Genit amat pejabat dan instansi masa kini. Agama dibuat inovasi.
Ada Kementerian Agama yang membuat list mubaligh yang direkomendasikan. Ada pemerintah DKI yang mau nembuat tarwih akbar di Monas.
Dua_duanya menuai kritik tajam dari masyarakat.
Rencana salat tarawih di Monas yang diagendakan Pemprov DKI Jakarta menuai kritikan dari sejumlah pihak. PP Muhammadiyah menyarankan agar salat tarawih di Monas ini dikaji ulang untuk mencegah timbulnya konflik.
Pemerintah yang telah mengeluarkan rekomendasi 200 nama mubalig atau penceramah yang bisa digunakan oleh instansi pemerintah hingga lembaga pendidik selama bulan ramadan. Langkah ini justru nemantik masyarakat semakin terpecah dan bisa melahirkan kecemburuan buta.
Maksudnya pemerintah ingin meminimalisir penceramah yang menyusupkan paham-paham radikalisme dalam ceramahnya.Mengapa tidak langsung saja disebut nama yang memang harus dihindari.
Pemerintah juga sebenarnya tidak berwenang mengeluarkan rujukan nama penceramah, akan lebih baik jika hal itu dikeluarkan oleh majelis yang berwenang misalnya MUI.
Atau lebih diperluas debgan mempersilahkan organisasi keagamaan merilis sendiri mubalignya yang telah disertifikasi.
Sertifikasi akan memberikan keyakinan masyarakat ketika ingin mengundang mubalig dalam suatu acara, sebab ada bukti bahwa mubalig tersebut sudah mumpuni.
Sekaligus menjawab kegalauan Kemenag yang selama ini mendapat oertanyaan sari masyarakat tentang siapa mubaligh yang berkwalitas.
Ketua Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Yunahar Ilyas menilai rekomendasi nama mubalig oleh Kementerian Agama(Kemenag) berpotensi menimbulkan perpecahan di kalangan ulama.
Adapun tentang tarwih di Monas, pertanyaanya adalah apakah Anis dan Sandi masih kurang sibuk mengurus Jakarta. Sehingga repot repot mau menjadi takmir tarwih di Monas.
Anis dan Sandi tidak sedang membuat syariat baru khan?
Di bulan Ramadan ini sangat dianjurkan memperbanyak ibadah terutama di masjid, termasuk iktikaf di 10 hari tetakhir bukan Ramadan. Adapun salat di area terbuka atau lapangan, hanya dianjurkan khusus untuk salat Idul Fitri dan Idul Adha,” paparnya.
Pemprov DKI akan lebih simpatik mendorong warga untuk memenuhi masjid-masjid selama ramadan ini. Seperti Masjid Istiqlal, misalnya, mampu menampung hlngga 100 ribu jemaat.
Memerintahkan warga Jakarta salat tarawih di Monas, juga nembuat list mubaligh, hanyalah kegenitan beragama yang berlebihan. Aih… kamu!
(Ais)