Mimbar-Rakyat.com (Dubai) – Putra juru kamera Palestina Samer Abu Daqqa, yang terbunuh di Jalur Gaza saat meliput untuk jaringan TV Al Jazeera, mengatakan keluarganya berencana untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Kriminal Internasional terhadap Israel.
Yazan Abu Daqqa mengatakan dia akan “menuntut hak ayahnya dan mengajukan gugatan ke ICC dan saya membutuhkan dukungan Anda dalam hal ini,” katanya dalam wawancara dengan jaringan tersebut, yang disiarkan Jumat malam.
Menurut laporan Arab News, berbicara dari Belgia, Yazan mengatakan pasukan Israel sengaja menargetkan ayahnya, juru kamera, yang “melakukan pekerjaannya sebagai jurnalis, menyampaikan pesannya kepada dunia.”
Abu Daqqa terbunuh pada hari Jumat saat di sebuah sekolah yang terkena serangan Israel pada hari sebelumnya di selatan wilayah yang terkepung. Dia berada di sana bersama kepala koresponden jaringan Gaza Wael Dahdouh.
Saat mereka berada di sana, sebuah drone Israel menghantam sekolah tersebut dengan serangan kedua, kata Al Jazeera.
Meski terluka parah, Dahdouh berhasil melarikan diri dan mencari pertolongan medis. Namun Abu Daqqa terus menderita kehilangan banyak darah selama beberapa jam setelah ambulans gagal mengevakuasinya karena jalan yang hancur. Kru pertahanan sipil kemudian menemukannya tewas, kata jaringan itu dalam sebuah pernyataan.
“Ayah saya bukan seorang petarung, apa yang dia lakukan?” kata Yazan. “Dia tidak membawa rudal, melainkan sebuah kamera untuk menunjukkan kepada orang-orang apa yang dilakukan Zionis di Gaza.”
Abu Daqqa, 45 tahun, penduduk asli Khan Younis, bergabung dengan Al Jazeera pada bulan Juni 2004, bekerja sebagai juru kamera dan editor. Dia meninggalkan seorang putri dan tiga putra.
Yazan mengatakan panggilan telepon terakhirnya dengan ayahnya hanya sehari sebelum kematiannya. “Dia menyuruhku untuk menjaga diriku sendiri dan saudara-saudaraku.”
Puluhan jurnalis ikut serta dalam pemakaman Abu Daqqa pada hari Sabtu. Jenazah Abu Daqqa, yang mengenakan rompi antipeluru dan helm, dibawa melewati kerumunan di kota Khan Yunis sebelum dimakamkan di kuburan yang digali oleh rekan-rekan jurnalisnya.
Al Jazeera mengatakan pihaknya menganggap “Israel bertanggung jawab atas serangan sistematis yang menargetkan dan membunuh jurnalis Al Jazeera dan keluarga mereka.”
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengatakan pada pertemuan Majelis Umum mengenai perang tersebut bahwa Israel “menargetkan mereka yang dapat mendokumentasikan kejahatan (mereka) dan memberi tahu dunia, yaitu para jurnalis.
“Kami berduka atas salah satu jurnalis tersebut, Samer Abu Daqqa, yang terluka dalam serangan pesawat tak berawak Israel dan dibiarkan mati kehabisan darah selama enam jam sementara ambulans dicegah untuk menghubunginya,” tambah Mansour.
Menurut Komite Perlindungan Jurnalis, Abu Daqqa adalah jurnalis ke-64 yang terbunuh sejak konflik meletus antara Hamas dan Israel. Lima puluh tujuh jurnalis Palestina, empat jurnalis Israel dan tiga jurnalis Lebanon tewas.***(edy)