Thursday, December 12, 2024
Home > Headline > Kasus Sambo Sudah Setahun, Motif Habisi Anak Buah Jadi Misteri dan Upaya Melawan Vonis Mati

Kasus Sambo Sudah Setahun, Motif Habisi Anak Buah Jadi Misteri dan Upaya Melawan Vonis Mati

Ferdy Sambo saat menjalani sidang vonis.

Mimbar-Rakyat.com (Jakarta) – Kasus menghebohkan masyarakat bahkan menjadi sorotan media luar negeri, lantaran tempat kejadian perkara (TKP) berada di rumah petinggi Polri yakni Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo.

Satuan Propam Polri merupakan unsur pengawas sekaligus penegak disiplin dan ketertiban di lingkungan Korps Bhayangkara.

Jumat 8 Juli 2022, satu nyawa melayang di rumah dinas Polri yang terletak di Duren Tiga, Jakarta Selatan. Seorang bintara Polri berpangkat brigadir bernama Nofriansyah Yosua Hutabarat ‘dibunuh’ oleh seorang rekan berpangkat bharada bernama Richard Eliezer.

Kasus itu langsung menghebohkan masyarakat bahkan menjadi sorotan media luar negeri, lantaran tempat kejadian perkara (TKP) berada di rumah petinggi Polri yakni Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Ferdy Sambo. Satuan Propam Polri merupakan unsur pengawas sekaligus penegak disiplin dan ketertiban di lingkungan Korps Bhayangkara.

Yang diketahui publik mulanya Brigadir Yosua alias Brigadir J tewas usai baku tembak dengan Bharada Eliezer yang memergokinya telah melecehkan istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Disebutkan saat itu Bharada Eliezer yang berada di lantai dua rumah mendengar teriakan Putri dan langsung berjalan menuju kamar Putri yang berada di lantai satu. Ia menanyakan teriakan Putri tersebut kepada Yosua yang berada di depan kamar tidur Putri. Namun Yosua disebut langsung menembak Eliezer yang masih berada di tangga lantai dua rumah.

Masih versi narasi awal, ada tujuh tembakan yang dilepaskan oleh Yosua dan lima tembakan balasan dari Eliezer. Tidak ada tembakan Yosua yang mengenai Eliezer, namun sebaliknya tembakan Eliezer disebut tepat sasaran.

Rupanya narasi itu hanya skenario yang dibuat oleh Ferdy Sambo untuk menutupi kejadian sebenarnya. Melalui pengaruh besarnya sebagai Kadiv Propam, Sambo menyuruh anak buahnya membersihkan TKP dan menghilangkan sejumlah barang bukti untuk menyempurnakan skenarionya.

Skenario Sambo itu juga sempat digunakan oleh penyidik dari Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya untuk mengusut perkara tersebut.

Kepalsuan cerita buatan Sambo mulai terungkap setelah pihak keluarga membeberkan kejanggalan kasus kematian Yosua, termasuk soal luka-luka yang diduga bukan berasal dari tembakan senjata api.

Kecurigaan publik juga semakin menguat di kasus kematian Yosua tersebut. Yosua ditengarai tidak tewas dalam adu tembak melainkan murni dibunuh. Pelbagai isu liar juga terus bermunculan di tengah penanganan kasus yang sedang dilakukan oleh kepolisian.

Skenario Sambo ini lah yang menjadi awal badai besar yang meruntuhkan citra Polri. Masyarakat menjadi tak percaya pada Korps Bhayangkara setelah kejanggalan demi kejanggalan terungkap. Tak pelak, anggota Polri yang tak berkaitan ikut kena getahnya. Mulai dari cemoohan hingga menjadi sasaran amarah warga yang kecewa dengan Sambo.

Untuk menjawab keresahan publik tersebut, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo kemudian membentuk tim khusus yang dikepalai oleh Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono, Irwasum Komjen Agung Budi Maryoto dan Kabareskrim Komjen Agus Andrianto.

Selama proses pengusutan kasus tersebut, Presiden Joko Widodo bahkan tercatat memberikan perintah sebanyak tiga kali kepada Listyo agar kematian Yosua diungkap secara tuntas.

Perintah pertama disampaikan langsung oleh Jokowi saat berada di Subang, Jawa Barat, sehari setelah kejadian tersebut terungkap ke publik, yakni pada Senin 11 Juli 2022. Peringatan kedua kembali diungkapkan Jokowi di sela-sela kunjungan ke Nusa Tenggara Timur pada Kamis 21 Juli 2022.

Ultimatum terakhir disampaikan Jokowi setelah satu bulan kematian Yosua, pada Selasa 9 Agustus 2022. Pada saat di Kalimantan Barat, Jokowi kembali meminta agar tidak ada yang disembunyikan di kasus Yosua, ia juga meminta agar Polri harus menjaga citra institusi.

Kapolri Listyo Sigit Prabowo akhirnya mengungkapkan hasil penyelidikan kasus kematian Yosua yang ditangani Timsus dan diambil alih dari Polres Metro Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.

Listyo memastikan narasi Sambo yang sebelumnya sempat beredar terkait aksi tembak-menembak sepenuhnya rekayasa. Ia menegaskan Yosua tewas karena ditembak oleh Eliezer atas perintah Sambo.

Dalam konferensi pers tersebut, Listyo juga menegaskan pihaknya telah menetapkan Sambo yang merupakan aktor utama dibalik pembunuhan Yosua sebagai tersangka.

Hingga akhir pengungkapan kasus, Kapolri menyebut total terdapat 97 anggota Korps Bhayangkara yang diperiksa lantaran diduga terlibat dalam peristiwa pembunuhan Yosua. Dari total tersebut, 35 di antaranya dinilai terbukti melakukan pelanggaran kode etik polri.

Listyo merincikan 35 personel yang diduga langgar etik berdasarkan pangkatnya terdiri dari satu Inspektur Jenderal, tiga Brigadir Jenderal , enam Komisaris Besar, tujuh Ajun Komisaris Besar Polisi, empat Komisaris Polisi, lima Ajun Komisaris Polisi, dua Inspektur Satu, satu Inspektur Dua, satu Brigadir Kepala, satu Brigadir, dua Brigadir Satu, dan dua Bhayangkara Dua.

Berdasarkan sanksinya, dari total 35 personel yang melanggar etik, Polri memutuskan memecat lima personel yakni Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, dan Kompol Chuck Putranto.

Sementara itu mereka-mereka yang ditetapkan sebagai tersangka pembunuhan Yosua oleh Timsus bentukan Kapolri merupakan Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.

Selanjutnya Timsus juga turut menetapkan tujuh anggota polisi sebagai tersangka perintangan penyidikan kematian Yosua. Mereka yang menjadi tersangka merupakan Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rahman, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.

Masing-masing tersangka kasus pembunuhan Yosua maupun perintangan penyidikan atau obstruction of justice juga telah dijatuhi putusan oleh Majelis Hakim.

Rinciannya, Sambo divonis hukuman mati, lebih tinggi dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni hukuman seumur hidup. Sementara Putri divonis 20 tahun kurungan penjara dari tuntutan JPU yang sebelumnya hanya delapan tahun penjara.

Sedangkan Ricky Rizal dan Kuat Maruf masing-masing divonis 13 tahun dan 15 tahun penjara dari tuntutan JPU selama 8 tahun bui. Putusan keempat terdakwa itu juga kembali dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.

Kondisi berbeda dialami oleh Eliezer yang hanya dijatuhi hukuman kurungan selama 1,5 tahun penjara dari tuntutan JPU selama 12 tahun penjara. Majelis Hakim beralasan faktor Justice Collaborator yang dilakukan Eliezer turut membantu pengungkapan kasus tersebut.

Selanjutnya terhadap para terdakwa kasus OOJ Majelis Hakim menjatuhkan hukuman dengan rincian Hendra Kurniawan tiga tahun penjara, Agus Nurpatria dua tahun penjara, Baiquni Wibowo satu tahun penjara, Chuck Putranto satu tahun penjara, Irfan Widyanto 10 bulan dan Arif Rachman Arifin selama 10 bulan.

Motif yang tak terungkap

Namun hingga palu hakim diketuk, motif pembunuhan sesungguhnya tak terungkap. Sambo masih tetap dengan alasan menjaga martabat keluarga.

Jaksa Penuntut Umum menyatakan motif yang mendasari Sambo menghabisi nyawa Yosua tak menjadi fokus pembuktian pembunuhan berencana.

Sementara Menko Polhukam Mahfud MD sempat menyinggung jika motif pembunuhan tersebut sangat sensitif dan hanya boleh didengar oleh orang dewasa.

Majelis hakim PN Jakarta Selatan menyebut motif pembunuhan Yosua lebih karena ada perasaan sakit hati Putri terhadap perbuatan atau sikap Yosua. Namun, hakim tidak mengungkapkan gamblang perbuatan Yosua dimaksud.

Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pun satu suara dengan PN Jakarta Selatan bahwa motif pembunuhan Yosuatak wajib untuk dibuktikan. Menurutnya, motif pembunuhan Yosua semakin kabur lantaran saksi kunci yang berada di rumah Magelang, Jawa Tengah yakni Kuat Ma’ruf dan Susi tidak berkata jujur terhadap Richard.

Upaya melawan hukum mati

Sambo pun masih berkukuh mencari keringanan hukuman. Upayanya melawan vonis mati masih berjalan. Setelah PT DKI Jakarta menguatkan putusan PN Jakarta Selatan dalam putusan banding, Sambo dkk mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) per tanggal 12 Mei 2023. MA pun akan segera mengadili kasasi Sambo.

Pengajuan kasasi itu teregister dengan nomor perkara 813 K/Pid 2023. Kualifikasi perkara yakni turut serta melakukan pembunuhan berencana dan tanpa hak melakukan tindakan yang berakibat sistem elektronik tidak bekerja sebagaimana mestinya yang dilakukan secara bersama-sama.

“Tanggal masuk Rabu, 21 Juni 2023,” tulis laman MA, Jumat (23/6).

Tak hanya Sambo, jaksa penuntut umum turut mengajukan kasasi atas vonis banding PT DKI Jakarta.

Selain itu, MA juga sudah mulai mengadili istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi yang divonis hukuman 20 tahun penjara. Perkara Putri Candrawathi mengantongi nomor perkara 816 K/Pid/2023.

Berkas perkara dua terdakwa lainnya yakni Kuat Ma’ruf dan Ricky Rizal Wibowo juga sudah diterima MA. Perkara Kuat teregister dengan nomor perkara 815 K/Pid/2023 dan Ricky Rizal Wibowo dengan nomor perkara 814 K/Pid/2023 Kendati demikian, MA belum mengumumkan hakim agung yang akan mengadili perkara ini. (ds)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Hallo kawan, silahkan klik tombol Like / Follow untuk mendapatkan berita dan tulisan terbaru