Mimbar-Rakyat.com (Kuningan) – Masyarakat Peduli Lima Januari (Mapelija) menggelar syukuran atas 202 tahun berdirinya Kabupaten Kuningan, diadakan secara sederhana di tengah pandemi Covid-19.
Acara tersebut diadakan di Saung Mang Sukun, Pasapen Kuningan, Selasa, dihadiri seniman, budayawan, pelajar, mahasiswa, komunitas Kelana Buana, Ampas, Lanthera,Gema Jabar Hejo, Pelestari Pusaka, Asosiasi Bedog Cepot, juga hadir Dewan Kebudayaan Kuningan.
Pertemuan diawali dengan cover lagu lir ilir dengan musik karinding kotemporer yang dibawakan oleh grup karinding celempung balakaciprut.
Salah satu anggota Mapelija, Maulana Yusuf, yang juga mahasiswa FKIP jurusan Pendidikan Sejarah Universitas Siliwangi, menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang hadir dan mendukung acara tersebut.
“Saya berterima kasih kepada peserta yang hadir dan mendukung syukuran 202 tahun Hari Jadi Kabupaten Kuningan. Semoga dengan adanya syukuran Hari Jadi Kabupaten Kuningan dapat membuka wawasan masyarakat Kabupaten Kuningan tentang pembentukan Wilayah Administratif Kabupaten Kuningan di Wilayah Keresidenan Cirebon,” ujarnya.
Sebagai tuan rumah, Dany Andriawan yang juga bagian dari Mapelija mengungkapkan rasa syukur akan banyaknya orang yang peduli dengan sejarah.
“Alhamdulillah makin banyak orang yang peduli, makin tersosialisasikan bahwa 5 Januari Mapelija adalah hari terbentuknya kesatuan wilayah Kabupaten Kuningan,” ungkapnya.
Buku sejarah
Berdasarkan data serta fakta agar masyarakat tidak diperbudak oleh data yang asal-asalan, Tendi, alumni ILC Program Victoria University of Wellington, penerima Beasiswa Unggulan Kemendikbud untuk program Doktoral Universitas Indonesia, menulis buku-buku sejarah.
Di antaranya berjudul “5 Januari, Hari Jadi Kabupaten Kuningan: Kumpulan Artikel Sejarah Kuningan” dan “Sejarah Hari Jadi Kuningan”.
Tendi menjelaskan, sebagai putra asli Kuningan, setidaknya pernah berbuat meskipun sedikit untuk Kuningan. Dalam konteks ini, karena dirinya adalah seorang akademisi yang bergerak dalam bidang sejarah dan budaya, maka ia baru bisa memberikan pandangan-pandangan baru dalam tulisan sejarah Kuningan.
“Niat saya menulis itu, sedari awal adalah memberi sumbangsih terhadap perkembangan Kuningan itu sendiri. Karena bagaimanapun, Kuningan itu adalah kabupaten yang kaya akan sejarah dan budaya,” katanya.
“Namun sayangnya, geliat pengkajian dan perkembangan mengenai literasi dan studi sejarah dan budaya di daerah ini begitu minim. Malah di tengah kekosongan itu, muncul pihak-pihak yang justru membuat wawasan historis kita semakin kabur,” ujar dosen Ilmu Sejarah di IAIN Syekh Nurjati Cirebon ini.
Sebagai seorang akademisi yang berkutat di bidang sejarah, Tendi tetap belum menemukan bukti tertulis kalau tanggal 1 September adalah Hari Jadi Kuningan, namun kalau untuk Hari Jadi Kabupaten Kuningan, Tendi yakin sekali jika 5 Januari 1819 adalah momentum yang paling pas untuk itu.
Buku yang berjudul 5 Januari yang disusunnya, selain ingin menyebarkan wawasan dan pengetahuan ke tengah masyarakat bahwa Kabupaten Kuningan baru terbentuk sebagai satuan administratif yang seperti sekarang ini pada tanggal 5 Januari 1819.
Sebelum itu, wilayah-wilayah yang ada di kabupaten ini terpisah ke dalam beberapa daerah, yaitu Kaadipatian Kuningan, Katumenggungan Cikaso, Katumenggungan Luragung.
“Melalui buku ini pula saya ingin mengatakan kepada masyarakat Kuningan bahwa sejarah dan budaya daerah kita ini masih belum banyak dikaji orang, sehingga pengembangan dan pelestariannya berada dalam kondisi yang sangat memprihatikan,” ujarnya.
Diakhir obrolan, Tendi pun mengaku siap jika ada pihak-pihak yang mau berdiskusi secara akademis terkait keyakinannya bahwa hari jadi Kabupaten Kuningan adalah 5 Januari 1819. (dien / arl)