Thursday, November 21, 2024
Home > Cerita > Jalan Rezeki,   Catatan Hendry Ch Bangun

Jalan Rezeki,   Catatan Hendry Ch Bangun

Hendry Ch Bangun. (mimbar-rakyat.com)

Rezeki memiliki logika sendiri. Dia tidak akan pernah tertukar. Kalau sudah ditetapkan Sang Pencipta untuk siapa, rezeki itu tidak akan berpindah ke tangan lain. Atau apabila dipaksakan, dengan cara tertentu, maka akibatnya bisa besar, dalam hal ini kerugiannya. Yaitu bagi orang yang memaksakan itu.

Ada teman bercerita, suatu kali dia ingin sekali memberi bingkisan sembako bagi seseorang yang dianggapnya membutuhkan. Tetapi entah mengapa, menunggu sampai berhari-hari orang tersebut tidak muncul meskipun dia sering lewat di depan rumahnya. Begitu semua sudah dibagikan sehari kemudian dia lewat dan menyapanya. Pas dia sedang bokek pula, alhasil dia gagal memberi sesuatu kepada orang itu. Memang bukan rezekinya, kata orang kita.

Kisah lain, entah mengapa seseorang yang biasa pijat, mendapat WA dari orang yang pernah memijatnya dulu sekali. Kebetulan pula dia merasa sedang masuk angin, kurang sehat. Akhirnya si pemijat diundang ke rumah. Pemijat itu bilang, sudah satu minggu lebih tidak bekerja karena pelanggan tidak ada yang pesan,  di rumah beras sudah habis. Bingung mau belanja bagaimana. Si pemijat kemudian malah mendapat tambahan beras, selain ongkos pijatnya.

Ada suatu cerita, orang yang ingin sekali mendapatkan uang karena dia perlu. Lalu dia pergi ke orang pintar agar dia dimenangkan dalam lomba penulisan itu dan menggondol hadiahnya. Entah bagaimana dia menang dan mengantongi jutaan rupiah. Tetapi tidak lama, sebulan kemudian istrinya sakit, anaknya sakit, dan malah keluar uang lebih banyak dari yang dia dapat. Apakah itu hukuman langsung dari Allah Swt, kita tidak tahu. Yang pasti, tindakannya menduakan Tuhan adalah dosa besar dan di dunia dia pun malah rugi karena uang keluar lebih banyak dari yang masuk karena mengambil rezeki yang bukan miliknya.

Barangkali itu juga yang terjadi dengan para pejabat di negara kita yang tertangkap karena korupsi. Bukannya mendapat harta lebih, tetapi malah berkurang karena disita, dan mendapatkan hukuman pidana kurungan penjara serta hukuman sosial karena nama dia buruk sepanjang ingatan manusia.

***

SERINGKALI dalam kehidupan sehari-hari, kita merasa dalam posisi terjepit karena masalah rezeki ini. Terkadang ada saja uang keluar sehingga kantong menjadi bolong sebelum waktunya. Kemudian lain kali, uang datang tanpa diperhitungkan, datang begitu saja tanpa diduga-duga. Berlimpah ruah.

Di sinilah sebenarnya kita diuji untuk percaya pada kuasa Allah Swt. Harus yakin bahwa semuanya Dia lah yang mengatur dan semua akan baik-baik saja. Yang pertama kita lakukan tentu saja terus berikhtiar dengan berkarya, berbuat sesuatu yang memungkinkan kita mendapat pendapatan baik berupa karya maupun pemikiran. Yang berikutnya adalah berdoa karena bagaimanapun, hal sekecil apapun di dunia adalah atas kehendakNya, kita hanya berusaha. Dan yang tidak kalah penting adalah tetap bersedekah, menyisihkan sebagian milik kita bagi orang lain.

Ya, berbagi pada saat kesulitan adalah cara mujarab untuk mendapat berkah walau secara logika manusia mungkin aneh. Agama mengajarkan, uang yang kita berikan akan berbuah berkali-kali pahalanya. Dan setiap pemberian itu akan diterima dengan doa yang baik. Bayangkan betapa besarnya manfaat bersedekah. Pahalanya besar, mendapat doa pula, dan akan dibarengi rezeki yang datang dari arah yang tidak disangka-sangka.

Tidak ada orang yang miskin karena bersedekah, kenyataannya hartanya malah bertambah selain tabungan akhiratnya terus membumbung, dan dia akan terpuji pula di mata Allah Swt.

Sementara kalau  kikir sepertinya harta kita akan bertumpuk meski sebenarnya dia akan “mandeg” bahkan mungkin berkurang karena kerap mendadak ada saja yang  meminta dan meminta. Lalu kita mungkin akan stress, lalu sakit, atau membatasi diri bertemu atau berkomunikasi dengan orang lain. Hidup deg-degan. Secara duniawi rugi, belum lagi dari sisi penilaian Sang Pencipta karena dianggap tidak peduli pada lingkungan sosial.

***

Ketika usia masih muda biasanya manusia hidup dengan percaya diri, merasa bahwa semua yang dia peroleh adalah hasil jerih payahnya. Hasil kerja keras atau kerja cerdas, memikirkan, merencahakan, melaksanakan, lalu memetik buahnya.

Tetapi ketika usia bertambah janganlah lupa untuk memahami bahwa di setiap apa yang kita hasilkan ada rahmatNya. Pepatah lama mengatakan Ora et Labora, berdoa dan bekerja, dimaksudkan untuk mengingat hubungan manusia dengan penciptanya. Secara logika pun benar, sebab manusia hanya tahu apa yang terjadi hari ini setelah dia mengalaminya, atau mengetahui masa lalu karena dia telah menjalaninya atau mendapat pengetahuan dari mendengar atau membaca.

Sementara soal masa depan tidak ada yang tahu. Cobalah ingat saat kita masih kecil mulai dari bersekolah di SD, kemudian SMP, lalu SMA, dan kuliah. Apakah dulu kita membayangkan hidup seperti sekarang? Rasanya tidak.

Mungkin ada dokter yang memaksakan anaknya jadi dokter, atau jenderal yang  ingin anaknya menjadi tentara seperti dirinya, pengacara yang memaksakan anaknya menjadi sarjana hukum. Tetapi berapa banyak berhasil?

Jalan hidup, seperti juga jalan rezeki dari sisi manusia adalah tentang berbuat, berusaha, sedangkan hasilnya Dia juga yang menentukan. Walahualam. ***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru