ini menunjukkan contoh yang dapat ditiru negara lain manakala mereka menginginkan rancangan strategi digital bagi negaranya. Laporan analisis menunjukkan apa yang dilakukan tiga negara peringkat atas dan di bawah ini ringkasannya.
- Peringkat atas Digital Risers di seluruh dunia menginvestasikan bakat dan membuat inovasi serta entrepreneurship lebih mudah bagi perusahaan.
Indonesia dan Republik Dominika, misalnya, menginvestasikan secara signifikan pendidikan digital.
Indonesia, contohnya, mengawalinya dengan melakukan program bea siswa bagi orang berbakat, kepada 20.000 siswa yang akan mendapatkan sertifikat.
Sedangkan Republik Dominika, melakukan program inisiatip “One Computer” (Satu computer) yang merupakan akses untuk menggunakan laptop di sekolah kepada setiap anak.
Faktor lain yang menyebabkan suksesnya Digital Risers, termasuk kemampuan mereka mengikat orang berbakat internasional. Filipina – dengan program visa start-up – dan Indonesia, Prancis dan Latvia, merupakan negara yang sukses melakukannya.
Digital Risers membuat mudah, cepat dan murah, untuk mengawali pembukaan suatu badan usaha. Azerbaijan, misalnya, mengurangi waktu pembukaan usahanya dari tiga hari menjadi hanya satu hari, sedangkan Latvia mengenalkan pajak khusus dana bantuan bagi perusahaan baru.
- Peringkat atas Digital Risers mengikuti secara komprehensif, rencana implementasi visi jangka panjang.
Kebanyakan Digital Risers membagi program pemerintah dengan para negara level atas, seperti yang dilakukan La French Tech di Prancis, ICT Strategy 2023 di Arab Saudi serta Arabia’s Vision 2030.
Para start-ups merupakan fokus Digital Risers. Pertumbuhan mereka didukung sepenuhnya seperti Program J-Startup di Jepang atau sekitar 1000 gerakan start-up yang ada di Indonesia. Prancis, misalnya, menyiapkan dukungan dana sebesar lima triliun Euro sedangkan Armenia mendukung para start-up sebesar 50. 000 Euro.
Laporan ini menunjukkan beberapa negara yang teknologi digitalnya dianggap melejit, tetapi ternyata kehilangan pijakan mereka. Negara seperti AS, Swedia dan Singapura, yang selalu juara di bidang digital, tetapi berdasar laporan mereka bukan sebagai negara berdaya saing digital yang dinamis.
Hanya Singapura yang meningkat sedikit posisi mereka dalam tiga tahun ini. Sebaliknya, AS dan Swedia kehilangan dasar perkembangan mereka pada waktu yang sama.
Riset ini menunjukkan perkembangan kompetitif digital berlangsung dinamis. Dengan kebijakan yang benar, juara baru digital akan muncul lagi di dunia ini. (arl)